GenBI menambahkan, maraknya penggunaan OSINT oleh pelaku juga perlu diwaspadai. Data sederhana yang dibagikan secara terbuka---seperti nama lengkap, nomor telepon, alamat email, bahkan informasi gaya hidup---dapat digunakan untuk menyusun pesan phishing yang lebih personal dan sulit dibedakan dari komunikasi resmi.
Peran Bank Indonesia dan Literasi Keuangan
Bank Indonesia bersama komunitas GenBI mendorong peningkatan literasi finansial digital sebagai langkah preventif. Melalui program-program edukasi, GenBI aktif mengingatkan masyarakat agar selalu waspada terhadap modus penipuan online yang memanfaatkan tautan palsu.
"Selain memahami cara kerja layanan keuangan digital, masyarakat juga perlu membangun kebiasaan aman. Jangan pernah membagikan kode OTP, PIN, atau password kepada siapa pun, bahkan jika pesan itu mengatasnamakan bank," lanjut pernyataan GenBI.
BI juga mengimbau masyarakat untuk selalu memeriksa alamat situs resmi sebelum melakukan transaksi. Aplikasi perbankan sebaiknya hanya diunduh dari sumber resmi, seperti Google Play Store atau App Store, untuk menghindari malware yang menyamar sebagai aplikasi keuangan.
Masyarakat diingatkan agar:
Tidak langsung mengklik tautan mencurigakan, meskipun terlihat seperti berasal dari bank atau lembaga resmi.
Selalu memverifikasi nomor atau alamat situs pengirim.
Mengaktifkan autentikasi dua faktor (2FA) untuk menambah lapisan keamanan.
Menyimpan data pribadi dengan hati-hati dan tidak membagikannya secara sembarangan di internet.
Melaporkan tautan mencurigakan ke pihak berwenang atau ke bank terkait untuk mencegah jatuhnya korban baru
Modus tap link mungkin bukan hal baru, tetapi fakta di lapangan menunjukkan masih banyak masyarakat yang belum waspada. Minimnya kesadaran inilah yang menjadi celah bagi pelaku kejahatan siber untuk menjerat korban, dengan dampak yang bisa menghabiskan tabungan seumur hidup.