Mohon tunggu...
Johan Japardi
Johan Japardi Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah, epikur, saintis, pemerhati bahasa, poliglot, pengelana, dsb.

Lulus S1 Farmasi FMIPA USU 1994, Apoteker USU 1995, sudah menerbitkan 3 buku terjemahan (semuanya via Gramedia): Power of Positive Doing, Road to a Happier Marriage, dan Mitos dan Legenda China.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Ram, Sham, dan Atun: Pertemanan Sans Frontieres

11 April 2021   00:30 Diperbarui: 26 April 2021   09:38 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sans frontieres saya adaptasi dari istilah Perancis yang sangat terkenal, yang bermakna tanpa batas atau tak mengenal batas, bagian dari Medecins Sans Frontieres (Para Dokter Tanpa Batas)

Catatan Harian Kamis, 22 Oktober 2015
Setelah selesai pameran di JCC hari ini yang dilanjutkan dengan kongko-kongko (ini cara menulis yang benar) bareng teman-teman, kira-kira pukul 19.15 saya keluar dari JCC dan hendak pulang ke rumah dengan menumpang sebuah taksi.

Saya bertemu 2 orang Hindi (Sham dan Atun) dan teman mereka yang orang Tamil (Ram). Sampai hampir jam 20.00 masih juga belum ada taksi kosong yang lewat.

Saya pun mulai berinteraksi dengan mereka dalam bahasa Tamil dan juga bahasa Hindi saya yang sangat minim. Mereka sempat meminta bantuan saya untuk berbicara dengan supir dari sebuah taksi yang mereka pesan dan.......... ternyata si supir salah dengar dan sudah menunggu di depan Apartemen Greenville Kemayoran, padahal itulah destinasi mereka, bukan tempat dari mana mereka minta dijemput. Sang supir sempat marah-marah sewaktu saya batalkan jemputannya.

Saya lalu menawarkan agar mereka menumpang taksi yang akan saya hentikan karena kami semua searah (saya bisa mengantarkan mereka lebih dulu lalu kembali ke Sunter).

Dalam perjalanan, terjadi perbincangan yang cukup intens dalam 3 bahasa (Inggris, Tamil, dan Hindi), sehingga terungkaplah keadaan di India (setidaknya yang mereka alami sendiri) yang tidak lebih baik ketimbang Indonesia.

Perbandingannya: mereka tidak memiliki cukup budget untuk menginap di hotel dan memilih untuk menyewa apartemen secara harian. Bahkan mereka membawa sendiri bahan baku makanan dari Mumbai dan Ram ditugasi menjadi koki selama mereka di Jakarta.

Sesampainya kami di apartemen Greenville, saya tidak mau menerima uang mereka untuk membayar ongkos taksi karena toh saya tidak mengeluarkan biaya tambahan apa-apa untuk sampai ke Sunter.

Saat keluar dari taksi, mimik wajah mereka, utamanya Ram, menunjukkan keharuan (mungkin karena saya dan dia banyak bercanda dalam bahasa Tamil, dan saya bertanya dalam bahasa Inggris jika ada omongan dia yang tidak saya pahami).

Berkali-kali Ram bilang "thank you sir" dan bahkan menyalami saya dengan sikap seperti sungkem.

Mereka sempat mengajak saya agar bisa ngopi bersama di JCC keesokan harinya, tapi karena saya juga hanyut dalam kesibukan saya sendiri, sampai akhir pameran saya tidak bertemu lagi dengan mereka.

Jonggol, 10 April 2021

Johan Japardi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun