Di usia lebih dari setengah abad ini, tiba-tiba saya membaca kitab pengkhotbah dengan mata baru. Saya jadi paham dengan gagasan tentang kesia-siaan dalam hidup, yang diusung di sana.
Kitab itu banyak mengulang kata sia-sia. Sehebat apapun yang diupayakan manusia selama hidupnya, dengan sekuat tenaganya, pada akhirnya, semua sia-sia.
Saya merenungkan itu lagi ketika baru saja mendengarkan pengakuan Teh Atalia, istri Kang Ridwan Kamil, tentang putra sulungnya yang sudah pergi.
Ia memeriksa semua ijazah sekolah Eril, pencapaian, prestasi yang diperolehnya selama hidup, yang ketika itu menyenangkan hati, lalu pada akhirnya, buat apa?
Buat apa semua kerja keras itu? Tidak berarti lagi. Semua tak berguna lagi. Eril, anak laki-laki yang lahir dari rahim seorang perempuan meninggalkan ibunya dengan kesedihan yang mendalam, dalam usia mudanya yang ranum dan segar, memilih  tenggelam bersama arus sungai Aaree di kota Bern, Swiss, Juni tahun lalu.
Betapa pedih apa yang dikatakan Teh Atalia. Saya paham perasaan itu, yang kemudian saya sandingkan dengan apa yang dikatakan kitab Pengkhotbah yang ditulis oleh Raja Salomo, penguasa di Israel (tahun memerintah 970-931 AD).Â
Salomo adalah raja yang sarat dengan kegemilangan. Ia begitu kuat sampai-sampai memiliki 700 istri dan 300 gundik. Kitab suci mengatakan tidak ada raja sebelum dan sesudah Salomo yang dapat menyamai kehebatannya.
Namun pada masa tuanya, Salomo mengatakan segala upaya dan pencapaian itu, sia-sia.Â
Pada usia muda, saya tertawa membaca curahan hati Salomo. Saya membaca kitab itu berulang dari waktu ke waktu dan membiarkan segala paradoks tumbuh perlahan dalam pemahaman dalam kepala saya.Â
Tahun-tahun pengembaraan yang panjang di bumi, kegagalan dan kegagalan sebelum datang sedikit keberhasilan. Tangisan dan penyesalan sebelum pada akhirnya tertawa pada tahap-tahap usia yang mengesankan. Melewati masa-masa penuh gejolak lalu kesunyian dan melihat keseluruhan gambar menjelang kesimpulan. Betapa luar biasanya hidup ini.Â
Pencapaian Eril tidak sia-sia meski pengakuan ibunya bahwa semua itu sia-sia. Karena Teh Cinta kala mengenang lagi Eril buah hatinya, dia akan memiliki banyak hal untuk disyukuri, hal-hal baik untuk dikenang -dengan segala kekurangan dan kelebihan, kemurahan dan anugerah, kesedihan dan kegembiraan.