Mohon tunggu...
HERRY SETIAWAN
HERRY SETIAWAN Mohon Tunggu... Konsultan - Creative Coach

membantu menemukan cara-cara kreatif untuk keluar dari kebuntuan masalah

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Membebaskan Industri Rokok dari Cekikan Pajak

24 Januari 2021   13:10 Diperbarui: 24 Januari 2021   13:12 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: liputan6.com

Industri rokok belakangan ini mendapatkan sindiran dari Jusup Kalla, ketika dalam sebuah seminar mengatakan bahwa 3 orang terkaya di Indonesia berasal dari pemilik pabrik rokok, tidak seperti di Amerika dimana orang terkaya berasal dari pemilik perusahaan tehnologi. Ungkapan ini seolah hendak mengatakan bahwa betapa “terbelakangnya” kita dari orang-orang lain. 

Menurut saya tidak sama sekali, cara pandang itu boleh dikatakan keliru. Kalau boleh “diluruskan” industri rokok adalah industri yang paling tidak berubah dibandingkan dengan industri lain alias minim sekali inovasi. 

Inovasi-inovasi yang dilakukan hanya bersifat kosmetik tidak radikal sedangkan di zaman disrupsi ini dibutuhkan tangan-tangan inovator yang revolusioner. 

Ya, inovasinya hanya dikemasan rokok, dari yang batang rokoknya gendut menjadi “kurus”, yang biasanya 1 kotak isi 10 atau 12 batang dibuatkan menjadi 50 batang. Selebihnya tidak ada. 

Sekarang adalah waktunya untuk berubah bagi industri rokok. pabrik-pabrik rokok harus keluar, apabila tidak maka setiap tahun “cekikan” pajak dileher mereka akan semakin ketat, sehingga tidak lagi tersisa nafas dan harus tutup. Industri rokok yang di banggakan hanya tinggal nama saja. Walaupun pemiliknya sudah kaya raya. 

Perubahan harus dimulai dari cara pandang para pengambil keputusan, bahwa industri rokok  adalah industri yang bisa mengganggu kesehatan bagi penikmatnya. Kalau cara pandang ini tidak bisa mereka jauhkan dari cara berpikirnya maka selamanya industri rokok tidak akan bisa melalui zaman disrupsi ini. 

Saya lupa waktunya, dalam sebuah wawancara,  seorang petinggi pabrik rokok “digoda” dengan pertanyaan nakal seorang wartawan – apakah bapak merokok produk pabrik bapak? – si petinggi pabrik itu sedikit gelagapan menjawab pertanyaan yang diluar dugaan ini. Ia menjawab bahwa ia sama sekali tidak merokok karena ia merasa harus bertanggung jawab terhadap kesehatannya. 

Wow….  inovasi model apa yang diharapkan dari pabrik rokok ini, jika merokok dibenaknya sudah merupakan perbuatan yang akan  merusak kesehatan. Tapi sekali lagi biar saja, itu bukan urusan kita. Sayapun sudah tidak merokok lagi. he..he..

Jika saja pabrik rokok mau melakukan inovasi, sekali lagi – bukan inovasi yang bersifat kosmetik, maka jalannya terbuka lebar sekali. Mari kita lihat dan telisik, apa saja jalan yang bisa ditempuh. 

Pertama, bagian yang paling banyak menyumbang zat-zat berbahaya dalam rokok, konon menurut mereka yang berkecimpung didalamnya adalah proses setelah panen tembakau dilakukan. Kita ringkas saja, sebelum diproses sebagai rokok, tembakau terlebih dahulu disimpan – nah proses penyimpanan ini tembakau disemprot dengan banyak sekali zat-zat kimia agar tembakaunya bisa diproses selanjutnya. 

Kalau saja proses ini tidak dilakukan dengan menggunakan zat-zat kimia berbahaya untuk kesehatan, maka tentu hasil akhirnya akan juga berkurang kadar berbahayanya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun