Arkeologi pendidikan yang terjadi di bilik-bilik kampus saat ini sarat dengan perwujudan liberalisme. Mulai dari privatisasi beberapa PTN terkemuka, praktik jual-beli ijazah, tarif pendidikan yang amat tinggi, perguruan tinggi abal-abal, dan sertifikat kegiatan akademik asli tetapi palsu menjadi gambaran pendidikan Indonesia saat ini. Semua ada karena produsen, konsumen, dan uang.
Legalitas merupakan bagian utama untuk meraih mimpi para konsumen ini (Teguh Triwiyanto; 2019). Sekolah akhirnya kini bukan menjadi sarana mencerdaskan kehidupan bangsa, malah jadi ladang kapitalisme. Segmentasi pasar adalah orientasi utama perwujudan pendidikan setengah jadi. Itu terjadi sekarang. Â
Sistem pendidikan nasional sekarang menghadapi persoalan liberalisme yang semakin kuat pengaruhnya, merangsek masuk dalam setiap komponen-komponen yang ada. Siswa menghadapi gelombang keterbukaan dan derasnya informasi yang ada.
Apabila tidak disiasati dengan militansi intelektual dan literasi yang kuat, mereka dapat terseret jauh dari nilai-nilai budaya. Guru atau pendidik dengan bekal kompetensi yang tidak memadai menjadi beban sekaligus pintu keterbukaan ilmu (yang tidak terkontrol) bagi siswa.
Dalam lingkungan kampus misalnya, tidak sedikit peristiwa-peristiwa sentimental yang dialami mahasiswa dalam relasinya dengan dosen. Indoktrinasi ilmu pengetahuan lewat kredit-kredit teori yang seolah-olah 'disahidkan' oleh ceramah seorang dosen berhasil mendobrak pemahaman peserta didik.
Teori benar--kita bersyukur, teori salah---naslah peserta didik. Sikap otoriter seorang pengajar yang enggan dikritisi juga menjadi beban moral peserta didik untuk mengeksplorasi kebenaran. Sepeleh, tapi ini pembodohan sistemik.
Pendidikan Jadi Dasar Indeks Pembangunan
Laporan Indeks Pembangunan Manusia 2015 yang dikeluarkan Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) baru-baru ini menyatakan Indonesia sebagai negara berkembang terus mengalami kemajuan. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia menempati peringkat ke-110 dari 187 negara dengan nilai indeks 0,684.
Jika dihitung dari tahun 1980 hingga 2014, berarti IPM Indonesia mengalami kenaikan 44,3%. Terdapat empat indikator yang digunakan untuk mengukur IPM Indonesia sejak tahun 2014, yaitu angka harapan hidup sebesar 68,9%, harapan tahun bersekolah 13,0, rata-rata waktu sekolah yang sudah dijalani oleh orang berusia 25 tahun ke atas sebesar 7,6, dan pendapatan nasional bruto per kapita 9,788.
Pembangunan harus menempatkan manusia atau warga masyarakat dalam kedudukan sentral dan menempatkan lingkungan sebagai sistem dengan manusia sebagai pusatnya (Muhadjir, 1987:11). Pembangunan Indeks Manusia yang disajikan oleh data di atas mengindikasikan bahwa pendidikan merupakan sentrum membangun manusia Indonesia yang berpotensi dan bermartabat.
Selaras dengan tujuan pendidikan nasional yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, maka tata kelola pendidikan harus ditata sedemikian rupa sehingga kebebasan memperoleh pendidikan yang layak harus adil dan merata.