Mohon tunggu...
JBS_surbakti
JBS_surbakti Mohon Tunggu... Akuntan - Penulis Ecek-Ecek dan Penikmat Hidup

Menulis Adalah Sebuah Esensi Dan Level Tertinggi Dari Sebuah Kompetensi - Untuk Segala Sesuatu Ada Masanya, Untuk Apapun Di Bawah Langit Ada Waktunya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Paskah : Misteri Keagungan Kasih Tuhan dan Kealpaan Manusia

3 April 2021   08:39 Diperbarui: 4 April 2021   21:16 485
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sampai hari ini sebagai seorang Nasrani saya secara pribadi pada setiap perayaan Jum’at Agung dan kemudian Minggu Paskah dari waktu ke waktu selalu ada begitu banyak pertanyaan mengapa karya kasih agung Tuhan kapada manusia melewati akal dan pikiran yang tidak akan mampu terselami sampai kapanpun. Dan perenungan terhadap kasih Kristus di kayu salib dari waktu ke waktu secara pribadi semakin mencoba pemaknaan lain menambah arti sesungguhnya dari perayaan Paskah itu sendiri.

Paskah yang dalam bahasa Inggris disebut pula “Passover” yang berarti melewatkan. Pada Perjanjian Lama kala bangsa Israel dalam perbudakan Mesir menginginkan juruselamat bagi mereka untuk keluar dari kolonialisme dan imperialisme selama lebih dari 400 tahun di tanah Mesir. Dan Musa sebagai abdi Allah diperintahkan Tuhan untuk setiap pintu rumah orang Israel dibubuhkan tanda darah dari sembelihan anak domba jantan, karena Tuhan akan menurunkan tulah kesepuluh bagi Mesir (Keluaran 12:5-7). Demikianlah atas perintah Tuhan bila ada tanda darah maka malaikat Tuhan akan melewatkan tulah, namun bagi setiap pintu yang tidak memiliki tanda darah pada kedua tiang pintu dan ambang batas setiap rumah di Mesir mengalami kematian, yaitu kematian bagi tiap-tiap anak sulung di tanah Mesir. Dari anak sulung Firaun, sampai kepada anak sulung tawanan bahkan sampai anak sulung hewan sekalipun berujung pada kematian, tidak ada satupun dari setiap pintu rumah yang tidak dibubuhi darah anak domba itu yang tidak mengalami petaka. Darah anak domba sembelihan kala itu menjadi tanda keselamatan, kebesaran dan keagungan Tuhan untuk kemudian membebaskan bangsa Israel keluar dari Mesir. Sebagai tawanan (budak) hampir 7 generasi dengan hidup dalam segala penderitaan kemudian sirna seketika oleh tanda sebuah “darah anak domba”.

Rencana Allah Vs Logika Manusia 

"Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia." (Matius 16:23)

Secara historis hari peristiwa paskah pertama di atas ke peristiwa penyaliban Kristus adalah kurang lebih 1.300 tahunan. Sebuah perjalanan waktu yang sangat panjang bagi peradaban suatu Bangsa. Dimana saat itu bangsa Israel kembali menjadi tawanan dan jajahan dari bangsa Romawi. Kurang lebih 100 tahunan saat penyaliban Kristus dan status bangsa Israel kembali merupakan koloni dari Kekaisaran Romawi.

Sebagai bangsa yang terjajah tentunya kehadiran Kristus pada saat Dia lahir telah membawa isu politik pada saat itu, sehingga Herodes Yang Agung sebagai Raja di Yudea memaksa segala daya untuk memburu dan menyembelih setiap anak yang lahir atau berumur 2 tahun kebawah di Betlehem dari kaum Israel karena dinubuatkan sebagai Raja Baru (Matius 2:16). Suatu ancaman nyata akan keberadaan kekuasaan oleh seorang yang berkuasa, termasuk Raja Herodes tentunya.

Nubuatan akan kehadiran Mesias atau juruselamat pada momen itu adalah bagaimana Israel sebagai bangsa atau kaum kembali lagi menjadi bangsa yang merdeka, bebas dari belenggu tawanan. Namun antara fakta, dasar kemanusiaan dan keimanan sangatlah berbeda. Saya pribadi bisa membayangkan kondisi kehidupan sosial sebagai kaum terjajah pasti bahkan sangat pasti ingin keluar, merdeka dan memiliki kehidupan yang layak dan sejahtera. Dalam bayangan kehidupan masyarakat tentunya secara politik dan sosial, keberadaan Yesus setelah lahir dan kemudian semakin besar untuk memulai bekerja memberitakan kabar baik sebagai seorang Mesias adalah bukan sebuah pekerjaan yang mudah.

Bangsa terjajah seperti kaum Israel saat itu pastilah menginginkan kemerdekaan secara sosal dan politik. Mari kita coba menganggap kita adalah salah satu dari mereka (bangsa Israel) yang hidup pada masa-masa penjajajahan, dengan segala bentuk tekanan dan penderitaan hidup bahkan kelaparan, kemisikinan dan penindasan yang kemudian diperhadapkan dengan kehadiran Kristus menyatakan dirinya sebagai “Raja” bukan hanya buat Israel tapi Mesias, Sang Juruselamat dunia. Saya tidak bisa dengan mudah untuk mengatakan saya adalah termasuk orang yang menerima “berita baik” dari Kristus itu. Bahkan dengan keterbatasan dan pengharapan saya ingin merdeka dalam artian sebagai bangsa atau negara maka saya saya bisa memastikan saya adalah termasuk orang atau bahagian kelompok yang akan menyangkal Kristus yang hadir itu dulu adalah sebagai orang yang ngawur, bermimpi, dan nabi palsu. Saya pastikan, saya adalah orang yang akan sangat meragukan seorang “anak tukang kayu” akan menjadi pemimpin dalam upaya membebaskan suatu bangsa melawan kebesaran dan kekejaman Kekaisaran Roma dengan bala tantara atau kekuatan Militernya yang tangguh.

“Dan orang-orang yang menahan Yesus, mengolok-olokkan Dia dan memukuli-Nya”. (Lukas 22:63)

Mengapa? Harapan bangsa Israel yang terjajah adalah merdeka dan sejahtera namun justru yang hadir adalah seorang seperti "tukang obat”. Maaf saja secara kemanusiaan dan logika sadar siapapun dari kita pasti akan menjadi sama dengan mereka-mereka yang mengatakan “Salibkan Dia, Salibkan Dia”. Akan melakukan tindakan yang sama dengan “orang-orang” yang menyeret Kristus dari Taman Getsemani untuk ditangkap dan dibawa kepada pengadilan maupun pemerintah setempat. Dan akan saya menjadi bahagian dari “orang-orang bayaran” atau “pasukan nasi bungkus” yang berdemo di depan Herodes dan Pilatus sebagai suruhan dari Imam-imam Farisi dan Ahli Taurat (Kaum Tinggi Agamawan).

Berat untuk mengatakan dan membela diri kalau kita akan mengatakan tidak. Percayalah saya dan anda pastilah salah satu dari mereka-mereka yang kemudian meludahi, mendera, mencaci-maki, mengolok-olok dan merendahkan Dia bahkan menginginkan Dia untuk segera dienyahkan dari dunia supaya tidak merendahkan perjuangan kemerdekaan kaum Israel saat itu dengan sosok yang lebih tangguh dan kuat baik secara starategi perang maupun politik demi bebas dari konialisme Roma.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun