Mohon tunggu...
Rut Sri Wahyuningsih
Rut Sri Wahyuningsih Mohon Tunggu... Penulis - Editor. Redpel Lensamedianews. Admin Fanpage Muslimahtimes

Belajar sepanjang hayat. Kesempurnaan hanya milik Allah swt

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bisakah Barat Menghargai Kearifan Lokal?

7 Maret 2021   19:39 Diperbarui: 7 Maret 2021   20:55 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : desain pribadi

Pulau Bali identik dengan pariwisata, bahkan orang Barat lebih mengenal Bali daripada Indonesia dan mengira Bali negara terpisah dari Indonesia. Sehingga pemandangan yang biasa jika kita berkunjung ke Bali, orang bule jumlahnya hampir sama banyak dengan penduduk asli, mereka bermukim di Bali dengan tujuan pariwisata bahkan hingga mengganti kewarganegaraan mereka. 

Namun tetap saja, interaksi budaya barat dan timur tidak semuanya bisa mulus diterima masyarakat, sekalipun sangat toleran sebagaimana Bali. Sebagaimana dilansir tribunnews.com, 5 Maret 2021, masyarakat Bali merasa tidak nyaman dengan munculnya pemberitaan mengenai "Kelas orgasme" yang  dilabeli "Tantric Full Body Energy Orgasm Retreat" itu dibendrol seharga US$600 atau Rp8 Juta, dengan seorang instruktur bule bernama Andrew Barnes. 

Mereka yang tidak terima salah satunya, designer asal Bali, Niluh Djelantik. Niluh menyebut bahwa tingkah laku oknum-oknum bule ini telah merusak citra Pulau Dewata. Menanggapi kontrovesi ini, Wakil Ketua Komisi III DPR RI asal Fraksi Partai NasDem Ahmad Sahroni meminta Polda Bali untuk segera turun tangan menyelidiki penyelenggaraan kegiatannya. Sebab warga asing juga harus selalu menghormati kebudayaan lokal dan nilai adat istiadat di Bali (tribunnews.com, 5/3/2021).

Komjen Pol Agus Andrianto menjelaskan pihak kepolisian sudah mengamankan penyelenggara yang merupakan dua warga negara asing, Kanada dan Australia. Penyelenggaraan sudah mengakui kesalahan sehingga segera menghapus unggahannya di media sosial karena merasa tak pantas ( sindikatpos.com, 7/3/2021).

Mungkin baru Bali yang mencuat fakta terkait persinggungan dengan warga asing di daerah wisata. Bisa jadi kejadian serupa juga terjadi di tempat-tempat wisata yang lain di wilayah Indonesia namun  luput dari pemberitaan. Padahal jelas, persinggungan dengan warga asing tak hanya menimbulkan dampak merugikan sesaat. Juga bukan hanya kerugian material tapi juga immaterial. 

Banyak hal yang sebenarnya sudah menjadi kekayaan kearifan lokal, terkait adat istiadat dan norma susila yang terpaksa dihilangkan atas nama pariwisata. Prostitusi terselubung, judi, minuman keras , berpakaian setengah telanjang, berdua-dua bukan dengan pasangan dan lain-lain yang berasal dari budaya kafir perlahan namun pasti masuk ke dalam budaya lokal. Tak ada penolakan sebab di jargonkan ini bagian dari pengenalan budaya bangsa di dunia internasional.

Makin terbuka kita, makin banyak norma susila dan sosial dihilangkan maka makin maju bangsa dan makin besar pendapatan negara. Urusan bobroknya moral, rusaknya mental , hilangnya generasi bela agama, bela bangsa dari keterpurukan menjadi urusan kesekian.

Ironinya, semua karena kita mengikuti standar UNESCO sebagai badan budaya internasional . Dan menjadikannya sebagai pihak yang paling  berhak mengatur urusan pariwisata negara-negara di dunia. Berikut dengan pendanaan sarana dan prasarana pariwisata yang menggandeng pihak asing  makin mengeratkan ikatan cengkeraman asing kepada dunia Muslim. Yang notabene memiliki kekayaan alam yang luar biasa. Sumber daya manusia yang murah dan banyak. 

Lantas pertanyaannya? Bisakah Barat Menghargai Kearifan Lokal kemudian tidak merusaknya? Jawabnya tidak! Selamanya, budaya barat hanya bisa membawa kerusakan sebab arah pandang yang dibawanya adalah sekular, bahkan menjadi asas bagi setiap perbuatannya dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Arah pandang inilah yang yang kemudian menjadikan standar kebahagiaannya bukan Rida Allah melainkan manfaat semata. Selagi mendatangkan manfaat , biarpun haram tetap akan dikerjakan. 

Hendaknya kaum Muslim lebih waspada. Jangan sampai pariwisata yang tujuannya taddabur alam, mensyukuri nikmat Allah atas penciptaan alam semesta menjadi bencana sebab menjadi wasilah barat menguasai negeri-negeri Muslim dan mengambil keuntungan semata. Wallahu a'lam bish showab.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun