Pagi ini saya melewati jalan yang tergenang air dengan ketinggian sekitar 20-30 cm. Tapi di sebelahnya terbentang sungai atau kali yang cukup lebar di sepanjang jalan.
Sebelum pikiranku mengembara tentang banjir di kota yang kini dipimpin Anis-Sandi, saya mendekati petugas salah satu perusahaan properti.
"Mas, air yang tergenang sekitar 500 meter ini khan hanya dua meter dari kali, kenapa tidak dibangun saja saluran ke kali itu?" tanyaku ingin tahu apa kira-kira tanggapannya.
"Oh itu tanggung jawab Pemda Pak karena itu jalan besar" katanya seperti berupaya menghindari tanggung jawab.
"Tapi khan lalu lintas ke perusahaan anda ini menjadi terganggu dengan genangan ini?" lanjutku ingin sebenarnya agar perusahaan itu mau membuat pipa saluran mungkin hanya delapan meter untuk menyalurkan genangan air yang sudah dua hari berlangsung itu.
"Itulah Pak, kita berharap pemerintah segera membangun saluran" jawabnya tanpa mampu menangkap maksudku.
Saat ada waktu untuk menulis untuk Kompasiana aku bertekad untuk menuliskannya.
Sebenarnya siapapun yang memerintah akan sangat sulit melakukan pembangunan bagi masyarakat jika masyarakat hanya berharap kepada pemerintah saja.
Para perusahaan sebenarnya sudah paham bahwa mereka tidak boleh hanya mengejar keuntungan semata, tapi perlu juga menolong masyarakat sekitar (di negeri maju dikenal dengan istilah “corporate social responsibility” (csr)).
Perusahaan pengembang yang ada genangan air tepat di depan perusahaannya, sebenarnya bisa mendapatkan keuntungan yang lebih besar seandainya mau membangun saluran air untuk mengeluarkan genangan air ke kali yang sangat dekat jalan tergenang itu.
Melihat tayangan televisi yang merujuk pejabat meteorologi yang menyebutkan bahwa puncak musim hujan masih bisa berlangsung hingga Februari 2018, bukan mustahil akan bermunculan lagi genangan air yang lebih memacetkan Jakarta.
Sebelum beristirahat aku menyatakan tekad bahwa akupun mau ikut bekerja membangun saluran itu jika diperlukan....