Mohon tunggu...
Muhammad Iswan
Muhammad Iswan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Islam Indonesia

apa yang kau lakukan sekarang adalah masa depanmu di masa lalu, dan apa yang kau lakukan di masa sekarang adalah pengantar menuju masa yang kelak kau sebut 'hari ini'.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Hidden Folder dalam Pikiran

29 Mei 2022   20:16 Diperbarui: 29 Mei 2022   20:20 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Keterlibatan antara indra maupun akal dalam mengelola data dan menginterpretasi lalu dalam tingkat yang sedikit lebih tinggi yaitu proses penegmbangan dari analisis data yang diperoleh oleh indra maupun akal itu senidir.

Nah, ketika data tersebut telah berhasil diterima oleh diri kita melalui perantara indra dan juga akal. Lalu ke manakah ilmu itu pergi setelah dikelola oleh akal? Apakah ia pergi bersama angin lalu tatakala dilisnkan oleh oral atau kah itu menyimpan arsip bak emas dalam diri manusia? Jika demikian, di manakh ilmu atau pengetahuan itu tersimpan dan seperti apa ia berdiam diri tanpa diasadari oleh taunnya?

Bagaimana dengan kekeliuran indra dan akal?

Untuk memulai dalam mengemukakan atau melakukan studi kasus maupun kajian mengenai pertanyaan-pertanyaan aneh di atas. Maka yang perlu kita pahami lebih dahulu adalah kita harus mampu untuk atau tidak menerima apa yang dikemukakn oleh para pemikir terdahulu yang meragukan adanya kapasitas manusia untuk memeproleh suatu ilmu pengetahuan. Dengan begitu dapatlah seseorang masuk lebih jauh untuk menyelami dunia ilmu yang tak terhingga bagai bintang dalam galaksi di angkasa.

Ketika dikatakan bahwa adanya keraguan oleh pemikir-pemikir tersebut terhadap kemungkinan manusia untuk memperoleh suatu pengetahuan, maka hal tersebut terbantahkan hanyak dengan mengatakan bahwa, bukankah yang digunakan untuk menganalisis data yang diterima lalu diragukan itu pun berasal dari akal? 

Lalu, jika yang digunakan untuk menganilisis sekaligus juga meragukan adanya pengetahuan akibat seringnya terjadi kekeliruan oleh indra maupun akal itu sendiri, maka dapat dikatakan bahwa orang tersebut sebenarnya pun mempercayai kebenaran apa yang disampaikan akal karena dengan akal lah ia membantah dan meragukan ilmu lalu dengan akal tak terbantahkan oleh dirinya sendiri pun ia mengungkap akan kebenaran akalnya dalam menginterpretasi keraguan tersebut secara pasti.

Dalam mengungkap maslah ini memang cukup rumit, namun penulis berusaha untuk memudahkan para pembaca untuk memahami apa yang terjadi dengan pemikiran para pendahulu tersebut menggunakan contoh sederhana; ketika seorang siswa SMA melakukan praktikum di dalam laboratorium kimia, tidak sengaja ia menjatuhkan pena-nya hingga masuk ke dalam air yang harusnya digunakan untuk membersihkan tangan usai praktikum. 

Sejenak ia menatap ke dalam ember kecil tersebut lalu mendapati kondisi pena-nya yang tampak bengkok. Sontak ia kaget dengan pemandangan yang sama sekali baru tersebut, lalu ia mengmabil pena tersebut kembali dari dalam air untuk memastikan keadaan penanya karena dia yakin bahwa selam di genggamannya tadi, pena tersebut masih lurus tanpa bengkok sedikit pun. 

Setelah diangkat ke permukaan, jelas saja bahwa penanya masih lurus utuh. Namun, karena penasaran, ia kembali memasukan pena tersebut ke dalam ember berisi air tersebut dan kembali mendapati posisi penanya seperti saat pertama terjatuh tadi. 

Akhirnya ia berkesimpulan bahwa indranya tidak dapat dipercaya, ia dalam kebingungan, bagaimana mungkin I bisa mendapati pemandangan yang demikian, padahal ia masih sangat yakin akan kenormalan dirinya, ia belum lagi gila. Karena itu, ia menjudge indranya sendiri dengan mengatakan bahwa indranya tidak dapat dterima apalagi dipercaya setelah apa yang dilakukannya, jelas ia telah melakukan kekeliruan dalam menanggapi hal yang baru saja terjadi pada dirinya. 

Dengan demikian ia pun memaki akalnya yang berpikir bahwa akalnya pun sama, tidak dapat diterima setelah salah dalam melakukan penfasiran ketika menerima data dari indra. Tapi satu yang tidak disadarinya bahwa saat itu, ia tengah mempergunakan akalnya untuk mengatakan dengan yakin bahwa indra dan akalnya telah melakukan kesalahan. 

Dari sini dapatlah disimpulkan dalam kesimpulan yang sebenarnya masih rumit bahwa meskipun ia menolak indra dan akalnya karena kekekliruan yang dilakukannya, tetap saja ia mempergunakan akalnya untuk memberi penfsiran dan meragukan hal yang baru saja disaksikannya.
Jadi dapatlah kiranya dikatakan; meskipun kerap kali indra maupun akal melakukan kekeliruan, namun itu tidak menjadi sebuah permasalahan besar, mengingat bahwa tetap jua lah akal menajdi pembanding dalam segala apa yang dipikirkan atau pun yang terlintas di dalam benak. 

Dan juga bahwa yang telah diwariskan oleh Tuhan kepada manusia sebagai ciptaannya yang paling ideal adalah indra dan akal yang tiada lain adalah untuk memperoleh ilmu pengetahuan guna mendekatkan diri dan menemukan jalan kembali kepada-Nya. "science witahout religion is lame, and religion without science is blind" kata seorang fisikawan terkemuka di abad ke-20, Albert Einstein.

Tentunya statemen tersebut juga dapat menjadi loncatan baru bagi para kaum akademisi untuk senantiasa meniatkan pencarian dan penggalian ilmu pengetahuan untuk kepentingan agama guna mendekatkan diri kepada Tuhan.

Bagi kaum sekuler---yang pada abad pertengahan atau sering pula disebut sebagai abad kegelapan bagi dunia Eropa---tidak serta merta menerima statement dari fisikawan tersebut karena pada saat itu memang sangat marak terjadinya sekularisasi antara agama dengan ilmu pengetahuan. Anggapan mereka adalah bahwa ilmu pengetahuan adalah ilmu yang menjauhkan diri atau tidak sejalan dengan ajaran agama.

Usai membicarakan tentang kemungkinan manusia memperoleh suatu ilmu pengetahuan, maka sekarang kita coba masuk ke ranah lebih dalam, yaitu tempat pergi atau tempat bersemayamnya ilmu setelah dikelola oleh akal manusia.

Tentunya bukan suatu keharusan, namun perlu teman-teman renungkan kembali. Apa benar, jika kita sudah memperlajari suatu ilmu, maka ia akan bersemayam di dalam alam sadar atau alam bawah sadar atau bahkan dia pergi begitu saja, hanya sekadar lewat tanpa menemui tempat persinggahan yang baik di dalam otak, pikiran mausia.

Apa pernah teman-teman merenungkan ketika dalam suatu obrolan---ini banyak terjadi dalam diskusi---tiba-tiba pembicaraan merambat ke mana-mana dan teman-teman berbicara tanpa disadari teman-teman oleh teman-teman sendiri mengenai substansi yang keluar melalui oral. Tidak banyak memang yang menyadari akan hal ini kecuali setelah ia berbicara lalu menanyakan pada diri sendiri perihal sumber dari mana ia memperoleh materi ia disampaikan.

Mengenai bacaan, saya berpesan kepada suadara-saudara yang masih beralasan tidak mau membaca suatu bacaan karena tidak ada yang dapat bersarang di otaknya. 

Saya harap teman-teman tetap mau melanjutkan bacaan tersebut, karean sepengalaman saya pribadi dan sudah saya konfirmasi dengan beberapa teman yanglain bahwa akan ada waktuya, apa yang pernah saudara-saudara baca itu kelaur dengan sendirinya pada waktu yagn tepat. Yaitu di waktu teman-teman tengah membicarakan sesuatu yang memang pernah keluar dari mulut dan pernah diolah meski dipikir kurang sempurna oleh otak teman-teman.

Pada teman tertentu, ada folder dalam otak yang akan membuka secara otomatis dan mengerucut pada masalah tersebut ketika dipaksa untuk menuju ke sana. 

Seseorang yang melakukan diskusi tidak pernah memikirkan apa-apa saja yang akan mereka sampaikan dalam forum tersebut, mereka hanya memperluas pintu pikiran untuk memudahkan dalam penyaluran informasi agar cepat terperangkap masuk ke dalam pikiran, entah singgah di alam sadar atau langsung menunju dapaur alam bawah sadar.

Pertukaran informasi yang dimaksud pun tidak hanya berbentuk satu arah, melainkan dua arah, yaitu informasi dari luar untuk masuk ke dalam benak dan informasi yang sebelumnya telah pernah diterima dan bersemayam di dalam pikiran tersebut telah siap untuk melompat keluar untuk menimpali informasi baru bilamana ada kontrakdiksi terhadapnya. 

Bisa saja informasi yang sudah lama bersemayam ini memenangkan pertarungan untuk mempertahankan eksistensi dalam inangnya, namun tidak menutup kemungkinan pula bahwa informasi yang sama sekali baru masuk itu akan mendapat kemenangan.

Peru digarisbawahi bahwa hal tersebut bukan jadi persoalan karena eksistensi yang sebenarnya adalah bentuk eksistensi kebenaran. Jika selalu berpatokan pada pembenaran semata, maka wajar saja ketika Prabowo mengatakan bahwa Indonesia pada tahun 2030 akan hancur tinggal nama. Karena memang yang diari adalah pembenaran untuk mempertahankan eksistensi sementara esensinya sendiri ia tidak peduli.

Sedikit lagi terkait dengan diskusi. Seharusnya yang menjadi fokus kita adalah diskusi. Kadang saya berpikir, tujuan dari diskusi kan mencari kebenaran. Hal ini jelas bersebrangan dengan debat yang menurut saya selalu memaksakan kehendak individu atau pun golongan tertentu untuk dapat diterima oleh golongan lainnya. Dan, tujuannya tidak lebih dari sekadar mencari pembenaran dan mempersempit cara pandang atau hanya berkutat pada satu paradigma saja. 

Meski begitu, tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran debat pun sewaktu-waktu dapat terlihat dalam ranah diskusi. Terlepas dari semua itu, yang terpenting untuk menjawab tantangan kehidupan sosial masyarakat adalah bagaimana untuk memperoleh suatu informasi dan diolah secara bersama-sama untuk memperoleh kebenaran, meski kebenaran yang dicapai hanya berasaskan manfaat atau pun subjektivitas manusia itu sendiri, dan kebenaran yang asli dan murni hanya pada sumber kebenaran itu sendiri, Tuhan yang Maha Kuasa.

Kembali pada persoalan tempat bersemayamnya ilmu. Bahwa dalam suatu diskusi tertentu, kita kadang tidak menyadari bahwa folder-folder yang membuka secara otomatis itu akan mengeluarkan banyak informasi yagn tertanam rapih, dan hidup dalam benak ketika sering ia disebut oleh tuannya. Tapi akan mati jika didiamkan tanpa pernah diberi nutrisi.

Dalam suatu pembicaraan, folder-folder yang tadi teah terbuka dan seperti aliran sungai ia akan menghipnotis para pendengarnya yang telah diucapkan degan oral, mulut. Bukan hanya pendengar yang dihipnotis, melainkan juga tuannya sendiri. Contoh ketika berbicara mengenai hal-hal yang berbau politik. 

Sesungguhnya orang-orang yang tengah duduk dalam suatu forum tersebut tidak pernah memikirkan secara spesifik mengenai hal-hal apa yang akan mereka sampaikan dalam diskusi tersbut, yang paling mungkin untuk difikirkan oleh seseorang sebelum memulai suatu diskusi adalah tema. 

Namun tema di sini akan mengembang seiring dengan semakin menghanagatnya diskusi yang tersaji. Dan, materi tentang tema yang keluar akan semakin mengkerucut sehingga informasi yang ada sudah ada di dalam otak tadi dapat tersalur dengan baik.

Informasi tersebut tidak akan kelar mencari folder lain yang pada dasarnya memang tidak memiliki relevansi terhadapnya. Pengkerucutan informasi tersebut membuat folder yang utama pun akan semakin mengkerucut menggali informasi, dan jika kekeurangan akan berharap untuk mendapat tambahan informasi dari luar.

Hal ini sangat lumrah terjadi. Bahkan seseorang yang demikian pun tidak jarang banyak yang tidak sadar tetang substnasi pembahasan yang keluar dari mulutnya sendiri. Terkadang ia bertanya pada lawan bicaranya dan kadang pula bertanya pada diri sendiri mengenai sumber darimana ia memperoleh informasi yang demikian, yang telah ia sampaikan beberapa saat yang lalu.

Penyusunan kalimat yang rapih merupakan manifestasi dari pemahaman dan pendalaman serta pemetaan informasi yang sangat terstruktur di dalam pikiran. Hal ini bukan berarti bahwa kalimat rancu adalah manifestasi dari kerancuan folder untuk menyimpan informasi. 

Bisa jadi hal tersebut dikarenakan banyak singkronisasi informasi dari berbagai folder sehingga membingungkan bagian organ tubuh yang lain untuk menyalurkannya pada individu yang lain.


Pendeknya, seluruh informasi yang telah diperoleh sebelumnya akan tetap eksis jika diberikan nutrisi yang tepat dan akan mati jika didiamkan dan tidak disirami dengan informasi baru atau pun penyaluran informasi yang ada.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun