Mohon tunggu...
Johan Japardi
Johan Japardi Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah, epikur, saintis, pemerhati bahasa, poliglot, pengelana, dsb.

Lulus S1 Farmasi FMIPA USU 1994, Apoteker USU 1995, sudah menerbitkan 3 buku terjemahan (semuanya via Gramedia): Power of Positive Doing, Road to a Happier Marriage, dan Mitos dan Legenda China.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mulut dan Perut yang Tak Pernah Tidak Relevan

4 Mei 2021   04:13 Diperbarui: 5 Mei 2021   16:55 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penjaja Jajanan di Jalanan Yongzhou, Hunan, China.

Mulut dan Perut.

Salah sebuah konsekuensi terpenting dari keberadaan kita sebagai mamalia adalah kita memiliki lubang tanpa dasar yang disebut perut. Fakta ini mewarnai seluruh peradaban kita.

Epikur China, Li Liweng (1610-1680) menuliskan keluhan tentang kita yang memiliki lubang tanpa dasar ini, dalam catatan pendahuluannya untuk bagian tentang makanan dalam bukunya tentang seni umum hidup:
Saya melihat bahwa organ-organ tubuh manusia, telinga, mata, hidung, lidah, tangan, kaki, dan tubuh, memiliki semua fungsi yang diperlukan, tetapi dua organ yang sama sekali tidak diperlukan tidak bisa tidak sudah kita miliki adalah mulut dan perut, yang menyebabkan semua kekhawatiran dan kesusahan umat manusia sepanjang zaman.

Dengan mulut dan perut ini, masalah mencari nafkah menjadi rumit, dan tatkala masalah mencari nafkah menjadi rumit, kita dipenuhi kelicikan dan kepalsuan serta ketidakjujuran dalam urusan manusia. Dengan munculnya kelicikan dan kepalsuan dan ketidakjujuran dalam urusan manusia, muncul pula hukum pidana, sehingga raja tidak bisa melindungi dengan belas kasihannya, orangtua tidak bisa memberi kebahagiaan dengan kasih sayang mereka, dan bahkan Pencipta yang baik hati pun terpaksa bertindak bertentangan dengan keinginan-Nya.

Semua ini terjadi karena kurangnya pemikiran awal dalam rancangan-Nya untuk tubuh manusia pada saat penciptaan, dan menjadi konsekuensi dari kita memiliki dua organ ini. Tumbuhan bisa hidup tanpa mulut dan perut, dan bebatuan serta tanah tetap hidup tanpa nutrisi apa pun.

Lalu, mengapa kita harus diberi mulut dan perut serta diberkahi dengan dua organ ekstra ini? Dan bahkan jika kita diberkahi dengan organ-organ ini, Dia sebenarnya bisa memungkinkan kita untuk memperoleh makanan kita seperti ikan dan kerang memperolehnya dari air, atau jangkrik (cicada) dan gangsir (cricket) memperolehnya dari embun, yang semuanya mampu mendapatkan pertumbuhan dan energi mereka dengan cara ini dan berenang atau terbang atau melompat atau bernyanyi.

Seandainya sudah seperti ini, seharusnya kita tidak lagi bergumul dalam hidup ini dan duka umat manusia pun akan lenyap. Di sisi lain, Dia telah memberi kita tidak hanya dua organ ini, tetapi juga telah menganugerahi kita dengan nafsu atau keinginan yang berlipat ganda, di samping membuat lobang tanpa dasar itu, sehingga bagaikan lembah atau samudera yang tidak pernah bisa diisi penuh.

Konsekuensinya adalah bahwa kita bekerja dalam hidup kita dengan semua energi dari organ-organ lain, untuk memenuhi kebutuhan kedua organ ini secara tidak memadai. Saya telah memikirkan masalah ini berulang kali, dan tidak bisa tidak menyalahkan Pencipta untuk itu. Saya tahu, tentu saja, Dia pasti juga telah menyadari kesalahan-Nya, tetapi hanya merasa bahwa tidak ada yang bisa lagi dilakukan untuk mengatasinya sekarang, karena desain atau polanya sudah tetap. Betapa pentingnya bagi seseorang untuk sangat berhati-hati pada saat mengonsep undang-undang atau lembaga."

Catatan:
Menurut saya, karya Li Liweng ini lucu dan menunjukkan sebuah keputus-asaan hidup sebagai seorang manusia, sampai-sampai Pencipta pun dia salahkan habis-habisan.

Dulu, setelah membaca beberapa karya Alfin Toffler, utamanya Kejutan Masa Depan (Future Shock) dan Gelombang Ketiga (The Third Wave)
(Kedua buku ini termasuk buku saya yang lenyap "dimakan" rayap, lihat artikel saya: Let Go dan Move on dari Musibah 2001), saya mendapat sebuah pemahaman betapa kita harus mensyukuri anugerah Pencipta yang telah diberikan kepada kita, dan saya jadi berpikir, seandainya Li Liweng ada di tengah-tengah kita, sekarang ini, saya akan memberikan pandangan kepadanya bahwa otak manusia sebagai pengatur seluruh organ lain, sudah dibuat sedemikian rupa oleh Pencipta, sehingga pikiran yang keluar dari otak itu tidak terbatas, namun tetap terbatas di dalam otak itu sendiri. Lalu, apa yang diprotes oleh Li Liweng sebenarnya adalah hasil dari ketidakterbatasan dalam keterbatasan itu. Itulah sebabnya saya mengatakan Li Liweng itu adalah orang yang, entah apa sebabnya, telah menjadi demikian berputus-asa dalam hidupnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun