Mohon tunggu...
Jimmy S Harianto
Jimmy S Harianto Mohon Tunggu... Jurnalis - Mantan Redaktur Olahraga dan Desk Internasional Kompas

Redaktur Olahraga (1987-1993), Wakil Redaktur Opini dan Surat Pembaca (1993-1995), Redaktur Desk Hukum (1995-1996), Redaktur Desk Features dan Advertorial (1996-1998), Redaktur Desk Internasional (2000-2003), Wakil Redaktur Kompas Minggu (2003-2008), Redaktur Desk Internasional (2008-2012)

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jangan Kampanye Dibawa Jadi Permusuhan

12 Juli 2014   22:35 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:31 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Massifnya serangan pribadi dan juga penggunaan isyu agama sebagai salah satu strategi menghancurkan lawan politik pada Pemilu Legislatif dan Pemilihan Presiden 2014 sungguh mengkawatirkan jika itu diterus-teruskan. Tidak hanya efek menghancurkan kredibilitas orang yang diserangnya, atau sekadar mengalihkan suara pendukungnya saja yang kemudian terjadi. Akan tetapi ternyata belakangan semakin terasa, strategi penggunaan isyu agama itu juga bisa memecah belah rasa persatuan bangsa yang secara susah payah dilakukan oleh bapa-bapa bangsa pendahulu kita.

Meski hanya sekadar strategi pemenangan oleh para pendukungnya pada saat kampanye Pilpres, akan tetapi pemakaian isyu ini demi memojokkan lawan politik, terasa dampaknya sudah mulai mengguncang rasa persatuan dan kesatuan bangsa di antara para pendukung calon-calon presiden yang bertarung di Pilpres 2014. Pilpres sudah hampir sepekan berlalu. Dan toh rasa perpecahan di antara semula bangsa bersatu itu masih terbawa di kehidupan nyata. Pertemanan yang semula aman tenteram kini terasa mulai digerogot rasa curiga, dan rasa permusuhan. Entah sudah berapa akun di sosial media yang saling 'unfriend'...

Bagi yang sudah terbiasa mengikuti perkembangan politik internasional, hampir pasti mereka teringat akan peristiwa yang sangat getir, menyangkut event pemilihan siapa bakal dapat suara terbanyak, diantara dua tokoh yang populer. Peristiwanya menyangkut pemilihan kandidat presiden sesama partai, dalam konvensi Partai Republiken Amerika Serikat, di Negara Bagian South Carolina pada tahun 2000. Pertarungan sesama calon kandidat partai ini berlangsung sangat sengit, bahkan sudah mencapai taraf kejam. Dan membunuh karakter.

Bush versus McCain

Pertarungan yang membunuh karakter itu berawal dari munculnya tokoh John McCain yang menjelang tahun 2000 itu melejit pesat dan menarik perhatian publik politik di South Carolina. Selama dalam kurun waktu tiga tahun, nama veteran pilot Angkatan Udara AS McCain (pernah ditawan 5,5 tahun) pada masa perang Vietnam itu sungguh meroket. McCain bahkan digadang-gadang oleh rakyat South Carolina, bakal menggusur calon kandidat terkuat – yang juga Gubernur Texas 1995-2000 George W Bush yang kaya raya dan industrialis lulusan Yale dan Harvard Business School itu.

Pertarungan perebutan kursi kandidat Presiden AS dari kubu Partai Republikan itu diwarnai dengan apa yang disebut sebagai “Smear Campaign” atau Kampanye Fitnah oleh pendukung Bush untuk menghambat melejit pesatnya popularitas McCain. Jalannya kampanye itu sungguh di luar dugaan publik politik AS, yang sudah terbiasa dengan suasana demokrasi sekalipun. Apa predikat yang dilekatkan oleh pendukung Bush untuk menjatuhkan martabat dan juga reputasi senator John McCain?

Pendukung Bush pun mencari sebuah predikat yang paling menohok, agar melekat di hati pemilih South Carolina setiap kali mendengar nama McCain. Bukan “McCain tak Amanah” atau “McCain Kafir” misalnya. Akan tetapi lebih tertuju pada kehidupan pribadinya. Dipilihlah sebuah kata kotor, teramat kotor (bahkan dalam kehidupan normal warga AS pun tak layak diucapkan) bahwa “McCain adalah Fag”. Kata “fag” adalah sungguh kata yang memalukan menyangkut kehidupan kalangan “gay” atau mereka yang cinta sejenis. Halusnya ya, “McCain Si Homo”. Lontaran predikat kotor tertuju pada McCain yang semula populer luar biasa itu, sengaja dilontarkan melalui selebaran gelap oleh para pendukungnya.

Seorang kolumnis politik, Frank Rich, melukiskan selebaran gelap dan bodong itu juga mengungkapkan kalimat, “bahkan jika dipilih memerintah pun (Bush) tak akan ia melibatkan seorang gay di dalam kalangan pemerintahannya,”

Kampanye fitnah di South Carolina pada tahun 2000 itu datang bertubi-tubi, tanpa henti. Dan terus gencar mencari-cari apa yang bisa disebut buruk dari McCain yang disukai rakyat South Carolina itu. Tidak hanya “McCain Si Homo” saja yang dilekatkan. Bahwa Si Homo ini juga dituding punya anak haram jadah dan tak mengaku pada istrinya bahwa dirinya homo.

Anak Bangladesh yang dibesarkan McCain itu – menurut pendukung Bush -- sebenarnya tak lain adalah anak negro. Dan bahwa istrinya adalah pencandu narkotika. Sebuah isyu yang sungguh menancap di hati publik politik di South Carolina, yang sangat peka terhadap isyu ras. Padahal, anak Bangladesh yang dibesarkan McCain itu adalah anak pungut yang dia adopsi dari tempat penampungan orang miskin asuhan Bunda Teresa di Calcutta...

Serang temperamen

Upaya untuk memojokkan McCain Si Homo tak berhenti sampai di situ. Ada satu kode kampanye untuk memojokkan McCain, yang judul kodenya “Si Pemarah” (Temper). Dicari alasan, mengapa si calon kandidat (sesama) Partai Republiken itu dinilai tak layak jadi calon presiden. Lantaran McCain itu sebenarnya jiwanya tak stabil. Malah dituding pernah sakit jiwa, lantaran ditawan selama hampir enam tahun, ketika pesawat perang yang dikemudikannya ditembak jatuh di Vietnam. Dalam ungkapan kasar, disebut oleh pendukung Bush, McCain Si Homo itu “sekrupnya sudah dol”. Temperamennya tidak terkendali, gara-gara kelamaan ditawan musuh.

Bisa dibayangkan, betapa shok John McCain dibombardir serangan kejam sedahsyat itu? Sementara sebelum ini, dia selalu dianggap sebagai pahlawan, yang bisa bertahan hidup meskipun pesawatnya ditembak jatuh? Dan ia pun disiksa, serta ditawan selama hampir enam tahun.

“Dia berkhianat, makanya dibebaskan dari tawanan,” tuding para pendukung Bush dalam kampanyenya. Dan tudingan khianat itu juga seolah-olah diperkuat lagi dengan “kesaksian” veteran perang yang juga selamat, yang dipakai untuk semakin menyudutkan McCain.

Maka, makin lengkaplah predikat John McCain yang semula melejit populer itu bak pahlawan itu. Tak hanya McCain Si Homo, akan tetapi juga “Si Pemarah”. Dan ada lagi, “Si Pengkhianat, Sekrupnya Sudah Dol” dan sebutan-sebutan buruk lainnya. Sama sekali membalikkan citra semula idola.

Ketika pertarungan calon kandidat presiden partai Republiken usai, dan Bush akhirnya menang bertarung. Luka mendalam pun menusuk diri John McCain yang ketika awal memasuki pertarungan pencapresan, dipandang sebagai seorang Senator terhormat dari South Carolina.

Sempat suatu ketika keduanya bertemu, dan George W Bush merangkul John McCain. Spontan, McCain pun ketus berujar: “Lepaskan tangan kotormu dari pundakku...,” kata McCain. Dan George W Bush pun akhirnya melenggang ke kursi presiden AS untuk dua periode, tahun 2001-2009.

Beruntung, pertarungan di Pilpres 2014 di Republik kita kali ini, tidak sekeras pertarungan Bush vs McCain yang memecah belah rakyat South Carolina, dan juga media massa setempat. Pertarungan Capres Prabowo-Hatta vs Jokowi-JK masih sebatas terkendali, meski terjadi pula ketegangan di antara pendukung kedua pihak, selama beberapa saat.

Semoga saja, setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan siapa pemenang definitif Presiden Republik Indonesia pada 22 Juli 2014 ini, kebersamaan akan terjalin kembali.

“Pak Hatta, saya dekat dengan beliau, juga Pak Prabowo sangat dekat,” katanya, “Dan saya percaya, mereka adalah patriot yang menaruh kepentingan bangsa di atas segalanya. Saya percaya itu,” ungkap Jokowi, dalam wawancara khusus yang disiarkan langsung televisi kabel, Berita Satu, Jumat (11 Juli 2014) lalu. Selamat Datang, Pemimpin Kita yang Baru...*

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun