Mohon tunggu...
Jilal Mardhani
Jilal Mardhani Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati

“Dalam kehidupan ini, selalu ada hal-hal masa lampau yang perlu kita ikhlaskan kepergiannya.”

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Re-Inventing Pancasila

1 Juni 2017   02:35 Diperbarui: 1 Juni 2017   03:02 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Indonesia tersedak.

Pancasila yang kita banggakan, hormati dan junjung tinggi sebagai dasar negara yang mempersatukan bangsa, ternyata selama ini acap terbengkalai. Bahkan kadang kita acuhkan.

Mungkin kita terlalu sibuk dengan bermacam hal darurat yang cenderung bersifat teknis. Entah memperbaiki yang rusak, merapikan yang terbengkalai, menata yang berantakan, mengejar yang ketinggalan, hingga mengumpulan, mengembangkan, dan membangun yang tersisa.

Kesibukan yang menyita waktu dan energi yang tak sedikit itu, nyatanya terus-menerus digoda, dijahili, diganggu, dihalangi, bahkan dipecundangi. Sebagian besar oleh segelintir pihak yang sebelumnya justru merupakan penyumbang terbesar dari semua kekacauan itu.

Ya, 32 tahun kekuasaan Orde Baru terlalu gegabah dan terang-terangan mencederai -- bahkan mengkhianati -- keluhuran makna filosofis dari Pancasila itu sendiri. Begitu banyak lakon dan laku yang dipertontonkan Suharto bersama kroni-kroninya yang jauh melenceng bahkan bertolak belakang.

Saya maklum pada upaya sejumlah pihak yang mencoba mengangkat romantisme saat P4 -- Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila -- digalakkan di masa pemerintahan Suharto dan Orde Baru dulu. Tapi sayapun tak mampu menyembunyikan senyum yang kecut jika mengingat masa-masa itu. Berdasarkan pengalaman pribadi dan pengamatan yang ada di sekeliling, program penataran itu, sesungguhnya banyak dilakoni semata karena keharusan. Bahkan acap membebani dan miskin penjiwaan. Semata-mata karena terlalu banyak hal yang berlaku sehari-hari di sekitarnya yang bertolak belakang dengan nilai-nilai yang sedang dipompakan kegiatan itu. Tapi, di tengah iklim kekuasaan pemerintah yang represif saat itu -- ketika kebebasan berpendapat dan menyuarakan kebenaran justru sering dibungkam semena-mena -- bagaimana mungkin sikap kritis mempertanyakannya bisa berkembang?

+++

Adalah sesuatu yang wajar dan sama sekali tidak berlebihan jika saat ini muncul dugaan yang kuat tentang runtuhnya pemahaman dan pengamalan nilai-nilai luhur Pancasila pada sebagian anak bangsa.

Adalah semestinya pula jika pemimpin dan penguasa negara kita -- bersama seluruh tokoh dan pemimpin elemen masyarakat -- kembali menyuarakan pentingnya kesetiaan bangsa ini terhadap keluhuran Pancasila.

Tapi agaknya harus dipahami sekaligus disadari bahwa maksud maupun upaya tersebut, saat ini, berhadapan dengan tantangan dan persoalan yang lebih kompleks.

Pertama karena iklim demokratisasi kita yang jauh lebih baik sehingga kini siapapun leluasa bersikap lebih kritis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun