Mohon tunggu...
Kus Harijanti. drg. MKes. SpPM
Kus Harijanti. drg. MKes. SpPM Mohon Tunggu... Dokter Gigi Spesialis -

Dokter gigi kekhususan di bidang oral medicine (penyakit mulut). Alumni FKG Unair angkatan 1972

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Getar Dawai yang Terputus

22 November 2017   14:35 Diperbarui: 22 November 2017   18:15 695
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Thing thong, hpku berbunyi, tanda ada pesan masuk. Setelah kubuka, aku tidak kenal namanya, nomornya belum tercatat di inbox-ku. Terbaca dilayar...Assalamualaikum, apa ini nomor hpnya pak Yudimanto? Lalu kubalas.....Maaf ini dari mana? Ooh ...ternyata dari Eddy, temanku semasa SMP sampai SMA di Tulungagung. Di-tengah2 aku jaga praktikum mahasiswa, aku berkangen ria dengan Eddy lewat chat. Inilah salah satu keuntungan hidup di abad XXI. Dengan adanya telepone seluler , maka komunikasi dengan teman/kolega/saudara menjadi sangat lancar. Apalagi dengan ditemukannya Watch App,maka teman2 yang sudah puluhan tahun tidak ketemu menjadi bisa saling komunikasi, bercakap bersama dalam grup walau tanpa bertemu muka.  

Selama bercakap dengan Eddy sampailah pada satu pertanyaannya yang sangat menggelitik dan mendorong keinginan-tahuku untuk mengetahui lebih lanjut. Terhalang kewajibanku membimbing praktikum mahasiswa, maka komunikasi dengan Eddy aku tangguhkan. Sore harinya aku tidak sempat membuka chat karena aku harus buka warung (istilah untuk dokter gigi yang buka praktek sore). Tapi fikiranku tidak bisa lepas dari kalimat yang diucapkan Eddy. Baru jam 22.00 aku bisa santai. Lalu kubuka hpku lagi, tapi tidak ada respon dari sahabatku tadi......yaah mungkin sudah tidur. Barulah keesokan harinya aku bisa berkomunikasi lagi dengannya.

Pada waktu itu aku baru saja lulus jadi dokter gigi dan  aku diterima menjadi dosen di almamaterku. Alhamdulillah...Allah telah memberikan karunia yang sangat besar padaku. Mungkin yang paling bahagia adalah ibuku, karena beliau sudah memenuhi pesan almarhum ayahku agar aku tidak sampai putus kuliah. Sore itu sesampai aku di Tulungagung, aku kabarkan berita ini kepada ibu dan adik2ku. Selain itu aku juga akan mengabarkan berita  ini pada seorang gadis yang selalu ada dalam hatiku.

Dengan rasa yang sangat bahagia, pagi itu aku pergi ke Kalangbret sebuah kecamatan kira-kira 4 km disebelah barat kota dengan naik sepeda motor Ducati peninggalan ayahku. Aku melewati jalan aspal yang lebar yang sering dilewati truck, dikanan kiri terbentang sawah yang luas dan hijau, berbatas gunung yang diselimuti awan putih, semilir angin sejuk dengan langit biru yang berhias burung-burung camar yang kadang menukik.. ..... aku hirup nafas dalam-dalam, aku menikmati suasana yang indah pagi ini. 

Kira-kira dalam jarak 30m dari rumah Sumiati, kulihat ada janur yang melengkung di pintu halaman rumahnya. Setiba didepan pagar, terlihat ada terop di halaman, juga  batang pisang yang tergeletak bahkan tundun pisang bersama pohonnya yang masih terpasang dipintu rumah. Berdesir hatiku....aku mulai curiga. Tiba-tiba aku dipanggil seseorang.....mas Yudi!! Ternyata Baidi yang memanggilku, Baidi adalah tukang becak yang setiap hari mengantar Sumi ke sekolah. Baidilah yang kemudian cerita bahwa Sumi sudah kemaren menikah dan tadi malam adalah pesta perkawinannya dengan menanggap wayang kulit semalam suntuk. Aku masih belum percaya dengan cerita dari Baidi. Aku berusaha untuk meyakinkan hal ini dengan menemui ayahnya.

Ternyata betul apa yang dikatakan Baidi, Sumi sudah menikah!!! Dengan kata terbata-bata aku minta ijin pada ayahnya untuk bertemu. Aku ingin bertanya  kenapa dia tidak memberitahu aku kalau mau menikah?.....tapi ayahnya tidak mengijinkan dengan alasan demi kebaikan kami berdua. Dengan langkah gontai kemudian aku pamit pulang.  Memang dalam kurun waktu  lebih dari setahun ini aku tidak mengabarkan dan tidak mendapatkan kabar darinya. Tapi aku selalu ingat dengan kata2ku yang pernah kuucapkan padanya bahwa aku ingin hidup bersamanya suatu hari nanti. Apakah dia lupa dengan apa yang kuucapkan?

Aku duduk di batu dibawah pohon. Gemericik air dari kali bening didepanku, tak mampu mendinginkan hatiku. Daun-daun bergoyang karena angin semilir yang mengusap lembut wajahku, pun tak mampu memadamkan bara api yang berkobar di hatiku. Rasanya sesak oleh kemarahan, kekesalan dan kejengkelan yang memenuhi rongga dada, juga kekecewaan yang telah merajang hati. Lama aku tercenung sendiri.....sampai terdengar azan dhuhur berkumandang. Tetap dengan langkah gontai aku beranjak dan menaiki sepeda motorku menuju pulang. Ingin sekali kutabrakkan tubuhku ke truck yang lewat, kalau saja bayangan wajah ibuku dan ketiga adiku tidak  hadir dalam benakku.

Hari demi hari berlalu, bulan berganti tahun. Tak terasa umurku sudah menginjak kepala tiga lebih. Dua adiku perempuan sudah berumah tangga, bahkan aku sudah dipanggil pakde oleh dua keponakanku, adiku yang laki juga sudah bekerja. Ibuku sudah sering bertanya kapan aku menikah. Apakah disekelilingku tidak ada perempuan ? 

Bukan! Bahkan sangat banyak perempuan cantik di sekelilingku, mereka adalah mahasiswiku. Di FKG terkenal dengan gudangnya perempuan cantik. Aku memang belum berminat, aku pengin membahagiakan ibu dan adik-adikku. Atau mungkin karena aku masih teringat pada Sumi? Aku sudah tidak pernah bertemu dengan Sumi dan aku memang tidak mau untuk bertemu dengannya lagi. Dengan berlalunya waktu bayangan Sumi tertumpuk dengan sejuta peristiwa dan makin terkubur di dasar hati.

Akhirnya aku menikah dengan perempuan sholekhah pilihan ibuku yang terpaut 7 tahun di bawahku. Sekarang, aku mempunyai 3 putri yang cantik-cantik, yang pertama adalah dokter yang kawin dengan seorang pengusaha, yang kedua masih kuliah tingkat akhir dengan mengambil jurusan teknik arsitektur dan yang ketiga masih SMA. Tidak ada yang kurang dalam hidupku, aku mencintai keluargaku. 

Sampai suatu ketika, Eddy sahabatku semasa remaja, mengingatkanku kembali pada Sumi, karena memang dialah yang menemani aku pada saat terjadi kegoncangan jiwaku karena ulah Sumi. Ternyata sekarang Sumi menjadi bidan di sebuah puskesmas di Jawa Tengah tepatnya di Mungkid Magelang. Bara yang sudah padam, kembali memercikan api, memang sesungguhnya masih ada pertanyaan yang tetap mengganjal dalam hatiku yang sampai saat ini belum kutemukan jawaban. Dan pertanyaan itu ada dalam ruang hatiku yang sewaktu-waktu bisa hadir kembali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun