Mohon tunggu...
Joko Martono
Joko Martono Mohon Tunggu... Penulis - penulis lepas

belajar memahami hidup dan kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Seputaran Kota Wamena dan Kampung Adat di Lembah Baliem

19 Mei 2018   13:03 Diperbarui: 19 Mei 2018   13:28 1628
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gedung otonom di Wamena (JM)

Berasa kurang lengkap berada di 'lokasi baru" kalau belum berbincang-bincang, berbagi info dan pengalaman serta mengenal lebih dekat warga setempat.  Demikian halnya selama berada di Lembah Baliem, Wamena, Papua -- niatan melakukan "blusukan" akhirnya terpenuhi walaupun hanya dalam area tertentu mengingat terbatasnya waktu.

Wamena sebagai ibukota Kabupaten Jayawijaya, sesungguhnya tidak begitu padat jika dilihat dari arus lalu lintas jalanan di dalam kota. Di kawasan Lembah Baliem ini sarana transportasi umum bisa ditemui, ada taksi (kalau di Jawa: angkot), ojek roda dua, bahkan becak gayuh juga ada. Sedangkan angkutan via online seperti: Gojek, Grab atau sejenisnya belum nampak, atau karena memang tidak ada.

Hal lain yang membedakan dengan suasana di Jawa pada umumnya, perkantoran/instansi daerah di Wamena tidak menyebar di berbagai tempat. Semua badan/dinas/kantor berada dalam satu kompleks yang disebut Gedung Otonom, sehingga semua urusan pelayanan masyarakat cukup disatukan dalam wadah tersebut. Tentunya cara ini lebih menjadikan layanan semakin efisien, tidak harus "wira-wiri" atau ribet kesana-kemari untuk suatu urusan. Letak Gedung Otonom juga berdekatan atau berjejer dengan Kantor Bupati Wamena, berhadapan dengan Taman Salib yang berada di seberang jalan.

Walaupun letaknya di pedalaman/pegunungan, di kota Wamena ternyata ditemui banyak pendatang. Mereka biasanya bekerja sebagai abdi negara (PNS-TNI Polri), juga para pekerja swasta dan pedagang maupun membuka usaha warung makan, atau sejenis usaha lainnya. Para PNS tersebut sebagian besar berprofesi sebagai tenaga pendidik atau guru yang tersebar mengajar di sekolah se-Kabupaten Jayawijaya.

Sementara itu penduduk asli sebagian besar memiliki mata pencaharian bercocok tanam, berkebun, ladang, beternak, dan hanya sedikit yang bekerja sebagai pegawai negeri atau aparatur sipil negara. Pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan di Wamena sudah terjadi secara turun temurun/tradisi. Seperti halnya menanam ubi, keladi, bahkan beternak (menggiring ternak, mencarikan makan ternak) dilakukan oleh kaum perempuan.  Ini penulis lihat secara langsung dan kata warga setempat memang itu sudah menjadi tugas mereka.

Semakin ke wilayah pinggiran kota kita akan memasuki wilayah terdiri dari rumah-rumah, petak-petak perkampungan yang dihuni masyarakat suku seputar sungai Balim. Di sinilah penulis bisa berkunjung, berbincang dengan warga yang sekaligus sebagai penghuninya.

Merupakan kebanggaan tersendiri manakala kita bisa melihat secara langsung tentang Kampung Adat di Lembah Baliem yang dikelilingi beberapa rumah berbentuk bulat, beratapkan daun alang-alang. Di depan honai penulis bisa berbincang-bincang dengan masyarakat Balim dan merekapun menyambut dengan suasana kekeluargaan.

Rata-rata di setiap tempat warga Papua bisa berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia, di sinilah penulis merasa terbantu oleh bahasa persatuan sehingga ke manapun pergi maka kita tetap merasa sebangsa dan setanah air: Indonesia!

berbincang dengan suku di Lembah Baliem (JM)
berbincang dengan suku di Lembah Baliem (JM)
ambil posisi di depan Honai (JM)
ambil posisi di depan Honai (JM)
Perlu diketahui bahwa honai adalah rumah tempat tinggal/tidur untuk kaum laki-laki. Honai ini terbagi dua macam yaitu Honai Adat (Honai Kanekela) dan Honai Biasa. Khusus di dalam Honai Adat, di dalamnya tersimpan benda-benda sakral/ kepercayaan dan lainnya. Sedangkan honai biasa hanya sebagai tempat tinggal laki-laki tanpa ada benda sakral di dalamnya.

Untuk tempat tinggal perempuan di kawasan Lembah Baliem ini bentuknya juga sama yaitu berupa bangunan bulat beratap alang-alang atau sering dikenal dengan nama ebeai, dan disebelahnya ada bangunan memanjang yang berfungsi sebagai tempat memasak atau dapur.

Selama berada di kawasan Kampung Adat, penulis cukup betah. Sejak memasuki pintu gerbang terkesan rasa lega, di samping lingkungannya yang sejuk, halaman penuh rumput hijau tertata, batas-batas sebagai pagar terbuat dari papan yang dipasang sederhana, rapi dan kokoh. Di sebelah honai dan rumah-rumah ebeai berbatas pagar juga ditemukan halaman luas khusus untuk untuk peliharaan ternak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun