Mohon tunggu...
Jihni Rantika
Jihni Rantika Mohon Tunggu... Mahasiswa - Jihni Rantika

Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Inovasi Alternatif Kuota Internet di Dusun Tenggulungan

28 April 2021   11:30 Diperbarui: 28 April 2021   12:17 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto lokasi Dusun Tenggulunan, Wagir (dokpri)

Penulis1 Jihni Rantika, jihni.rant20@gmail.com

Penulis2 Riska Aprianti Lestari

Penulis3 Dra. Arfida Boedirochminarni, M.S.

Di dunia kini semakin maraknya wabah virus Covid-19 yang seperti mana kita ketahui virus ini berawal di Wuhan, China dengan banyak sumber yang mengatakan bahwasanya asal - usul munculnya virus ini berasal dari kelelawar. Covid-19 ini tanpa henti menyebarkan virusnya dengan tidak memandang siapapun itu. Covid-19 merupakan jenis penyakit menular yang bisa kita ketahui dan juga tidak bisa kita ketahui gejalanya atau dapat dikatakan ada Orang Tanpa Gejala (OTG). Gejala umumnya yaitu demam tinggi, batuk, dan sulit dalam bernafas. Virus Covid-19 bukanlah penyakit yang dapat kita sepelehkan. Mengapa demikian? Dapat penulis katakan demikian karena penyakit ini sangat cepat penularannya dan bahkan menimbulkan kematian yang cepat. Pada tanggal 11 Maret 2020, World Health Organization (WHO) telah mendeklarasikan kejadian ini sebagai pandemi yang mendunia (Cucinotta & Vanelli, 2020).[1]Dari pernyataan tersebut mengharuskan semua masyarakat tidak hanya satu kota atau satu negara saja, melainkan pernyataan ini mengharuskan semua masyarakat yang ada di dunia untuk melakukan karantina secara mandiri dirumah masing-masing guna menghindari perpanjangan mata rantai penyebaran virus Covid-19. Kasus Covid-19 diseluruh dunia saat ini telah mencapai sekitar 134 Juta orang dan di Indonesia sendiri telah tercatat sekitar 1,55 Juta orang. Angka ini menunjukkan rasa kesadaran, rasa peduli, dan sikap kebersamaan tidak berperan secara maksimal dalam manangani mata rantai penyebaran virus.

Sudah setahun lamanya Covid-19 menetap di Indonesia dengan berbagai dampak yang dirasakan oleh seluruh kalangan baik itu pemerintah ataupun masyarakat. Salah satu dampak yang dirasakan yaitu sektor pendidikan. Dimana pendidikan di Indonesia mulai dari tingkat TK, SD, SMP, SMA, dan Mahasiswa, hingga kini melakukan proses pembelajaran secara daring (online). E-learning atau disebut juga media pembelajaran online bukanlah sebagai media pengganti pendidikan, tetapi sebagai media penunjang pendidikan (Arsyad, 2011). Proses pembelajaran daring adalah proses pembelajaran secara online atau tanpa tatap muka secara langsung. Para pelajar mau tidak mau harus beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan yang ada yang awalnya sistem pembelajarannya berbasis tatap muka langsung, sekarang harus digantikan dengan sistem pembelajaran yang terintegrasi dengan jaringan internet secara online/ virtual. Menurut (Abidin & Arizona, 2020), pembelajaran online adalah bentuk pembelajaran jarak jauh yang memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informasi, misalnya internet, CD-ROM (langsung dan tidak langsung).[2] Proses pembelajaran secara online menghubungkan antara peserta didik dengan sumber belajarnya seperti database, intrusktur, dan perpustakan yang terpisah secara fisik, namun dapat berkomunikasi, interaksi, serta berkolaborasi. Media pembelajaran yang biasanya digunakan para guru maupun dosen adalah aplikasi belajar Google Classroom, Zoom, Google Meet, dan aplikasi pembelajaran lainnya. Menurut hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) terhadap penggunaan internet Indonesia dari Tahun 2019 hingga Tahun 2020 mencapai 73,7%. Angka ini meningkat dari Tahun sebelumnya 2018 yang mencapai 64,8%.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Nadiem Makarim membuat kebijakan daring ini memang dinilai baik untuk membatasi persebaran mata rantai virus Covid-19 dikalangan para pelajar. Dimana kebijakan ini memang tertuju pada pengutamaan kesehatan bagi semua pelajar di Indonesia. Adapun prinsip Nadiem Makariem dalam kebijakan tersebut adalah “Kesehatan dan keselamatan peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, keluarga, dan masyarakat merupakan prioritas utama dalam menetapkan kebijakan pembelajaran”. Namun, disisi lain kita juga harus melihat konsekuensi adanya proses pembelajaran daring ini yang berimbas pada meningkatnya ketimpangan pendidikan di Indonesia salah satunya berpengaruh pada karakter pelajar itu sendiri yang menjadi lebih lamban dalam berpikir mandiri, malas, minim membaca dan hanya selalu mengandalkan internet (google) terutama dalam mengerjakan tugas yang diberikan, Fakta ini tidak dapat dipungkiri lagi. kurangnya pengawasan guru dan pemahaman pelajar juga membuat para orang tua mengeluhkan hal ini, serta dengan adanya proses pembelajaran di rumah secara mandiri justru menimbulkan tekanan dan kecemasan akibat adanya banyaknya tugas yang diberikan dengan waktu pengerjaan yang sangat singkat. Banyak orang tua yang tidak bisa membagi waktu mereka untuk mengawasi anaknya karena harus melakukan pekerjaan yang lainnya. Selain itu, para guru juga harus menyesuaikan bahkan menyusun kembali materi yang akan disampaikan melalui pemanfaatan Teknologi, Informasi, dan Komunikasi (TIK). Tidak semua guru di Indonesia mampu menguasai TIK dalam mendukung proses pembelajaran secara daring ini. Sehingga, hal tersebut membuat para guru kesulitan dalam menyampaikan materi pelajaran kepada para siswanya. 

Tidak hanya masalah itu saja, proses pembelajaran daring tidak akan bisa terlaksana jika tidak terdapat sumber on internetnya yaitu kuota internet.[3] Hal terpenting dari proses pembelajaran daring adalah ketersedian kuota internet. Kuota internet adalah kuota yang digunakan untuk mengakses internet pada saat ingin digunakan. Jauh berbeda dengan proses pembelajaran sebelum masa pandemi Covid-19 yang dilakukan dengan tatap muka langsung, tingkat kebutuhan kuota internet tidak sebesar saat ini. Pengeluaran setiap rumah tangga kini ditambah dengan kebutuhan kuota internet. Menurut (Morgan, 2020), penggunaan kuota internet juga memunculkan pengeluaran biaya baru yang bisa menjadi masalah bagi beberapa siswa yang mengalami kesulitan finansial. Masyarakat Indonesia sedang mengalami goncangan pendapatan yang jauh berbeda dari perolehan sebelumnya. Virus ini tidak memandang kelas sosial di masyarakat, melainkan semua dipandang sama rata. Goncangan pendapatan mengakibatkan banyaknya angka kemiskinan dan bahkan meningkatkan angka kematian diluar kasus positif Covid-19.[4] Hal ini terjadi karena banyak tenaga kerja yang di PHK, pedagang dan bahkan perusahaan harus mengalami gulung tikar, serta masyarakat dari kelas menengah ke bawah banyak yang kekurangan gizi akibat tidak adanya penghasilan yang diterima. Keadaan perekonomian kini sulit untuk dikendalikan. Negara juga harus menerima resiko yang besar dengan utang luar negeri sebesar 417,5 Milyar Dollar AS atau sekitar Rp 5.803,2 Triliun. Angka ini berdasarkan laporan Bank Indnesia (BI) pada kuartal IV di Tahun 2020.

Meskipun saat ini ada kerjasama antara Kementerian Pendidikan dengan Telkomsel untuk memberikan kuota belajar bagi seluruh pelajar di Indonesia, nyatanya realisasi kuota belajar tersebut belum bisa dirasakan secara merata. Hal ini mungkin saja dikarenakan data penerima kuota belum sesuai dan masih banyaknya pelajar yang kurang mampu untuk membeli handphone atau media pembelajaran lainnya. Kondisi ini bisa mendorong menurunnya kualitas pendidikan di Indonesia.

Oleh karena itu, dengan melihat permasalahan kuota internet, penulis mengambil objek penelitian yaitu Dusun Tenggulunan yang memiliki inovasi untuk menghadapi permasalahan ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana inovasi alternatif pengganti kuota yang ada di Dusun Tenggulunan, Wagir ini dalam membantu para pelajar yang ada di dusun tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang menjelaskan kondisi penggunaan alternatif kuota internet di Dusun Tenggulunan.

Zaman semakin maju teknoogi-teknologi semakin berekembang dan pengetahuan masyarakat akan semakin meningkat juga. Bisa kita lihat dan kita rasakan sendiri bagaimana perubahannya dari waktu-kewaktu. Pada awalnya teknologi hanya digunakan oleh perusahan, universeitas, pabrik, hotel, dll. Seperti yang kita ketahui perekembangan teknologi tercepat hanya berada di wilayah perkotaan saja. Mungkin ada di beberapa desa-desa tetapi tidak sebanyak yang kita lihat di wilayah perkotan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun