Mohon tunggu...
Jimmy Haryanto
Jimmy Haryanto Mohon Tunggu... Administrasi - Ingin menjadi Pembelajaryang baik

Pecinta Kompasiana. Berupaya menjadi pembelajar yang baik, karena sering sedih mengingat orang tua dulu dibohongi dan ditindas bangsa lain, bukan setahun, bukan sepuluh tahun...ah entah berapa lama...sungguh lama dan menyakitkan….namun sering merasa malu karena belum bisa berbuat yang berarti untuk bangsa dan negara. Walau negara sedang dilanda wabah korupsi, masih senang sebagai warga. Cita-cita: agar Indonesia bisa kuat dan bebas korupsi; seluruh rakyatnya sejahtera, cerdas, sehat, serta bebas dari kemiskinan dan kekerasan. Prinsip tentang kekayaan: bukan berapa banyak yang kita miliki, tapi berapa banyak yang sudah kita berikan kepada orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengakhiri Korupsi Bersama Tahun 2018, Mungkinkah?

7 Desember 2018   12:09 Diperbarui: 7 Desember 2018   16:42 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

 Dulu waktu Menpora Andi Mallarangeng ditahan KPK tanggal 17 Oktober 2003 itu menjadi berita besar dan menggemparkan. Tapi sekarang sepertinya masyarakat sudah makin tidak peduli. (Sumber: TRIBUNNEWS/DANY PERMANA)

 Kenapa sekarang ini banyak pejabat publik yang melakukan korupsi dan masyarakat sepertinya semakin "menerima" tindak pidana itu.

 Sebenarnya jika kita tahu dampak negatifnya, kita tidak akan mentolirinya. Mungkin kita sering mendengar negeri Singapura dan Jepang. Di pikiran kita mungkin langsung muncul bahwa wilayahnya kecil dan Indonesia jauh lebih besar setidaknya dari jumlah orangnya.

 Namun saat kita berkunjung ke kota Singapura atau Tokyo (penduduk 36 juta jiwa), kita tidak merasa sedang berada di negeri sempit, karena di dalam kotanya banyak ditemui taman-taman asri dan luas. Bahkan ada hutan di tengah kota yang bisa dinikmati semua warga. Ini adalah salah satu dampak kalau uang rakyat tidak dikorupsi; sehingga uang negara yang ada dapat digunakan untuk membangun fasilitas atau tempat umum. 

Masih maraknya korupsi di era reformasi ini patut membuat kita merasa miris. Pada hal gerakan reformasi tumbuh karena sudah tidak tahan lagi dengan praktek korupsi yang merajalela di masa Orde Baru yang dimotori Presiden Soeharto. Bahkan Indonesia perlu malu setiap membaca media dunia seperti "Integritas 360" yang membuat daftar 10 koruptor terbesar di dunia dan yang terbesar adalah Presiden Soeharto dengan hasil korupsi selama berkuasa (1967-1998) sebesar AS$15-35 miliar atau sekitar 225-525 triliun rupiah, disusul Ferdinand Marcos dari Filipina (1965-1986), Mobutu Sese Seko dari Congo (1965-1997), Sani Abacha dari Nigeria (1993-1998), Zine Al-Abidine Ali dari Tunisia (1987-2011), Slobodan Milosevic dari Serbia (1989-2000), Jean-Claude Duvalier dari Haiti (1971-1986), Alberto Fujimori dari Peru (1990-2000), Pavlo Larazenko dari Ukraina (1996-1997), dan Arnoldo Aleman dari Nicaragua (1997-2002).

Sekarang ini Transparency International masih menempatkan Indonesia di urutan ke-118 dari 176 negara yang bebas korupsi; jauh di bawah Singapura yang berada di urutan ke-5, bahkan Malaysia pun masih bisa pada urutan ke-54 dalam indeks anti korupsi ini.

Wakil Menkumham saat dijabat Denny Indrayana, pernah menyebutkan bahwa selama Sembilan tahun (2004-2013), tercatat 291 kepala daerah baik Gubernur, Bupati serta Walikota terjerat korupsi. Sedang untuk aparatur negara tercatat ada 1.221 orang. Dari 291 kepala daerah itu terdapat gubernur 21 orang, wakil gubernur 7 orang, bupati 156 orang, Wabup 46 orang, walikota 41 orang, dan wakil walikota 20 orang. Namun ternyata kasus korupsi belum berhenti. Ketua MK, Bendahara MUI dan pegawai pajak masih tertangkap melakukan korupsi.

Sekarang ini untuk tahun 2018 saja setidaknya lima kepala daerah yang dijatuhi hukuman penjara karena terlibat dalam korupsi.

 Menurut KPK uang sebesar Rp. 157,2 Triliyun (tahun 2011) berhasil diselamatkan dari perbuatan korupsi dan dalam bentuk uang yang disetor ke kas Negara mencapai Rp. 968 Miliyar (tahun 2008-2011). Bahkan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar yang seharusnya menjaga keadilan malah ikut korupsi dan ditahan KPK tanggal 2 Oktober 2013. Kejaksaan Agung juga mengklaim telah menyelamatkan anggaran negara Rp 1,4 trilyun dari tangan para koruptor. Uang sebanyak itu dapat dimanfaatkan untuk membangun taman-taman kota di Jakarta misalnya sepuluh taman sekelas Monas; masyarakat akan bisa menikmatinya.

 Tertangkapnya Fathanah dan Maharani yang menyebabkan mundurnya presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq, juga Ketua MK Akil Mochtar kembali mewarnai upaya pemberantasan korupsi. Tanggal 21 Februari 2013 KPK telah menetapkan Anas Urbaningrum, yang juga Ketum Partai Demokrat, sebagai tersangka kasus korupsi Proyek Hambalang dengan total anggaran Rp 2,5 trilyun. Sebelumnya, tanggal 7 Desember 2012 Menpora Andi Mallarangeng mundur karena juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang sama bahkan sudah ditahan KPK. Irjenpol Djoko Susilo dari Kepolisian yang ditahan KPK karena terlibat pencucian uang hingga ratusan milyar rupiah juga mewarnai berita korupsi Indonesia akhir-akhir ini.

 Padahal KPK juga telah menahan beberapa perempuan yang terlibat korupsi yakni Miranda Swaray Goeltom yang menyuap para anggota DPR agar tepilih menjadi Deputi Gubernur Senior BI, Neneng Sri Wahyuni (isteri mantan Bendahara Partai Demokrat Nazaruddin), Ratna Dewi Umar (mantan Direktur Bina Pelayanan Medik Kementerian Kesehatan yang terlibat dalam kasus korupsi pengadaan flu burung tahun 2007), dan pengusaha Siti Hartati Murdaya yang terlibat dalam kasus penyuapan. Mendagri Gamawan Fauzi juga pernah menginformasikan ratusan kepala daerah yang terlibat korupsi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun