Mohon tunggu...
Jilal Mardhani
Jilal Mardhani Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati

“Dalam kehidupan ini, selalu ada hal-hal masa lampau yang perlu kita ikhlaskan kepergiannya.”

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ya, Jokowi, tapi...

1 Agustus 2018   13:14 Diperbarui: 1 Agustus 2018   13:53 862
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hampir pasti, Indonesia akan memilih Joko Widodo kembali sebagai Presiden 2019-2024. Keyakinan atau keraguan pemilih mungkin hanya berpengaruh pada besaran kemenangannya. Cukup telak atau agak tipis.

Rakyat Indonesia hampir tak memiliki alasan untuk tidak lagi memilihnya. Semata karena pribadi beliau yang bersih dan bersahaja, ketulusannya bekerja untuk mengupayakan keadilan sosial, memeratakan kesejahteraan, serta menegakkan kedaulatan bangsa yang besar dan terdiri dari berbagai suku ini.  

+++

Tapi, sejak kehidupan demokrasi politik kita yang bergulir paska Reformasi 1998 lalu --- hal yang kemudian memungkinkan sosok seperti Joko Widodo terpilih dan ditunjuk rakyat Indonesia memimpin bangsanya --- persaingan memperebutkan kekuasaan di negara ini justru berlangsung semakin kacau dan norak.

Sistem demokrasi yang berlangsung, justru membuka jalan penyalah-gunaan kekuasaan yang semestinya ingin ditiadakan --- atau paling tidak dikendalikan --- suara terbanyak.

Sebab, kebebasan berekspresi dan mengemukakan pendapat, justru membuka ruang manipulatif untuk membenarkan berbagai keculasan dan pemgkhianatan. Mereka yang sesungguhnya memiliki rekam jejak kelam dalam perjalanan bangsa ini, secara terang-terangan mampu dan diperkenankan mengerahkan upaya untuk memperdaya kesederhanaan maupun keluguan masyarakat yang awam tentang politik identitas dan kepentingan

Semua itu kemudian mengacaukan persepsi, pemahaman, maupun keyakinan masyarakat luas tentang kebenaran yang hakiki. Propaganda masif, pengalihan issue, dan penebaran fitnah, kemudian mampu menutup rapat wajah pembunuh yang keji, dengan topeng pahlawan yang welas asih. Suara keras yang penuh muslihat berhasil membungkam akal sehat untuk menalar berbagai kebusukan yang pernah --- bahkan masih --- dilakoninya.

Tipu-menipu, saling memperdaya, dan penyanderaan justru kian menjadi bahasa sehari-hari yang bukan saja dimaklumi. Tapi juga diagung-agungkan.

+++

Ya, Jokowi memang harus melanjutkan semua yang telah dimulainya dengan bersusah payah. Hal yang kadang --- bahkan sering --- diganggu, dihalangi, bahkan sengaja digagalkan oleh mereka yang semestinya menjadi mitra perjuangan beliau

Semua kekacauan yang norak itu, pada akhirnya justru menyebabkan Joko Widodo tak mampu berbuat banyak pada cita-cita revolusi mental yang berkumandang di awal kepemimpinannya dulu. Beliau malah disandera oleh carut-marut sistem demokrasi politik kita sendiri. Sehingga terpaksa berkompromi dengan kepentingan partai-partai yang mengusung maupun mengepung gerak langkahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun