Judul: Tanpa Tidore, Indonesia Tidak Ada Pilar Timur dari Sabang Sampai Merauke Pilar Timur dari Sabang Sampai Merauke
Penulis: Iswan Dukomalamo dan Muhammad Hafid Ismail
Penerbit: Penerbit Adab
Tahun: 2025
Jumlah Halaman: 230 halaman
ISBN: 978-634-216-458-7 (cetak), 978-634-216-457-0 (digital)
Mengangkat Pilar Timur yang Terlupakan
Ketika kita menyebut Indonesia sebagai negara kepulauan "dari Sabang sampai Merauke", sering kali kita hanya mengulang slogan tanpa benar-benar memahami makna historis di baliknya. Apa arti Merauke sebagai titik paling timur Indonesia? Mengapa Papua menjadi bagian sah dari republik ini? Pertanyaan mendasar semacam itu dijawab secara mendalam oleh buku "Tanpa Tidore, Indonesia Tidak Ada Pilar Timur dari Sabang Sampai Merauke" karya Iswan Dukomalamo dan Muhammad Hafid Ismail.
Buku ini menghadirkan narasi sejarah yang lama terpinggirkan: peran Kesultanan Tidore sebagai pilar timur Indonesia. Penulis dengan teliti menunjukkan bahwa klaim Indonesia atas Papua tidak lahir tiba-tiba pasca-kemerdekaan, melainkan berakar kuat pada sejarah ratusan tahun, terutama pada ikatan politik, adat, dan diplomasi antara Tidore dengan wilayah Papua.
Isi Pokok Buku
Buku setebal lebih dari 200 halaman ini terbagi ke dalam enam bab utama, disertai lampiran, daftar pustaka, dan glosarium. Struktur penyajian memudahkan pembaca untuk mengikuti alur, mulai dari awal sejarah Maluku hingga tantangan masa depan.
- Dari Timur, Sebuah Awal
Bab ini menggambarkan Tidore sebagai pulau kecil yang justru punya peran besar dalam sejarah Nusantara. Posisi geografisnya strategis: menghadap ke Papua, Seram, dan jalur Pasifik. Di sini penulis menunjukkan bahwa sejak abad ke-15, Tidore telah menjadi penjaga timur Nusantara. - Rempah, Jalur Sutra, dan Samudra
Cengkih dan rempah lainnya dari Tidore bukan sekadar komoditas ekonomi, melainkan perekat budaya, agama, dan politik. Buku ini menguraikan bagaimana perdagangan rempah menghubungkan Maluku dengan Malaka, Gujarat, Istanbul, hingga Eropa, bahkan Pasifik lewat Manila Galleon Trade. - Tidore dan Pusaka Lautan Nusantara
Penulis menegaskan ikatan Tidore dengan Papua melalui sumpah adat, perjanjian internasional (seperti Tratado de Ternate y Tidore tahun 1607), dan catatan kolonial. Armada kora-kora menjadi simbol kekuatan maritim Tidore yang menjaga integrasi timur Nusantara. - Dari Tidore ke Republik Indonesia
Di sinilah relevansi sejarah Tidore terhadap Republik Indonesia terlihat jelas. Perjuangan Sultan Zainal Abidin Syah dalam diplomasi Irian Barat memperkuat klaim Indonesia di forum internasional. Tanpa Tidore, Papua mungkin tidak pernah resmi bergabung dengan NKRI. - Tanpa Tidore Indonesia Tidak Ada
Bab ini adalah inti dari buku. Penulis menekankan bahwa konsep Indonesia "Sabang--Merauke" hanya mungkin terwujud karena Tidore menjaga sisi timur. Papua adalah bagian integral dari Nusantara, dan pengikatnya adalah Kesultanan Tidore. - Refleksi dan Tantangan Masa Depan
Penulis tidak hanya berhenti pada sejarah. Ia juga mengajak pembaca merenungkan pentingnya menghidupkan kembali memori kolektif tentang Tidore. Dalam era globalisasi, warisan sejarah ini bisa menjadi landasan pendidikan, diplomasi budaya, dan identitas nasional.
Kekuatan Buku Ini
- Mengisi Kekosongan Narasi Sejarah
Buku ini mengangkat kisah Tidore yang selama ini hanya jadi "catatan kaki" dalam buku pelajaran. Narasi besar sejarah nasional lebih sering menyoroti Ternate, sementara Tidore jarang disebut. Padahal, justru dari Tidore lahir legitimasi kuat atas Papua. - Riset Mendalam
Penulis memanfaatkan arsip kolonial Spanyol, Portugis, hingga VOC Belanda untuk menunjukkan bahwa hubungan Tidore--Papua diakui secara internasional. Fakta-fakta ini memperkuat klaim Indonesia atas Papua. - Bahasa Populer tapi Serius
Meski sarat data, bahasa buku ini tetap enak dibaca. Tidak kaku seperti karya akademik, tetapi juga tidak dangkal. Cocok untuk pembaca umum, mahasiswa, maupun pemerhati sejarah. - Relevansi Kontemporer
Di tengah isu Papua yang masih hangat, buku ini memberi perspektif historis yang menyejukkan. Bahwa Papua bukan "hasil aneksasi", melainkan bagian dari identitas Nusantara sejak ratusan tahun lalu.
Kelemahan Buku
Tidak ada karya yang sempurna. Buku ini begitu kaya data, sehingga di beberapa bagian terasa padat. Pembaca awam mungkin akan agak kesulitan mengikuti detail arsip kolonial. Selain itu, buku ini minim ilustrasi atau peta yang sebenarnya bisa membantu visualisasi. Namun kelemahan ini tidak mengurangi bobot argumentasi.
Mengapa Buku Ini Penting?