Mohon tunggu...
Lusia Imelda Jahaubun
Lusia Imelda Jahaubun Mohon Tunggu... Wiraswasta - Gadis desa dengan mimpi bisa mengelilingi dunia

Karena beberapa perasaan sulit untuk diungkapkan, maka menulislah.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tanpa Judul | Menjemput Mimpi Bagian I

19 Januari 2018   00:10 Diperbarui: 19 Januari 2018   00:12 481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hidup terasa begitu berat setalah bisnis yang baru dibangun harus segera ditutup.  Rumah yang seharusnya dipakai untuk membuka  usaha terpaksa harus dikontrakkan ke orang lain. Semua aset yang sudah terpasang dicabut, semua pendanaan harus dikembalikan dan Laras harus melarat lagi menjadi orang biasa yang tinggal di kos-kosan sempit. Semua karyawan mulai meninggalkannya satu persatu. 

Sulit memang untuk menjalani hidup tanpa pemasukkan. Keuangan semakin hari semakin merosot. Satu-satunya cara untuk bertahan hidup di kala itu adalah berhemat, mengandalkan uang yang tersisa 1 juta sekian, yang sudah terpotong harga kos-kosan, untuk membiayai hidup kedepannya. Tidak terpikirkan olehnya untuk mencari pekerjaan lain karena Laras harus menemui kenyataan bahwa dia mengalami stress berat dan sulit untuk bangkit. Laras kehilangan gairah untuk hidup setelah pemanggilan ke kantor polisi dijalaninya 2x berturut-turut. Didudukkan ditengah-tengah pemangku kekuasan hanya karena kertas kecil yang bertuliskan kata "IJIN" yang tidak dimilikinya.

"Kak, ayo makan" Ajakan singkat yang membuyarkan lamunan Laras sore itu.

"Kamu saja Dek, kakak belum lapar" Jawaban Laras tanpa memandang ke 2 orang yang sudah dianggapnya sebagai adik dan yang selalu mengikutinya  kemana-mana.

"Tapi kakak belum makan dari kemarin."

"Sudah kalian makan saja! Saya tidak lapar!" Bentakan Laras yang mengagetkan ke-2 adiknya.

Hari terus berganti  dan Laras masih dalam posisi terpuruk yang sama, susah berkomunikasi dengan dunia luar dan hanya bisa berdiam diri di kamar. Sisi positif dari keuangan yang semakin menipis adalah keterpaksaan untuk  harus mulai  bangkit dari kungkungan stress yang membelenggu. Gadget yang ditangannya dipakai untuk menghubungi beberapa teman hanya  untuk sekadar berbagi tekanan hidup yang dipikulnya. Tidak terpikirkan untuk meminta bantuan mereka. 

Dalam kekalutan yang semakin membelenggu, terpikirlah Laras untuk menghubungi bos tempat kerjanya dulu. Chatingan singkat siang tu sempat membuat air matanya menetes, bukan karena penolakan, namun karena penerimaan kembali setelah sempat mengajukan pengunduran diri.

"Siap-siap ke Bali ya, ntr langsung ke kantor, tanda tangan surat perjanjian lalu siap-siap, malam kamu berangkat ke Bali."

Sempat berat untuk harus meninggalkan ke-2 adiknya dan harus melangkah ke Bali, namun jika Laras terus terpuruk dalam kondisinya yang sama, maka bisa dipastikan kehidupannya akan berakhir sampai disitu.

Sesampainya di Bali, Laras disambut oleh rekan yang sudah menunggu. Semua perasaan tertuang dalam curhatan malam itu kepada rekan kerjanya di Bali. Semuanya beban sedikit demi sedikit mulai ringan. Pekerjaan mulai berjalan dengan sebagaimana mestinya. "Semua akan baik-baik saja Ras, yang penting kamu jangan berhenti berusaha." Laras hanya memandangi temannya dengan senyuman sembari kembali ke tempat tidurnya untuk beristirahat. "Kamu masih mau membuka usaha yang sama jika keadaan sudah mulai normal lagi?" Laras dengan tenang menjawab: "Itu mimpi yang tidak akan saya kubur, saya akan tetap membuka bisnis sendiri sekalipun saya harus memulai dari nol, Mbk. Istirahat yuk, Besok kita harus kerja kan?"

Kedua sahabat itu hanya bisa saling menatap dan mulai tertidur perlahan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun