Mohon tunggu...
Sosbud

Batik Cetak Mengancam Batik Tradisional

27 Januari 2019   13:48 Diperbarui: 27 Januari 2019   13:49 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Baru-baru ini di Yogyakarta banyak beredar batik cetak yang dijual dengan harga murah dan motif beragam. Hal ini dikeluhkan oleh para pengrajin batik. Harusnya ada regulasi untuk memproteksi batik tradisional.

Bahkan, Hening Karnomo, batik cetak tidak bisa disebut batik. Disebut batik itu ketika pakai malam. Kalau batik cap masih bisa disebut batik karena masih menggunakan malam.

Batik cetak memiliki keunggulan dalam hal kuantitas produksi sehingga ongkos produksi dapat ditekan seminimal mungkin sehingga harga jualnya pun sangat rendah. Motif yang ditawarkan pun beragam. Satu-satunya keunggulan batik tradisional, yakni nilai budaya yang masih dijunjung tinggi.

Isu ini sempat mengemuka saat Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas prihatin banyak yang tidak mengerti beda batik cetak dan tradisional saat JIBB September lalu. Ia juga berharap Gubernur dapat memberlakukan suatu regulasi agar pengrajin batik tradisional mampu menahan gempuran batik cetak. Namun, sampai saat ini belum ada perkembangan berarti untuk menyelesaikan permasalahan ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun