Serah terima Surat Keputusan (SK) kenaikan Jabatan Guru Besar Yusdani sebagai Profesor dalam bidang Ilmu Hukum Perdata Islam di Universitas Islam Indonesia (UII) pada 15 Mei 2025 yang lalu, bukan sekadar seremoni akademik biasa. Di balik kebahagiaan Rektor UII, Prof. Fathul Wahid, saat menerima Surat Keputusan pengangkatan Yusdani sebagai Profesor, tersembunyi alasan fundamental yang berkaitan dengan keberlanjutan pendidikan tinggi, khususnya Program Doktor Hukum Islam di Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) UII.
Sebagai universitas swasta tertua di Indonesia, UII dikenal sebagai institusi yang tidak hanya mempertahankan tradisi akademik, tetapi juga menjaga keberlangsungan program-program strategisnya. Salah satu syarat minimal penyelenggaraan Program Doktor, sebagaimana diatur dalam regulasi pendidikan tinggi di Indonesia, adalah kehadiran paling tidak dua orang Guru Besar tetap di bidang keilmuan yang relevan. Dengan turunnya SK Profesor Yusdani, Program Doktor Hukum Islam UII kini telah memenuhi syarat tersebut. Sebelumnya, program ini memiliki dua Guru Besar, Prof Amir Mu'allim dan Prof. Tamyiz Mukharrom, karena pada tahun 2024 lalu Prof. Amir Mu'allim purna tugas, pada akhirnya hanya memiliki satu Guru Besar aktif, yakni Prof. Tamyiz Mukharrom. Artinya, penambahan satu Guru Besar lagi menjadi syarat mutlak agar program ini tetap dapat berjalan secara baik.
Hal ini yang membuat Rektor UII menyatakan bahwa ia paling gembira saat menerima SK pengangkatan Prof. Yusdani dari Kementerian Agama  Republik Indonesia, melalui Koordinator Kopertais Wilayah III DIY, Prof. Noorhaidi Hasan, S.Ag., M.A., M.Phil., Ph.D., kepada Rektor UII, Prof. Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D., yang kemudian diserahkan langsung kepada Dr. Yusdani. Dalam konteks manajerial pendidikan tinggi, kegembiraan tersebut tidaklah berlebihan. Jika tidak ada tambahan Guru Besar, program doktor yang telah dirintis dengan penuh perjuangan sejak 2010 itu bisa saja menghadapi ancaman penghentian. Maka, capaian Prof. Yusdani dapat dimaknai sebagai tindakan penyelamatan akademik.
Lebih dari sekadar formalitas administratif, hal ini juga merupakan pencapaian akademik yang mencerminkan konsistensi Prof. Yusdani dalam bidang keilmuan. Sejak aktif sebagai dosen tetap FIAI UII, Prof. Yusdani dikenal luas melalui kontribusinya di bidang hukum Islam, pemikiran keislaman kontemporer, dan kajian multidisipliner. Kepakarannya dalam Ilmu Hukum Perdata Islam membuktikan bahwa hukum Islam tidak sekadar berhenti di tataran normatif, tetapi juga bisa menjadi sistem hukum yang dinamis dalam konteks negara hukum modern.
Lebih jauh lagi, keberadaan Prof. Yusdani sebagai Guru Besar bukan hanya berdampak pada Program Doktor, tetapi juga pada ekosistem akademik UII secara menyeluruh. Posisinya sebagai dosen pada Program Doktor FIAI UII, keterlibatannya dalam berbagai forum ilmiah, serta kiprahnya dalam menulis dan meneliti, menjadikan beliau role model bagi dosen-dosen muda, mahasiswa dan para jeniornya. Dalam wawancara, Prof. Yusdani pun menegaskan bahwa gelar Profesor bukanlah akhir, tetapi awal tanggung jawab yang lebih besar untuk terus mengembangkan ilmu, membimbing generasi muda, dan menjaga marwah keilmuan Islam yang rahmatan lil 'lamn.
Kini, dengan dua Guru Besar aktif, Program Doktor Hukum Islam FIAI UII memiliki landasan yang lebih kokoh untuk melangkah ke depan. Namun, tantangan tidak berhenti di sini. Ke depan, UII perlu terus mendorong percepatan jabatan akademik untuk para dosennya agar tidak hanya memenuhi kebutuhan administratif, tetapi juga membangun budaya akademik yang produktif, kritis, dan berdaya saing global. Dalam hal ini, capaian Prof. Yusdani menjadi penanda penting bahwa regenerasi ilmuwan Muslim di Indonesia masih mungkin terus tumbuh, asal diberi ruang, kepercayaan, dan dukungan institusional yang kuat.
Dengan demikian, sosok Prof. Yusdani hari ini bukan hanya Profesor untuk dirinya sendiri, tetapi juga penopang keberlanjutan akademik, penyelamat masa depan Program Doktor, dan cermin cita-cita besar UII sebagai kampus yang merawat ilmu dengan integritas, nilai, dan visi peradaban, serta sebagai penguat terhadap lembaga Pusat Studi Siyasah dan Pemberdayaan Masyarakat (PS2PM) yang didirikannya.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI