Dalam melakukan perlawanan penjajah tidak hanya terjun langsung ke dalam medan perang, dan senjata yang digunakan tidak hanya senapan dan bambu runcing. Pada tahun 1945 sampai dengan 1949 sebagai bentuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia, banyak seniman dan jurnalis melakukan perlawanan lewat penggambaran visualisasi untuk mengobarkan semangat masyarakat Indonesia pada saat itu. Setelah didengungkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, situasi Indonesia pada saat itu belum sepenuhnya merdeka atau terbebas dari penjajah. Belanda dengan dukungan sekutu, datang kembali dengan segala cara untuk merampas kembali wilayah jajahannya. Propaganda menjadi salah satu cara yang strategis untuk menyatukan masyarakat Indonesia. Menurut Subekti (2021) dalam jurnal Poster  dan  Mural Senjata Seniman Memperjuangkan Kemerdekaan poster menjadi alat propaganda yang efektif ditengahnya lumpuhnya media massa seperti radio dan koran dalam revolusi kemerdekaan Indonesia (Prayoga, dkk. 2024).
Karya visual menjadi salah satu peran penting untuk mendukung kemerdekaan Indonesia yang baru saja didengungkan. Melalui karya visual seperti poster, karikatur, ilustrasi, dan lainnya menjadikan sebagai bentuk penaburan pesan-pesan nasionalisme dan memperkokoh identitas bangsa Indonesia yang baru saja merdeka. Â Poster adalah karya seni berupa gabungan dari suatu tulisan dan gambar yang dituangkan dikertas dan publikasinya dipajang di dinding.
Poster diatas merupakan karya dari seorang seniman Indonesia yaitu Affandi yang berkolaborasi dengan Chairil Anwar. Poster berjudul ‘ Boeng Ajo Boeng’ tersebut digambarkan seorang pemuda dengan tangan yang sudah terlepas dari borgol dengan berlatar belakang bendera Indonesia digambarkan dengan pesan yang berisi membangunkan semangat bangsa (Arafat, 2017). Penggambaran tangan yang sudah terlepas dari borgol bermakna pembebasan dari penjajahan.
Poster di atas merupakan contoh asli dari propaganda visual yang menggambarkan citra Belanda terhadap rakyat Indonesia. Poster ini memberikan rentang waktu dari tahun 1923 sampai 1948 yang menyoroti dua fase yaitu masa kolonial Belanda dan masa setelah proklamasi ketika Belanda ingin mengambil alih Indonesia kembali. Menurut NA, Algemeene Secretarie disisi atas sebuah gambar keadaan ditahun 1923, seorang Belanda duduk diatas seorang rakyat Indonesia dengan menarik tali yang terhubung dengan hidung. Penggambaran ini seperti halnya dengan hewan seperti sapi dan kerbau yang ditali. Lalu terdapat tulisan ‘Ke pasar Dunia’ bermakna hasil bumi Indonesia menjadi komoditas untuk ke pasar internasional ( Zara, 2023).Â
Kemudian di bawah terdapat gambar berlatar tahun 1948, masa dimana Indonesia telah merdeka namun kekejaman Belanda masih berlangsung . Digambarkan seorang Belanda sedang menyiksa seorang pria rakyat Indonesia dengan menusukkan senjatanya. Gambar seperti inilah yang memvisualkan kekejaman Belanda terhadap Masyarakat Indonesia. Poster ini adalah bukti bagaimana visual menjadi senjata dalam perjuangan politik dan sosial yang menunjukkan penderitaan sekaligus membangkitkan semangat juang dalam perlawanan.
Sumber :
ARAFAT, D. N. (2017). LUKISAN, POSTER, DAN MURAL SEBAGAI MEDIA PROPAGANDA MASA REVOLUSI INDONESIA (1945-1949) (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA).
Prayoga, D. E. T., Aji, R. I., & Sutejo, A. (2024). Poster-Grafiti Perjuangan Kemerdekaan Indonesia sebagai Media Komunikasi Sosial, Sejarah, dan Budaya. DESKOVI: Art and Design Journal, 7(2), 108-115.
Purwanto, B., & van Klinken, G. (2023). Dunia Revolusi: Perspektif dan Dinamika Lokal Pada Masa Perang Kemerdekaan Indonesia, 1945-1949. Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
      Â