"Kepada seluruh anggota, saya memohon persetujuan dalam forum rapat paripurna ini, bisa disepakati?" tanya Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin selaku pemimpin sidang paripurna di Gedung DPR Senayan, Jakarta pada Senin, 5 Oktober 2020.
"Setujuuuu," sahut mayoritas anggota yang hadir. Maka resmilah pengesahan Omnibus Law Rancangan Undang Undang (RUU) Cipta Kerja menjadi Undang Undang.
Tapi saya tidak ingin ngebahas Omnibus Law klaster Ketenagakerjaan yang lagi viral itu, saya masih ingin melanjutkan pembahasan klaster Jaminan Produk Halal (paragraf 8) karena ada beberapa perubahan yang krusial dibanding pada awal pengajuan RUU ini.
Ternyata beberapa Rancangan batal disahkan oleh DPR bahkan dikembalikan ke Undang Undang sebelumnya yaitu UU 33/2014.
*
1) Fatwa Halal
Fatwa Halal dimana pada RUU, "Ormas Islam yang berbadan Hukum" dapat mengeluarkan Fatwa dan Sertifikat Halal, tapi di UU, kata-kata "Ormas Islam yang berbadan Hukum" dihilangkan dan dikembalikan ke UU 33/2014, sehingga hanya MUI yang dapat mengeluarkan Keputusan Penetapan Kehalalan Produk.
Jadi yang mengharapkan dihilangkannya monopoli MUI di Sertifikasi Halal, mohon maaf harap menunggu lebih lama yaa.
Peran Ormas Islam nantinya ada di LPH (Lembaga Pemeriksa Halal) yang mempunyai tugas meng-audit perusahaan dan melaporkan hasilnya ke MUI.
2) Auditor Halal
Persyaratan Auditor Halal yang tadinya dicoret dari RUU dan akan diganti dengan Peraturan Pemerintah, akhirnya dikembalikan ke UU 33/2014 sehingga persyaratan ketat untuk menjadi Auditor Halal kembali diwajibkan.