Oleh: Jemi Kudiai
Identitas Papua Tengah di Tengah Modernisasi
Di antara sembilan program prioritas yang dirumuskan Gubernur Papua Tengah Meki Nawipa, ada dua program yang sering dianggap "lunak" dibanding pendidikan, ekonomi, atau infrastruktur: pelestarian budaya dan rekonsiliasi perdamaian.
Namun, justru di situlah letak legacy sejati Papua Tengah. Pembangunan fisik bisa diukur dengan panjang jalan dan banyaknya gedung. Tetapi pembangunan identitas hanya bisa diukur dengan rasa percaya diri rakyat Papua terhadap dirinya sendiri.
Sebagaimana diungkapkan oleh Benny Giay, intelektual Papua:
"Pembangunan di Papua sering gagal karena melupakan dimensi kultural. Masyarakat kehilangan identitas, sementara pembangunan hanya dihitung dengan angka-angka proyek."
Papua Tengah harus belajar dari pengalaman ini. Modernisasi tidak boleh merusak akar budaya, tetapi justru memperkuatnya.
Pelestarian Budaya: Dari Ritual ke Ruang Publik
Nawipa berjanji untuk menjadikan budaya Papua sebagai bagian dari pembangunan daerah. Ini bisa diwujudkan dengan cara sederhana: menjadikan bahasa daerah, tarian, musik, dan simbol-simbol lokal hadir di ruang publik.
Bayangkan jika setiap kantor pemerintahan di Papua Tengah punya desain arsitektur khas Mee, Moni, atau Damal. Bayangkan jika kurikulum sekolah mewajibkan pengenalan bahasa lokal dan sejarah masyarakat adat.
Seperti saya pernah katakan:
"Budaya bukan sekadar tarian seremonial untuk menyambut pejabat. Budaya adalah identitas. Ia harus hadir dalam pendidikan, ekonomi, dan politik. Jika kita kehilangan budaya, kita kehilangan arah."