Mohon tunggu...
Jimmy Haryanto
Jimmy Haryanto Mohon Tunggu... Administrasi - Ingin menjadi Pembelajaryang baik

Pecinta Kompasiana. Berupaya menjadi pembelajar yang baik, karena sering sedih mengingat orang tua dulu dibohongi dan ditindas bangsa lain, bukan setahun, bukan sepuluh tahun...ah entah berapa lama...sungguh lama dan menyakitkan….namun sering merasa malu karena belum bisa berbuat yang berarti untuk bangsa dan negara. Walau negara sedang dilanda wabah korupsi, masih senang sebagai warga. Cita-cita: agar Indonesia bisa kuat dan bebas korupsi; seluruh rakyatnya sejahtera, cerdas, sehat, serta bebas dari kemiskinan dan kekerasan. Prinsip tentang kekayaan: bukan berapa banyak yang kita miliki, tapi berapa banyak yang sudah kita berikan kepada orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Sebelum Mengubah Nama Jalan, Sebaiknya Tanya Badan Informasi Geospasial Terlebih Dahulu

1 Februari 2018   10:21 Diperbarui: 2 Februari 2018   08:08 1563
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Katanya Jl. Warung Buncit mau diganti menjadi Jl. AH Nasution? Boleh-boleh saja. Tapi agar tidak menyusahkan masyarakat perlu dilakukan dengan sebaik mungkin.

Seorang pengemudi taksi mengatakan kalau sudah diganti dan penumpang minta diantar ke Jl. AH Nasution, padahal pengemudi hanya tahu Jl. Warung Buncit, mungkin akan menghadapai masalah. Untuk itu penjelasan kepada masyarakat penting dilakukan.

Gubernur DKI Anies Baswedan bermaksud menyempurnakan Keputusan Gubernur Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penetapan Nama Jalan di Lingkungan DKI Jakarta antara lain untuk menampung keinginan Ikatan Keluarga Nasution untuk menggunakan nama jalan AH Nasution. Namun usulan itu perlu dipertimbangkan secara matang agar dapat bermanfaat bagi masyarakat dan dapat berlangsung dalam waktu panjang.

Anies Baswedan mengatakan rencana pergantian sejumlah jalan di Jakarta melibatkan unsur masyarakat, sejarawan, budayawan, dan ahli tata kota. Namun bukan hanya itu Indonesia perlu mengikuti aturan internasional yang dibuat untuk memudahkan kehidupan seluruh umat manusia. Sebelum melakukan perubahan, pemerintah perlu melakukan pembahasan yang mendalam dan menyeluruh agar benar-benar bermanfaat dan untuk jangka panjang.

Para Gubernur di seluruh Indonesia dan sebaiknya Mendagri dan para kepala daerah lainnya perlu bertemu dengan Badan Informasi Geospasial (BIG) yang merupakan pengganti Badan Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) yang selama ini sudah mengikuti pertemuan-pertemuan internasional seperti pengelolaan informasi geospasial PBB (United Nations Global Geospatial Information Management) sehingga nantinya tidak merugikan masyarakat.

BAKOSURTANAL dibentuk berdasarkan Keppres No. 63 tahun 1969 tanggal 17 Oktober 1969 untuk melakukan koordinasi dalam kegiatan dan pelaksanaan tugas surta (survei dan pemetaan) sehingga dapat tercapai adanya efisiensi serta penghematan pengeluaran keuangan negara, serta dipandang perlu untuk meninjau kembali kedudukan tugas dan fungsi badan-badan yang melakukan kegiatan surta untuk dipersatukan dalam suatu badan koordinasi surta nasional.

Kemudian sesuai dengan perkembangan zaman, BAKOSURTANAL digantikan oleh Badan Informasi Geospasial (BIG) berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (IG). Lahirnya BIG ditandai dengan ditandatanganinya Peraturan Presiden Nomor 94 tahun 2011 mengenai Badan Informasi Geospasial (BIG) pada tanggal 27 Desember 2011 yang berkantor di Kompleks Cibinong Science Center.

BIG berupaya bekerja keras dengan dukungan seluruh pemangku kepentingan di bidang informasi geospasial, dari unsur pemerintah, akademisi, pengusaha, profesional dan segenap masyarakat, untuk mengoptimalkan penyelenggaraan informasi geospasial untuk negeri.

Sebagai contoh ketika terjadi bencana alam di Sumatera maka dengan cepat suatu organisasi kemanusiaan dari Amerika Serikat mengirimkan bantuan obat-obatan ke sebuah kelurahan yang terkena dampaknya yang kebetulan bernama Surabaya. Peti besar berisi obat-obatan itu hanya bertuliskan bantuan kemanusiaan ke Surabaya. Maka bantuan itu sampai ke kota Surabaya, Jawa Timur. Setelah beberapa tahun dan setelah obat-obatan itu kadaluwarsa barulah diketahui bahwa dulunya itu ternyata ditujukan kepada kelurahan Surabaya yang terkena bencana alam.

Anies Baswedan mengatakan bahwa alasan merevisi Keputusan Gubernur Nomor 28 Tahun 1999 karena keputusan tersebut tidak melibatkan unsur masyarakat, unsur sejarawan, unsur budaya, unsur ahli tata kota, tapi lebih pada tim internal.

Memang sudah saatnya bagi kita untuk melakukan pengaturan dan pengelolaan yang lebih baik dengan melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan seperti BIG.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun