Mohon tunggu...
Jibril bennykhalid
Jibril bennykhalid Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN IMAM BONJOL PADANG

Komunikasi penyiaran Islam

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengaruh Budaya Jepang pada Kebiasaan Milenial

14 Juni 2021   13:50 Diperbarui: 14 Juni 2021   14:16 4636
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Budaya Jepang atau lebih di kenal dengan istilah J-Pop adalah serangkaian budaya dari Jepang seperti komik/manga, musik, film dan fashion, dan semua budaya J-Pop ini yang paling populer dan digandrungi oleh remaja di Indonesia adalah fashion, komik dan anime. Dan ini tentunya juga sangat berpengaruh terhadap kebiasaan baru yang tumbuh dalam kehidupan remaja atau kaum milenial di Indonesia.

Bisa dibilang generasi milenial hidup di tengah pengaruh berkembangnya berbagai budaya asing yang masuk ke Indonesia, dan salah satunya adalah budaya J-Pop. Dari orang dewasa sampai anak-anak bisa dibilang suka dengan budaya Jepang, ada yang cuma sekedar suka dan ada juga yang fanatik, kebanyakan adalah remaja. Remaja yang suka dengan budaya Jepang ini dinamakan wibu, mereka adalah orang yang sangat tergila-gila dengan J-Pop ,mereka menganggap dirinya sebagai orang Jepang bahkan sampai mengkoleksi semua hal yang berbau Jepang.

Lalu apa saja sih kebiasaan remaja yang muncul sekarang ini karena pengaruh budaya Jepang?

Yang pertama yaitu rebahan, rebahan atau nolep adalah salah satu kebiasaan yang sangat erat kaitannya dengan para wibu, nolep diambil dari kata no life, diplesetkan menjadi nolep, Kebanyakan para wibu ini kerjaannya hanya bermalas-malasan di rumah menghabiskan waktu berjam-jam hanya menonton serial anime favoritnya atau hanya sekedar online di berbagai media sosial untuk menghabiskan waktu tanpa melakukan kegiatan yang bermanfaat.

Para netizen sering menyebut mereka sebagai beban keluarga, sudah tidak bekerja alias pengangguran, kerjaannya cuma bermalas-malasan. Kebiasaan ini tentunya berpengaruh bagi produktivitas remaja, dimana seharusnya mereka mencoba hal baru dan mencari tantangan dalam hidup, malas juga berdampak pada kesehatan karena mereka jarang berolahraga Bahkan dalam sebuah penelitian mengatakan bahwa kemalasan adalah sebuah penyakit, dan akan berdampak buruk pada kesehatan maupun psikis seorang sehingga bisa mengurangi kebugaran, Sehingga solusinya adalah dapatkan dengan melakukan hal hal positif.

Kebiasaan lainnya seperti menggunakan nama nama yang mengandung unsur Jepang di akun media sosial, kebanyakan menggunakan nama tokoh dalam anime yang para wibu ini sukai, selain itu mereka juga memakai foto dari tokoh anime favoritnya sebagai foto profile akun media sosial atau akun game yang mereka miliki, ini hal yang biasa tentunya mengingat semua orang bebas berekspresi di media sosial.

Selanjutnya suka mencampurkan bahasa Jepang dan Indonesia saat berbicara atau chat di WhatsApp, Kalimat seperti "watashi laper" kalau di terjemahkan "Saya lapar" kedengarannya aneh bagi orang lain, tidak ada masalah kalau hanya ingin belajar bahasa Jepang dan digunakan di saat yang tepat seperti saat belajar, liburan atau untuk pekerjaan yang membutuhkan seorang yang bisa berbahasa Jepang tentunya akan menjadi hal yang bagus, tapi kalau hanya untuk gaya-gayaan sebaiknya tidak digunakan, lebih baik menggunakan bahasa Indonesia saja, kan orang Indonesia juga punya bahasa gaul yang keren.

Ketiga hal tadi adalah kebiasaan remaja yang timbul akibat budaya Jepang di Indonesia, yang ingin saya sampaikan disini adalah tidak ada masalah sebenarnya kalau kita menyukai budaya luar dan wajar saja hal ini terjadi di zaman 4.0 begitulah orang-orang menyebutnya sehingga pertukaran informasi dan budaya sangat cepat terjadi. 

Kebanyakan orang menonton anime hanya untuk sekedar hiburan, bahkan banyak juga remaja Indonesia yang belajar bahasa dan budaya Jepang secara autodidak dari anime dan itu merupakan hal yang hebat. Tapi permasalahannya adalah ada orang yang berlebihan sehingga timbul kebiasaan yang kurang baik seperti kebiasaan rebahan yang dampaknya cukup berpengaruh bagi hidup seseorang individu. Itu semua kembali lagi pada masing-masing individu bagaimana cara menyikapi suatu fenomena dengan bijak.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun