Sementara di Jakarta 38 politikus yang gondok (jengkel) sedang kasak-kusuk meng-interpelasikan Dahlan Iskan, nun jauh di sana Menteri BUMN Dahlan Iskan sedang asyik membersihkan pinggiran Danau Toba dari enceng gondok. Rupanya gerpol 38, gerakan politikus yang berjumlah (baru) 38, itu tidak membuat Dahlan Iskan gondok, beliau malah mempersilahkan karena itu hak para konstitusional para politikus. Bagi Dahlan lebih bermanfaat bekerja, bekerja dan bekerja. Dari pada menanggapi ulah para politikus di Jakarta, beliau lebih menikmati untuk terjun langsung membersihkan enceng gondok yang menutupi dan mengotori keindahan dan kejernihan Danau Toba. Apakah aksi tersebut untuk menyindir ulah para politikus yang terbiasa mengotori praktek-praktek bisnis yang bersih dan transparan yang coba dibangun dan dibudayakan di lingkungan BUMN oleh dirinya selaku menteri ?
Sudah terlalu sering diungkap ulah para politikus yang mencoba memeras BUMN demi kepentingan dirinya. Sudah terlalu banyak keluhan para direksi BUMN yang muak dengan ulah para politikus. Sudah terlalu lama para direksi BUMN yang memendam kegundahan dan kejengkelan melihat perangai politikus yang selalu minta dilayani dan merasa sok berkuasa , apalagi ketika kepentingannya terganggu. Bagaimana ulah dan tingkah para politikus itu di gedung dewan ketika mereka  memperlakukan Dirut Pertamina Karen Agustiawan  dan Dirut PLN Nur Pamudji yang dikenal bekerja secara profesional  itu ?
Kini para direksi yang profesional dan bersih lebih nyaman bekerja karena sikap dan tindakan mereka untuk memajukan BUMN didukung sepenuhnya oleh pak Menteri eh pak Dahlan (nama saya Dahlan bukan Menteri). Malah beberapa kewenangan yang selama ini ada pada tangan menteri dilimpahkan kepada jajaran direksi dan komisaris perusahaan. Langkah itu diambil untuk mempermudah dan memberi keleluasaan para direksi untuk mengambila aksi korporasi. Karena selama ini BUMN-BUMN walaupun berbadan perusahaan terbatas (PT) tetapi lebih sering bertindak bagai sebuah lembaga pemerintah yang syarat dengan aturan birokrasi.
Di mata Dahlan, perusahaan yang terlalu birokratis justru akan menghambat langkah-langkah perusahaan dalam melakukan pengembangan bagi kemajuan perusahaan. Demikian pula langkah Dahlan yang memangkas rapat-rapat direksi yang selama ini terlalu banyak menyita waktu para direksi. Dahlan telah membentuk grup-grup di blackberry massanger (BBM) untuk perusahaan yang sejenis, sehingga rapat tidak harus di ruangan, cukup melalui BBM. Ia bukan tipe pejabat yang gila hormat, dimana para direksi datang sowan, menghadap. Ia lebih sering mendatangi kantor perusahaan dan juga pabrik-pabrik untuk bertemu langsung dengan jajaran direksi dan melihat keadaan kantor dan atau  pabrik itu. Dengan demikian ia bisa langsung menerima keluhan dan jika perlu rapat untuk mengambil keputusan strategis bagi kemajuan perusahaan.
Sebagai manusia tentu saja Dahlan mempunyai kekurangan dan mungkin juga kesalahan yang tanpa sengaja dilakukan. Tetapi keinginannya untuk memangkas birokrasi dan memberikan keleluasaan kepada para pejabat di bawahnya dan juga para direksi dan komisaris untuk memajukan perusahaan dinilai oleh sekelompok politikus sebagai langkah yang melanggar undang-undang. Kini semua terpulang kepada penilaian masyarakat, mana (sebenarnya) sosok yang sedang membenahi  dan memajukan negeri ini dan mana pihak  yang  berusaha menjegal langkah-langkah seseorang yang bermaksud memberikan nafas segar bagi kemajuan perusahaan BUMN negeri ini.
Dahlan Iskan ketika menjabat Dirut PLN tidak mau mengambil gajinya, beliau  juga lebih senang menjadi orang PLN ketimbang duduk di kursi menteri, bagaimana Dahlan Iskan bekerja dan berusaha keras agar PLN tidak terlalu sering gelap mendadak dan memberikan pelayanan yang terbaik buat masyarakat. Setelah dirinya diberikan kepercayaan menjadi menteri, Dahlan Iskan membuat gebrakan-gebrakan, bagaimana agar pabrik gula-pabrik gula BUMN bangkit kembali, bagaimana agar PLN tidak tergantung kepada BBM yang harga terus melangit dan menggantikannya dengan batubara, bagaimana pelayanan tol menjadi lebih baik dan tak terjadi lagi penumpukan antrian di pintu tol, bagaimana agar pengelolaan sawah oleh petani memberikan keuntungan yang memadai bagi petani pemilik lahan dan lain sebagainya. Kini muncul ulah para politikus yang tergabung dalam gerpol 38, yang ingin "mengadili" dan "menelanjangi"nya di gedung dewan, mereka bergerak bukan untuk ikut membantu DahlanIskan  memajukan BUMN-BUMN, tetapi gerakan mereka lebih banyak didasari oleh kepentingan dirinya,  demi kepentingan kelompoknya dan juga partainya.
Jakarta, 14 April 2012
Sumber gambar: detik.com, 14 Apri 2012