Mohon tunggu...
Dr J Anhar RHT MPd
Dr J Anhar RHT MPd Mohon Tunggu... Dosen

Ahli Linguistik Forensik

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Membaca Kekerasan Sebagai Teks, Kajian Tiponomi Dalam Linguistik Forensik Pada Kasus Tewasnya Diplomat Muda.

22 Juli 2025   17:55 Diperbarui: 22 Juli 2025   17:51 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: Diplomat Muda Yang Tewas. Sumber: https://www.google.com

A. Makna Tiponomi dari Lakban Kuning di Kepala diplomat muda (Sebagai Teks Non-verbal)

Lakban kuning yang dililitkan di kepala seorang diplomat muda bukanlah sekadar benda atau alat yang digunakan dalam tindakan kejahatan fisik, melainkan dapat dimaknai sebagai bentuk teks non-verbal yang sarat makna dalam perspektif tiponomi. Dalam kajian tiponomi linguistik forensik, setiap bentuk ekspresi, baik verbal maupun non-verbal, dikategorikan sebagai teks yang memiliki struktur, fungsi, dan intensi komunikasi tertentu. Lakban kuning dalam konteks ini membentuk sebuah teks performatif ekstrem, yaitu tindakan yang menyampaikan pesan tertentu melalui simbol fisik tanpa harus menggunakan bahasa lisan atau tulisan. Pelilitan lakban di kepala korban bukan hanya membungkam secara harfiah, tetapi menyampaikan pesan diam yang sangat kuat: dominasi, intimidasi, dan pemutusan total terhadap kemampuan korban untuk berkomunikasi, berpikir, dan bernapas fungsi-fungsi dasar kemanusiaan.

Warna kuning dari lakban pun menambah dimensi makna dalam teks non-verbal ini. Dalam semiotika warna, kuning sering dikaitkan dengan tanda peringatan, bahaya, atau batasan. Dalam konteks ini, penggunaan lakban kuning secara simbolik mengandung unsur ancaman dan penegasan kekuasaan. Ia bukan hanya alat pembunuhan, tetapi sekaligus menjadi lambang peringatan terhadap siapa pun yang berani menentang, membocorkan informasi, atau mengungkap kebenaran. Dari sudut pandang tipologi, tindakan tersebut dapat diklasifikasikan sebagai teks simbolik represif tindakan yang menyampaikan makna penaklukan terhadap suara, identitas, dan otoritas korban. Dalam kasus seorang diplomat, simbol ini juga dapat dimaknai sebagai serangan terhadap institusi yang ia wakili, menjadikan tubuh korban sebagai media pesan untuk kelompok atau negara tertentu.

Lebih dalam, lakban yang membungkus kepala sepenuhnya juga menandakan pembatasan total terhadap fungsi-fungsi sensorik dan ekspresif: tidak hanya membungkam mulut, tetapi juga menutupi mata, telinga, bahkan rambut dan kulit kepala yang seringkali dianggap sebagai bagian dari identitas personal. Dalam perspektif tiponomi multimodal, hal ini menunjukkan penghapusan identitas secara menyeluruh sebuah bentuk erasure act, di mana korban tidak hanya dibungkam, tetapi juga dihapuskan dari ruang komunikasi publik. Ini adalah bentuk komunikasi ekstrem yang beroperasi dalam diam, namun memiliki dampak psikologis dan simbolik yang sangat dalam.

Dengan membaca lakban kuning sebagai teks non-verbal, kita dapat memahami bahwa tindakan tersebut adalah bagian dari strategi komunikasi kekerasan. Dalam kerangka linguistik forensik, penyidik dapat menelusuri pesan implisit di balik bentuk, warna, dan penempatan objek tersebut. Apakah tindakan ini spontan atau direncanakan? Apakah warna lakban dipilih secara acak atau mengandung pesan terstruktur? Tiponomi memberi kerangka untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Maka, lakban kuning di kepala seorang diplomat muda tidak hanya menjadi bukti fisik, tetapi juga menjadi dokumen linguistik visual yang dapat dibaca untuk mengungkap motif pelaku, sasaran pesan, serta konteks kekuasaan di balik kejahatan yang dilakukan.Bottom of Form

B. Kemungkinan Makna Simbolik dalam Tiponomi

a. Pembungkaman Paksa

Pembungkaman paksa merupakan bentuk tindakan represif yang dilakukan dengan tujuan untuk meniadakan suara, pendapat, atau akses seseorang terhadap kebebasan berekspresi. Dalam konteks linguistik forensik dan tiponomi, pembungkaman paksa tidak hanya dipahami sebagai tindakan fisik, tetapi juga sebagai suatu bentuk komunikasi non-verbal yang penuh makna dan pesan tersembunyi. Secara konseptual, pembungkaman adalah proses sistematis untuk menghentikan atau mengontrol aliran informasi dari individu kepada publik, baik melalui ancaman, sensor, kekerasan, maupun simbol-simbol tertentu. Dalam banyak kasus kriminal, pembungkaman bukan sekadar alat untuk menghentikan komunikasi korban, tetapi juga dijadikan strategi untuk menyampaikan pesan intimidasi, dominasi, atau kontrol dari pelaku kepada pihak lain, baik secara personal maupun institusional.

Dalam perspektif tiponomi, pembungkaman paksa dapat diklasifikasikan sebagai bentuk teks performatif ekstrem yakni tindakan fisik yang dimaksudkan sebagai bentuk ujaran tidak langsung (indirect speech act). Ketika seseorang dibungkam secara harfiah, seperti dilakban mulut atau kepalanya, tindakan itu menyampaikan makna implisit: "jangan bicara", "diam atau kamu akan menerima nasib yang sama", atau bahkan "kami berkuasa atas tubuh dan suara kalian". Lakban yang digunakan pada mulut, wajah, atau kepala dalam praktik pembungkaman, misalnya, merupakan artefak simbolik yang dapat dianalisis secara semiotik. Warna lakban, lokasi penempelannya, hingga cara penggunaannya, semua memuat pesan komunikasi yang kuat. Bila digunakan dalam kasus pembunuhan terhadap seorang tokoh, seperti diplomat muda, maka pembungkaman tersebut mengandung muatan politis, psikologis, atau struktural yang kompleks.

Dalam konteks linguistik forensik, tindakan pembungkaman dapat dianalisis sebagai bagian dari proses eliminasi identitas linguistik korban. Korban tidak diberi kesempatan untuk menyampaikan kebenaran, melakukan pembelaan, atau mengutarakan niat dan motifnya. Pembungkaman merampas hak seseorang untuk berbahasa, dan dengan demikian menghilangkan jejak linguistik yang mungkin menjadi alat bukti dalam proses penyidikan. Namun justru di sinilah kekuatan linguistik forensik muncul: melalui analisis simbolik, narasi sebelumnya, serta jejak komunikasi verbal maupun non-verbal yang ditinggalkan sebelum korban dibungkam, penyidik dapat merekonstruksi makna tindakan tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun