Semalam Pak Pendeta Jimmy mengajar di seminar tentang Mengenal Tuhan dan Mengenal diri. Itu adalah hal terutama dan mendasar agar manusia memiliki kesadaran. Manusia tidak dapat mengenal Tuhan tanpa mengenal dirinya sebagai manusia terlebih dahulu.
Dalam menjelaskan, Pak Jimmy menyampaikan satu ilustrasi. Di satu gereja, dalam rangka mengenal satu dengan yang lain, seorang anggota mengusulkan makan bersama setelah ibadah minggu. Jemaat menganggap usul itu baik, mereka pun iuran dan ibu-ibu di gereja itu memasak dan mereka makan bersama tiap hari Minggu.
Setelah beberapa lama, ada yang mengusulkan jangan hanya hari Minggu, sebaiknya juga hari Kamis setelah kelas pengajaran. Jemaat menganggap itu usul yang baik, mereka pun iuran dan ibu-ibu lain di gereja itu memasak, dan mereka makan bersama tiap Kamis.
Setelah beberapa lama ada yang mengusulkan jangan hanya hari Minggu dan Kamis, sebaiknya hari Selasa seusai latihan paduan suara dan hari Sabtu setelah ibadah pemuda. Mereka setuju dan iuran dan ibu-ibu lain di gereja itu memasak. Begitulah jemaat makan bersama di gereja tiap hari Minggu, Kamis, Sabtu dan Selasa.Â
Lantas satu anggota gereja datang kepada pendeta. Ia pamit karena akan pindah kota. Kenapa pindah, tanya pendeta. Usaha saya bangkrut, jawab anggota gereja itu. Anda usaha apa, tanya pendeta lagi. Saya punya kedai dan tak laku, jawab anggota itu.
Cerita Pendeta Jimmy menyampaikan pesan bahwa kita tak boleh hanya sibuk berkabar baik lalu pergi, dan melupakan untuk berteman dan mencinta.Â
Pak Jimmy menyampaikan cerita itu  dalam rangka memberi ulasan atas pertanyaan Astrid, salah satu peserta seminar.
Astrid bercerita begini. Ia dan suaminya baru di Balige. Sebelumnya mereka tinggal di Medan. Mereka tinggal di satu perumahan. Selama tinggal di sana, ia perhatikan seorang laki-laki paruh baya berjalan melewati rumah mereka. Caranya berjalan menunjukkan bahwa ia sedang latihan atau olah raga sederhana untuk kesehatannya.
Beberapa kali Astrid dan laki-laki itu saling memandang. Kalau itu terjadi maka ia akan mengangguk dan laki-laki itu akan membalas dengan ikut mengangguk. Begitulah saban hari lelaki itu berjalan lewat rumahnya. Suaminya berangkat ke kantor pagi hari, belum pernah berpapasan dengan laki-laki tetangga mereka.Â
Astrid mengatakan kepada suaminya tentang kebiasaan tetangga yang berjalan melewati rumah mereka tiap hari.Â
"Kapan sempat kita mampir ke rumahnya untuk kenalan," kata suaminya. Tiap hari Astrid memang disibukkan dengan bayi mereka yang baru berusia empat bulan.