Mohon tunggu...
Abdul Karim
Abdul Karim Mohon Tunggu... Relawan - Pegiat Sosial

Kebenaran dan kedamaian adalah dua hati yang terpaut pada simpul kebebasan. Untuk tegakan kebenaran kadang harus korbankan kedamaian, untuk memelihara kedamaian kadang harus mengekang kebabasan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Information Society Masyarakat Tebing Siring

22 Juli 2020   08:23 Diperbarui: 22 Juli 2020   08:20 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

 Cerita ketepurukan masyarakat selama masa pandemic Covid19 terjadi dimana-mana, namun bagi desa Tebing Siring, Kecamatan Bajuin, Kabupaten Tanah Laut -- Kalsel, penderitaan itu hanya melengkapi apa yang telah dialami selama ini, bertahun-tahun. 

Desa ini tidak hanya terpencil secara teknologis, namun juga terisolir secara infrastruktur. Jalan dari luar menuju  ke Tebing Siring masih campur aduk antara aspal, tanah keras dan  adonan lumpur, yang di musim kering menebar debu dan di musim hujan menjadi bubur.

Sinyal telekomunikasi sudah menyentuh desa yang di dalamnya terdapat 3 SD Negeri ini. Arus globalisasi dan informasi menghampiri rakyat di sana. Sebagian penduduk sudah memegang hand phone 2G yang isinya pulsa dan belum bisa dimuati paket data. 

Untuk mendapatkan sinyal 3 atau 4 G, mereka harus berburu dataran yang agak tinggi. Sementara itu, mereka ingin tetap mengikuti zaman karena perintah menteri pendidikan agar seluruh sekolah menerapkan school from home di masa Covid19. Tentu saja mereka kelabakan karena tidak memiliki smartphone dengan BTS 4G.

Tidak bisa menerima tugas PR dan mengirim balik ke guru sejatinya tidak menjadi masalah bagi anak-anak SD itu. Hanya guru-guru saja yang repot, bagaimana caranya membuat laporan. Tidak bersekolah bagi anak-anak di desa itu adalah sebuah blessing. Membantu orang tua menyadap karet (manurih) atau menanam padi di sawah (bahuma) barangkali jauh lebih penting.

Sekelumit gambaran ini, mungkin menjadi representasi dari ratusan desa miskin yang dihuni puluhan juta penduduk Indonesia. Untung saja Indonesia masih termasuk Negara berkembang, yang baru saja naik kelas menjadi ekonomi menengah ke atas, sehingga kondisi kemiskinan dan ketiadaan infrastruktur dapat ditoleransi dengan alasan masih dalam proses pembangunan. Artinya kemiskinan yang dialami suatu desa bukan karena sebuah accident, tetapi hasil design kebijakan pembangunan bertahap yang dijalankan oleh Negara.

Pembangunan bertahap itu juga terjadi di sektor  Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Sektor ini menjadi buah bibir setidaknya dalam masa pendemi Copid19, karena TIK  menjadi solusi paling efektif dalam menjalankan berbagai kegiatan masyarakat dalam platform social distancing. Dan sayangnya, justru di sektor TIK inilah kita punya banyak kelemahan. 

Tidak hanya sebatas ketiadaan aplikasi-aplikasi (sehingga hampir semua orang harus pakai Zoom yang notabene produk asing), tetapi juga menyangkut ketersediaan (avialabelity), dam keterjangkauan harga (affordability) sehingga ada emak-emak yang buat status "beli paket sembako aja susah, apalagi paket data".

Dalam hal ini, Desa Tebing Siring tidak sendirian. Bahkan daerah-daerah di pulau Jawa masih banyak mengalami hal serupa. Jangan dikata Papua atau Kawasan Timur Indonesia umumnya. Terbetik kabar di www.detik.com, Teara Noviyani  Sekar Melati warga dusun Nalan II, Desa Kenalan, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang yang harus membawa laptop ke pinggir jalan raya sekedar untuk mendapatkan sinyal. Kalau tidak, mahasiswi Universitas Muhamadiyah Magelang ini tidak dapat mengikuti kuliah daring.

Tentu keadaan seperti ini bukan kesalahan siapa-siapa. Bencana hebat ini datang tak berkabar jauh-jauh hari. Indonesia tidak punya bayangan sama sekali bahwa suatu ketika Negara dan Bangsa ini harus mengandalkan teknologi informasi dan komunikasi secara utuh dalam kehidupannya. Makanya kita tak punya contingency plan.  

Kita sudah lama mengenal internet, sejak dekade 90-an. Namun setelah 30 tahun berlalu kita hanya menjadi bangsa pemakai. Menurut data KompasTV, sebanyak 174 juta penduduk Indonesia adalah pengguna internet. Sebanyak 160 juta pengguna aktif media social dengan durasi online rata-rata 3 jam 26 menit per hari. Bahkan kalo melihat data jumlah simcard, semua penduduk Indonesia sudah punya nomor telepon genggam. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun