Mohon tunggu...
Mbah Paito
Mbah Paito Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Jangan ada guling diantara kita.,.,.,.,.,

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Si Bolang (Bocah Petualang vs Bocah Ilang)

9 Desember 2012   07:22 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:57 588
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Salah satu acara TV favoritku adalah Si Bolang di Trans 7. Si Bolang menampilkan kehidupan anak-anak dari seluruh penjuru nusantara, sebuah acara yang menarik ditengah minimnya tontonan untuk anak-anak sekarang ini. Meski kini aku bukan bocah lagi, namun acara tersebut mengingatkanku pada kenangan-kenangan waktu kecil dulu. Dulu setelah pulang sekolah, anak-anak begitu bersemangat untuk pulang kemudian ganti baju trus bermain bersama teman-teman. Mulai dari main sepak bola, petak umpet, perang-perangan, nyari jangkrik, nyari ikan, ngutil rambutan/mangga (don't try this at home), masak-masakan, pasar-pasaran sampai mandi di kali mewarnai hari-hari kami waktu itu.

Itulah salah satu enaknya jadi anak desa.  Meski jauh dari hingar bingar dan kemewahan kota, nyatanya mereka masih bisa menikmati indahnya romantisme desa.Bandingkan dengan anak-anak kota, apalagi anak-anak sekarang. Jika ada dua orang anak, yang satu dari desa dan yang satu dari kota sama-sama disuruh menceritakan aktivitasnya setelah pulang sekolah, maka akan didapat dua jawaban yang sangat kontras. Cerita anak desa pasti lebih bervariasi dibandingkan cerita anak kota.

Aku melihat aktivitas keponakanku yang masih TK, sangat jauh jika dibandingkan masa kecilku dulu. Di usianya yang belum ganjil 7 tahun, aktivitasnya sudah sangat teratur. Pulang sekolah ngerjain PR sekolah, kemudian tidur siang, bangun tidur terus ngaji, pulang ngaji bersepeda di sepanjang gang rumahnya, kadang pulang ngaji langsung les (seminggu 2 x). Habis maghrib ngerjain PR ngaji (ngajipun kini ada PRnya) atau PR les, terus disuruh belajar sebentar kemudian nonton TV, atau kadang jalan-jalan dengan kakakku keliling surabaya. Begitulah aktivitas sehari-hari keponakanku. Bagiku sungguh memprihatinkan, jika dibanding aktivitas anak-anak seusianya di kampung halamanku. Aku tak tega, sebagai mahasiswa keguruan, aku tahu tahapan psikologis perkembangan anak dalam kaitannya dengan pendidikan. Namun kakakku juga tak bisa disalahkan begitu saja. Sistem pendidikan yang kini hanya mengutamakan kognitif, mahalnya bisaya pendidikan ditambah minimnya lahan untuk bermain bagi anak-anak kota membuat kakakku dan beribu-ribu orang tua terjebak di dalamnya. Ketakutan akan ketinggalan pelajaran, hingga tidak bisa masuk sekolah negeri atau sekolah favorit, membuat orang tua mengorbankan masa kanak-kanak anaknya yang seharusnya lebih banyak bermain.

Jika melihat anak-anak di kampung halamanku maupun kampung-kampung lain yang jauh dari hingar-bingar kota. Mereka mendapat pelajaran yang sama, kurikulum yang sama hanya mungkin fasilitasnya yang berbeda. Sepulang sekolah mereka bermain, belajar pada malam hari, itupun kalau ada PR. Mereka tidak ikut les, tidak ada jam tambahan pelajaran di sekolah. Namun mereka juga bisa lulus UN, beberapa diantaranya bisa masuk sekolah favorit. Lho kok bisa ya?

Aku nggak tahu apakah anak-anakku nanti bisa menikmati romantisme desa seperti yang pernah aku alami atau justru hanya di rumah nonton TV, main PS dan main komputer. Yang jelas jangan sampai mereka jadi Si Bolang (Bocah Ilang), ya bocah ilang. Bocah yang kehilangan masa kanak-kanaknya....

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun