Mohon tunggu...
YEREMIAS JENA
YEREMIAS JENA Mohon Tunggu... Dosen - ut est scribere

Akademisi dan penulis. Dosen purna waktu di Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengenang Indahnya Belajar di Eropa

7 Juni 2012   00:54 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:19 1841
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13390303031280773306

[caption id="attachment_186335" align="aligncenter" width="640" caption="Inilah kelompok mahasiswa dari berbagai negara yang mengambil Master of Bioethics. Penulis adalah kedua dari kiri. Sementara mahasiswa yang berjilbab adalah dari Indonesia juga. Foto ini diambil pada waktu sudah di Padua (italia) dalam sebuah acara jalan-jalan bersama. "][/caption] Belajar di Eropa dengan dengan dukungan beasiswa Erasmus Mundus tentu membanggakan. Tidak mudah mendapatkan beasiswa ini, karena orang-orang yang bersaing mendapatkannya pun sangat berkualitas. Saya mungkin termasuk salah satu dari sekian banyak orang yang beruntung. Mengenal Erasmus Mundus saja baru pada pertengahan tahun 2009, itu pun dikenalkan oleh seorang profesor filsafat asal Belanda yang sangat ingin saya belajar di Eropa. Saya tentu bersyukur, karena setelah mengirim seluruh berkas yang dibutuhkan ke universitas penyelenggara program, saya dinyatakan lulus dan diterima.

Barangkali banyak orang belum mengenal Erasmus Mundus, padahal kantornya ada loh di Jakarta. Kantor Erasmus Mundus Jakarta itu justru mewakili juga negara lain seperti Malaysia, Brunei, dan kalau saya tidak salah juga Singapura (maaf kalau salah). Sejauh belum ada perubahan, kantor EM ada di gedung bekas menara Dharmala Sakti di Jalan Sudirman. Jika ditanyakan ke mahasiswa tertentu yang mengenal EM, barangkali kesan yang paling langsung tampak adalah bahwa anak-anak EM yang belajar ke Eropa itu sebenarnya hanya jalan-jalan dan bukan belajar. Kesan ini salah, meskipun anak-anak EM memang harus belajar di lebih dari 1 negara (bahkan untuk program doktor).

Pada tahun 2009 itu saya mencoba peruntungan di program studi Master of Bioethics, nama resmi programnya Erasmus Mundus Master of Bioethics (EMMB). Program ini diselenggarakan di tiga universitas di tiga negara berbeda, yakni Katholieke Universiteit Leuven di Belgia, Radboud University di Nijmegen (Belanda), dan Universita degli Padova di Padua (Italia). Berkas-berkas di kirim ke universitas penanggung jawab (host), lalu diteliti dan dievaluasi oleh tim yang sudah ada. Kemudian merekalah yang memutuskan apakah menerima atau menolak calon penerima beasiswa. Karena program ini adalah advanced master, maka dipersyaratkan seseorang sudah memiliki ijasah S-2. Waktu itu saya memang sudah bergelar master di bidang filsafat.

Mengapa memilih Master Bioetika? Bioetika sendiri berasal dari kata bio (hidup) dan etika (dalam arti prinsip-prinsip moral untuk mengevaluasi benar salahnya tindakan moral). Per definisi, bioetika merupakan ilmu yang kepedulian utamanya adalah mempromosikan nilai-nilai moral (etika) dalam ilmu-ilmu yang berhubungan langsung dengan kehidupan manusia, misalnya kedokteran, biologi, lingkungan hidup, tetapi bahkan sekarang juga termasuk politik. Siapa pun yang memiliki minat besar pada pentingnya memperjuangkan nilai-nilai etika (moral) agar ditegakkan dalam ilmu-ilmu yang saya sebutkan tersebut bisa mempelajari bioetika. Bedanya, kalau saya memegang gelar master of bioethics, itu berarti saya tahu tidak hanya content (isi) ilmu tersebut, tetapi juga metodologinya.

Kembali ke studi di Eropa. Setelah dinyatakan diterima dari Katholieke Universiteit Leuven, saya pun menyiapkan diri untuk berangkat. Di kantor EM Jakarta selalu ada program sosialisasi sebelum keberangkatan. Program ini penting diikuti karena akan memberitahu kita bagaimana mempersiapkan diri sebelum datang ke Eropa. Ada banyak nasihat dan petunjuk teknis yang bermanfaat, mulai dari mempersiapkan mental sampai pakaian seperti apa yang harus dibawa, dan seterusnya.

Saya berangkat ke Leuven seorang diri dan sangat percaya diri, meskipun itu perjalanan pertama saya ke Eropa. Berbekalkan petunjuk dari rekan-rekan yang sudah pernah di sana, saya tidak mengalami kesulitan selama di perjalanan. Saya membutuhkan waktu sekitar dua minggu untuk menyesuaikan diri dengan kota Leuven dan lingkungan kampus sebelum mulai perkuliahan di pertengahan bulan September 2010. Ya, di bulan ini sebetulnya suhu udara di Eropa sudah mulai dingin, jadi pakaian yang agak tebal dan jeket memang sangat dibutuhkan. Pesawat yang saya tumpangi waktu itu (Malaysia Airlines) tiba di Amsterdam pagi-pagi, lalu dari Amsterdam bisa langsung naik kereta api ke Leuven di Belgia. Karena kedua negara ini berukuran sangat kecil, perjalanan dengan kereta pun tidak lebih dari tiga jam. Tiba di Leuven sudah menjelang sore dan mulailah hidup sebagai mahasiswa di kota kecil nan indah ini.

Program Erasmus Mundus memang dirancang sebegitu rupa sehingga mahasiswa penerima beasiswa tidak hanya belajar tetapi juga memiliki pengalaman budaya di beberapa negara Eropa. Leuven adalah kota pelajar dengan tradisi akademis yang sangat kuat. Masyarakatnya memiliki kultur yang cukup berbeda. Paling jelas kelihatan tentu dari segi makanan dan disiplin waktu. Dibandingkan dengan pengalaman hidup di Nijmegen (kota kedua yang menjadi tempat studi), misalnya, Leuven lebih memiliki variasi makanan. Kita bisa menikmati makanan di Leuven dengan harga yang cukup murah. Dari segi disiplin waktu, saya kira sama saja keadaannya di kedua kota tersebut. Kedua kota ini pun sama-sama dikenal sebagai kota pelajar.

Demikianlah, program kuliah saya diawali di Leuven sampai bulan Desember 2010. Awal Januari 2011 sudah harus berpindah ke Nijmegen. Perpindahan ini tentu tidak sulit jika tidak memiliki banyak barang. Karena itu memang dituntut untuk menahan diri memiliki banyak barang, termasuk buku-buku. Kuliah di Nijmegen dilaksanakan sampai bulan Maret 2010. Kota ini pun memiliki pesona tersendiri. Dikenal sebagai salah satu kota tua di Eropa, sisa-sisa peninggalan kerajaan Romawi dan kekuasaan Karel Agung dari Jerman masih bisa ditelusuri. Kota ini lebih modern dan luas dibandingkan dengan Leuven, meskipun makanannya tidak bagus. Konon katanya orang Belanda yang Protestan (dulu) tidak mementingkan makanan enak dibandingkan dengan orang Belgia yang Katolik (dulu).

Kuliah tiga bulan di Nijmegen, kami pun harus pindah ke Padua. Bulan April 2011 kami sudah harus berada dan mulai kuliah di kota ini. Bulan ini sebenarnya sudah musim semi, jadi iklim dan cuacanya sangat enak. Apalagi Italia tidak terlalu dingin (kecuali di Utara). Kota Padua dan masyarakatnya langsung memiliki karakter yang sangat berbeda dengan orang Leuven dan Nijmegen. Kesemrawutan lalulintas, pasar, dan kehidupan nampak jelas di kota ini. Belum lagi disiplin waktu yang masih di bawah standar orang Belanda. Meskipun demikian, kota Padua yang termasuk salah satu kota tua di Eropa juga memiliki pesona tersendiri. Ada banyak sekali pusat wisata yang bisa dikunjungi, tentu saja juga makanan berlimpah yang bisa dinikmati.

Belajar di Eropa tentu menuntut disiplin diri yang sangat tinggi. Menjadi penerima beasiswa dituntut agar menyelesaikan kuliah sesuai jadwal. Karena itu, hampir sebagian besar waktu digunakan untuk mengunci diri di kamar atau di perpustakaan. Ada banyak sekali paper yang harus dibaca sebelum kuliah. Dan tentu saja ada banyak sekali tugas. Belum lagi tuntutuan dan konsultasi penulisan Master Paper (semacam tesis kecil untuk meraih gelas master). Semuanya memiliki tenggat waktu yang sangat ketat, sehingga tidak taat pada jadwal dapat merusak seluruh program. Jika ada kesulitan dalam hal belajar, saya kira yang sulit bukanlah bagaimana menangkap dan memahami isi kuliah, tetapi bagaimana meneliti dan menulis paper sesuai dengan kaidah bahasa Inggris akademis. Saya mengalami kesulitan di bagian terakhir ini. Isi kuliah itu mudah, karena penerima beasiswa kan orang hebat-hebat di bidangnya. Yang harus diperhatikan lebih serius adalah bagaimana menulis paper (tesis) sesuai dengan kaidah penulisan paper akademis. Artinya, kendala bahasa tuturan itu tidak masalah, tetapi bahasa tulisan itulah yang harus lebih dikembangkan.

Beasiswa yang diterima setiap bulan (zaman saya itu diberikan 1000 Euro per bulan) sebenarnya cukup untuk hidup, sewa kamar, dan jalan-jalan. Pengalaman saya, sewa kamar paling maksimal adalah 400 Euro, lalu jika saya irit di makanan, maka saya memiliki cukup uang untuk bepergian ke kota-kota lain. Jarak antarkota di Eropa itu sangat bisa dijangkau oleh kereta api, karena itu disarankan untuk bepergian ke kota-kota tersebut. Bermodalkan searching di internet mengenai kota-kota wisata yang dekat dengan tempat kita studi atau membaca dari panduan pariwisata, kita sebetulnya memiliki informasi yang cukup untuk bepergian. Dan ini enak dilakukan di akhir pekan (Sabtu dan Minggu). Jika direncanakan dengan matang, perjalanan wisata dapat menjadi kesempatan yang menyenangkan pula (tentu dengan catatan agar pekerjaan perkuliahan tidak terbengkelai).

Bagi yang masih bujang, hubungan dengan keluarga di tanah air mungkin tidak terlalu menjadi kendala. Tetapi bagi yang sudah berkelurga seperti saya, kerinduan pada istri dan anak bisa menjadi masalah serius. Tentu dibutuhkan pengertian dan kesabaran semua pihak. Kemajuan sarana komunikasi sekarang bisa menjadi solusi atas masalah komunikasi ini. Inilah sepenggal kisah yang bisa saya bagikan. Tentu masih ada banyak sekali cerita yang bisa dibagikan, tetapi untuk sementara cukup di sini dulu. Akhir kata, bagi yang masih muda dan bersemangat, carilah kesempatan belajar di Eropa. Banyak beasiswa tersedia, salah satunya adalah melalui Erasmus Mundus. Siapa tahu Anda beruntung dan bisa berangkat studi ke Eropa. Semoga Anda bisa meraih mimpi-mimpimu. Salam!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun