Mohon tunggu...
Isnaeni
Isnaeni Mohon Tunggu... Guru - Belajar dengan menulis.

Belajar sepanjang hayat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Merantau untuk Menuntut Ilmu di Kota Lain

29 Juni 2022   15:21 Diperbarui: 30 Juni 2022   06:10 666
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pengalaman merantau untuk menuntut ilmu di tempat yang jauh dari kediaman orang tua kita memang sangat berkesan. Saya sempat merantau kuliah di kota lain selama tiga tahun. 

Memang waktu sebentar bagi para pembaca yang merantau antar pulau antar provinsi. Setelah kuliah, saya kembali ke kampung halaman dan berusaha mengamalkan ilmu yang saya peroleh.  

Walaupun hanya tiga tahun, saya bisa merasakan bagaimana sulitnya hidup menuntut ilmu di perantauan. Merasakan bagaimana mengetahui orang tua kita kesulitan mengirim uang untuk anaknya di kota lain. Dengan kondisi waktu itu yang harus mengirim uang lewat wesel pos atau dengan mengirim langsung ke tempat tinggal anaknya. 

Mengetahui sulitnya orang tua mencari uang, saya berusaha hidup dengan sangat sederhana. Mengirit pengeluaran dan mengatur uang secermat mungkin. Sehingga ketika saya sudah bekerja dan beristri, ayah saya baru tahu bagaimana sulitnya menyusun tugas akhir ketika melihat isteri saya sibuk dengan tugas akhirnya. Karena saya jarang meminta uang tambahan untuk mengerjakan tugas akhir seperti mengetik di rental, mengeprin tugas dan tidak mengerjakan tugas ketika pulang kampung.

Di kampung kami remaja yang melanjutkan kuliah sangat jarang. Waktu itu hanya sedikit yang melanjutkan sekolah atau kuliah. Saya terinspirasi kuliah oleh paman saya yang merupakan remaja pertama di kampung yang menyandang gelar sarjana. Padahal orang tuanya hanya bekerja sebagai petani, sedangkan  banyak yang kondisi ekonomi dan tingkat sosialnya lebih baik anak-anaknya tidak melanjutkan kuliah. 

Saya kuliah mengikuti kakak kelas yang juga kuliah di sebuah perguruan tinggi negeri. Keputusan ini dibuat karena saya tidak lulus PMDK maupun UMPTN, mungkin kalau sekarang sejenis SNMPTN atau SBMPTN.

Melanjutkan ke perguruan tinggi swasta tidak mendapatkan restu orang tua, mungkin alasan biaya. Dan akhirnya saya melanjutkan ke PTN yang ada program diploma tiga nya dengan seleksi nilai raport. Setelah keterima, saya dan orang tua pun kebingungan mencari tempat tinggal kuliah. 

Berdua dengan ayah mencari tempat tinggal yang kalau bisa sesuai dengan kantong ayah saya. Bertanya ke sana ke mari agar bisa memperoleh tempat tinggal yang nyaman selama saya kuliah. 

Dan pilihan akhirnya adalah ikut tinggal di pesantren mahasiswa yang juga tempat tinggal kakak kelas saya. Kelebihan tinggal di pesantren mahasiswa waktu itu adalah saya bisa menyicil uang bangunan yang jumlahnya terjangkau. Saya juga harus membayar uang untuk makan dan lainnya yang jumlahnya masih masuk diakal.

Kelebihan lainnya adalah saya harus belajar agama setiap malam. Pengajian dilakukan secara rutin setelah magrib dan isya serta mengaji setelah subuh. Pesantren tentunya tidak memaksa apabila kita punya kepentingan di tempat kuliah. Bagi beberapa orang, kegiatan di pesantren rupanya tidak membuat nyaman. 

Tapi bagi saya kegiatan di pesantren bukan hal yang asing, karena saya biasa mengaji di pengajian waktu di kampung. Orang menyebutnya "ngalong", karena mengajinya hanya waktu malam saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun