Mohon tunggu...
ajid kurniawan
ajid kurniawan Mohon Tunggu... Freelancer - peladang multiplatform

laki-laki setengah abad yang berusaha menanam kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Sosok

Rahmad Mas'ud, Antara Mimpi dan Realitas

9 Oktober 2019   21:37 Diperbarui: 9 Oktober 2019   21:44 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
BACALON WALIKOTA BALIKPAPAN: Penulis (kedua dari kanan) bersama Rahmad Mas'ud.

Setidaknya, saya mencatat Rahmad Mas'ud memiliki  beberapa gagasan agar PAD meroket. Di antaranya optimalisasi aset menjadi sentra-sentra ekonomi. Semisal, mengoperasionalkan kembali eks Pelabuhan Somber. Masih di bidang kepelabuhanan, Rahmad juga melirik potensi terminal peti kemas di Kawasan Industri Kariangau (KIK).

"Selain memiliki potensi besar menyumbang PAD, dua sektor itu juga bisa menekan harga komoditas yang selama banyak didatangkan dari luar daerah," kata Rahmad.

Saya juga mengetahui hingga memasuki tahun keempat pemerintahan Rizal Effendi-Rahmad Mas'ud, sektor usaha di bidang kepelabuhan yang digadang-gadang sebagai primadona PAD belum juga terealisasi.

Apa yang menjadi penyebabnya? Saya tidak mau berspekulasi. Yang pasti, wali kota dan wakil wali kota sudah mengambil keputusan. Saya juga meyakini dengan latar belakangnya sebagai pengusaha di sektor kemaritiman, Rahmad Mas'ud sudah memberikan opsi-opsi dan melakukan assessment terhadap opsi-opsi tersebut.

Maka, penelusuran selanjutnya yang bisa dilakukan adalah mengevaluasi eksekutor program primadona PAD tersebut. Tentu saja bola itu ada di tangan Perusda. Juga SKPD terkait yang bersentuhan dengan program "mencetak" uang tersebut. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54/2017 tentang BUMD tegas mengatur bahwa kewenangan mengambil keputusan ada pada kepala daerah.

Ada persepsi bahwa wakil kepala daerah tidak ada perbedaan kedudukannya dengan kepala daerah, kecuali hanya pada pembagian tugas yang diatur oleh UU. Itupun dalam praktiknya dapat disepakati di antara keduanya ketika kesepakatan pencalonan berlangsung.

Sayangnya, setelah mereka terpilih, kepala daerah merasa paling berhak mengatur tugas wakilnya, dan tidak lagi berkomitmen dengan kesepakatan yang telah dibicarakan sebelumnya dengan wakil kepala daerah. Inilah di antara foktor mengapa konflik antara kepala daerah dan wakil kepala daerah sering muncul pasca pelantikan seusai pilkada dibanyak daerah. Demikian pandangan Asrinaldi A, Ketua Program Magister Ilmu Politik Universitas Andalas. 

Penyebab masalah ini adalah ambigunya peraturan perundang-undangan yang membagi tugas kepala daerah dan wakil kepala daerah. Ini dapat ditelusuri dari jabaran Pasal 66 ayat 1 UU No 23 Tahun 2014 yang menegaskan tugas wakil kepala daerah dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah.

Namun, jika diperhatikan pengaturan ini terkesan umum. Untuk melaksanakan tugas wakil kepala daerah, maka kepala daerah harus menerbitkan surat keputusan penugasan wakilnya. Bahkan dalam praktiknya justru yang terkesan dominan kepala daerah dalam melaksanakan tugas pemerintahan.

Itupun bergantung pada keinginan kepala daerah dalam menugaskannya. Sepanjang kepala daerah bisa melaksanakan tugas-tugas tersebut, maka surat keputusan tisak akan pernah dibuatkan untuk wakilnya. Kalaupun surat keputusan dibuat, maka penugasan wakil tersebut dibatasi pada tugas pemerintahan yang kurang strategis.

Gejala seperti ini acapkali membuat hubungan keduanya tidak harmonis. Persoalan ini menjadi besar tatkala kepala daerah merasakan adanya persaingan dengan wakilnya dalam mengambil pengaruh di birokrasi pemerintahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun