Teori Fetisisme Komoditas
Fetisisme pada komoditas merupakan rangkaian dari proses konsumsi pada produk setelah perilaku konsumsi menjadi bersifat konsumtif dan berkembang menjadi gaya hidup (Mulvey, 1993; 1996).Â
Fetisisme ini berkaitan dengan konsumtivisme yang mana seseorang mengkonsumsi barang/produk diluar kebutuhannya. Bagi Marx, cara seorang individu menerima dan mengalami dominasi kapitalis, berbeda dari cara bagaimana sistem kapitalisme itu bekerja (Marx, dalam Lloyd, 2008).Â
Dengan demikian, berbeda dengan teori dominasi atau hegemoni sistem kapitalisme, dalam Teori Fetisisme Komoditas, yang menjadi fokus adalah bagaimana kapitalisme bekerja membentuk kepercayaan pada tataran individu.
Dalam relevansinya dengan kapitalisme, fetisisme menjadi salah satu pondasi yang menyebabkan kapitalisme tetap bertahan dan abadi. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Bourdieu (1989) melalui teori distingsi sosialnya bahwa status quo kapitalisme dipertahankan oleh perilaku individu-individu di dalamnya melalui cara konsumsi mereka dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut pengembangan teori dari Adorno Cara yang dilakukan kapitalis untuk mempertahankan eksistensinya melalui fetisisme komoditas ialah mendominasi kebutuhan-kebutuhan riil manusia dengan 'kebutuhan' semu untuk melakukan pertukaran yaitu dengan mengkonsumi berbagai komoditas yang dihasilkan para produsen kapitalis tersebut.Â
Dengan demikian, dalam fetisisme komoditas, asas pertukaran mengaburkan sekaligus mendominasi asas manfaat dengan cara menyamarkan dirinya sebagai objek kenikmatan.
Budaya Populer dan Fetisisme Komoditas
Komoditas benda menjadi sesuatu yang menarik ketika konsumen melekatkan makna kepada komoditas tersebut. Seperti yang telah dijabarkan diatas, makna ini merupakan makna tambahan yang berada di luar fungsi bawaan sebuah produk.Â
Contohnya, sepatu yang berfungsi sebagai alas kaki dan pelindung kaki, apabila memiliki merek tertentu akan memiliki makna berbeda di benak konsumen. Makna direpresentasikan dalam beberapa sistem yang dapat berdiri sendiri, yang juga bisa terjalin dalam sebuah strategi marketing yang rumit.Â
Contohnya paduan gambar dan narasi produk banyak digunakan dalam media cetak untuk memamerkan produk sekaligus menciptakan struktur semantik yang menjadi penghubung antara produk dan konsep makna yang diberikan, meskipun kadang kedua hal tersebut tidak memiliki hubungan langsung.