Mohon tunggu...
ivan adilla
ivan adilla Mohon Tunggu... Guru - Berbagi pandangan dan kesenangan.

Penulis yang menyenangi fotografi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sarapan dari Nenek

16 April 2021   21:51 Diperbarui: 16 April 2021   21:52 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Panorama persawahan di dekat Danau Singkarak, Sumatra Barat. Di dekat lokasi inilah Nenek saya tinggal.

Liburan sekolah adalah waktu terbaik untuk mengunjungi nenek. Begitu terima rapor, aku membungkus pakaian dan bersiap-siap ke rumah Nenek dan Kakek yang tinggal di kampung lain.

Berlibur di tempat Nenek selalu menyenangkan. Bisa bermain sepuasnya di danau, memancing, hingga masuk rimba. Nenek selalu baik pada kami, cucu-cucunya. Mungkin terlalu baik malah. Nenek tidak pernah memarahi kami melakukan apa pun. Termasuk berkelahi dengan anak kampung yang lain. Atau memecahkan kaca rumah orang ketika anak pemilik rumah itu sengaja lari dan bersembunyi di rumah orang tuanya. Karena takut pada orang tuanya, kami lempari saja kaca rumahnya melampiaskan kemarahan. Setelah itu kami pun berlarian...

Tapi Nenek kami bukan malaikat. Beliau manusia biasa. Kadang aku merasa Nenek manusia yang kejam. Sebabnya adalah karena beliau melarang kami makan pagi.

"Sebelum ada keringat yang keluar, kalian tak berhak menyentuh nasi. Apalagi memakannya", kata Nenek. 

Di kampung kami orang sarapan dengan segelas kopi dan sepotong -dua goreng pisang. Kalau nasib baik, kadangkala ada ketan juga. Setelah sarapan, mereka berangkat ke sawah atau ladang. Sekitar jam 10.00 barulah ada keluarga yang mengantarkan nasi untuk dimakan. Makan di sawah saat istirahat kerja memang aduhai nikmatnya.

Tapi bagiku aturan Nenek itu amat menyiksa. Sebabnya adalah aku terbiasa makan pagi sebelum berangkat sekolah. Segelas kopi dan goreng pisang tak mengenyangkan. Lagi pula aku belum terbiasa minum kopi kental. Akibatnya, selama bbrp hari perutku tidak nyaman dan memilin-milin.

Karena tak tahan, akhirnya aku mencari nasi di tempat saudara yang lain. Saudara ini mengerti dengan penderitaanku, sehingga dia selalu menyediakan nasi untuk makan pagi. Tapi hal itu tak bertahan lama, karena Nenek mengetahuinya. Nenek mendatangi rumah saudara itu sambil marah-marah. "Aku gak mau cucu cucuku menjadi manja. Mulai besok jangan sediakan lagi nasi untuk dia di rumah ini", kaya Nenek.

"Tapi kasihan kita, Mak. Sakit perut dia kalau gak makan nasi.,,"

"Sakit itu tandanya dia hidup. Hanya orang mati yang tidak sakit. Dan setahuku belum ada orang yang mati karena tak makan pagi...".

Sejak itu aku pun kembali harus menikmati kopi, goreng dan perut yang melilit. Sampai musim libur berakhir dan aku kembali sekolah.

Sejak dipaksa Nenek, aku mulai senang minum kopi. Jadi ketika musim libur berikutnya, aku sudah terbiasa sarapan dengan segelas kopi dan sedikit penganan. Nenek tampak girang. Saat liburan Nenek membuatkan kopi dan kami meminumnya bersama sambil mengobrol.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun