Ketidakpastian menjadi kata  yang selalu dibicarakan dalam diskusi-diskusi mengenai apapun saat ini.Â
Setiap munculnya informasi diketemukannya strain baru covid-19 memicu ketakutan-ketakutan baru di masyarakat. Apalagi ada prediksi dari scientist bahwa setelah covid-19 ini akan muncul "penyakit  X" yang katanya lebih berbahaya dari  covid-19.Â
Entah kabar ini benar atau tidak masih perlu dibuktikan kesahihannya.Â
Serba tak pasti -- mewarnai setiap langkah dan pertimbangan apapun yang akan dibuat.Â
Lalu para pengusaha mulai mencari-cari bentuk model bisnis apa yang cocok dijalankan setelah masa pagebluk covid-19 ini berlalu. Tidak ada satupun orang yang tau kira-kira yang paling cocok apa.Â
Tetapi jika diamati dengan seksama -- model bisnis dimana resiko disebar sebanyak mungkin -- setiap orang hanya menanggung sebagian daripada resiko yang besar, sepertinya cocok dijalankan pada masa post covid.Â
Berkaca pada Uber -- kendati bisnis secara keseluruhan turun -- pos-pos biaya Uber juga turun drastis, artinya perbandinganya adalah berbanding lurus. Para pemilik kendaraan masing-masing menanggung resiko kendaraannya sendiri. Sedangkan Uber juga hanya menanggung biaya infrastruktur untuk memediasi saja.Â
Yang mana biaya ini seperti dikatakan tadi akan berbanding lurus dengan aktifitas bisnis. Mungkin dalam skala yang lebih kecil -- sebagaimana kita kenal sehari-hari yaitu bisnis bagi hasil.Â
Ada yang menyediakan tempat berjualan -- penjual tidak ditarik sewa tapi berdasarkan prosentase penjualan yang terjadi. Sepertinya model-model seperti ini 2 sampai 3 tahun kedepan akan menjadi tren sampai dengan situasi kembali "normal".Â
Yang pasti bisnis keuangan -- terutama bursa saham akan merebak dan mencapai masa jaya selama masa covid-19 ini. Kendati disana-sini muncul prediksi bursa-bursa saham dunia akan mengalami penurunan. Sepertinya penurunan bursa saham masih mungkin terjadi di tahun 2022 -- bukan saat ini di tahun 2021.Â