Mohon tunggu...
Islah oodi
Islah oodi Mohon Tunggu... Penulis - Wong Ndeso

Penikmat kopi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Nalar-nalar Mewayangkan Dalang

12 Februari 2021   01:14 Diperbarui: 12 Februari 2021   02:03 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar:Pixabay.

Akhir-akhir ini kita menyaksikan di sebagian wajah sayu Indonesia menitikkan air mata sebab adanya bencana-bencana yang tak kunjung reda. Belum kering air mata, belum pulih luka dalam jiwa dan belum sembuh lara dalam atma, bahkan jarum jam pun belum beranjak dari satu angka ke angka lainnya, tidak henti-hentinya bencana terus menerpa. Salah siapa?

Semua orang bertanya-tanya dan menyimpulkan sesuai kadar pengetahuannya. Tak salah, hanya saja kadang kita terlalu menjadi dalang yang sok tahu akan alur cerita semesta. Sering kali saya dengar bahwa bencana "ini dan itu" adalah bentuk murka Dia Yang Maha Suci pada hamba-Nya yang bertindak melampaui batas di atas bumi. Dia Sang Adikodrati seakan-akan dijelmakan oleh manusia menjadi god of the geps atau semacam dzat yang ke-kanak-kanakan dimana saat apa yang diperintahkan tak dituruti Dia akan ngambek dan menurunkan azab. Padahal Dia adalah dzat yang Al Halim (Maha Penyantun) dan pula Al Hakim (Maha Bijaksana).


Kita sebagi manusia selain diperintahkan untuk menyembah Dia se murni-murninya ada tugas lain, ialah sebagi khalifah (pengganti) Allah SWT di muka bumi, sebagaimana firman-Nya dalam Q.S Al Baqarah: 30: "Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, "Aku hendak menjadikan khalifah di muka bumi." Mereka berkata, "Apakah Engkau hendak menjadikan  orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?" Dia berfirman, "Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."

Kita adalah khalifah (pengganti) Dia Yang Maha Suci untuk mengurus, memakmurkan dan menjaga bumi ini. Lalu, jika terjadi bencana A, B atau C apakah mutlak sebab Tuhan murka atau sebab kita yang lalai dengan tugas sebagai khalifah-Nya? Manusia adalah jagat alit, semesta kecil yang pada tiap-tiap pundaknya ada sebuah amanat untuk menjaga bumi dengan dibekali dua hal, ialah akal dan potensi dalam individu manusia itu sendiri.

"Jadi adanya bencana-bencana ini sebab ulah tangan manusia sendiri, Kang?" Tanya kang Rojak.

Benar, adanya bencana adalah sebab ulah tangan manusia itu sendiri. Mereka yang telah dinisbatkan menjadi khalifah di bumi-Nya malah bertindak sewenang-wenang dengan merampas hak orang-orang fakir-miskin, membegal kebenaran, menginjak-injak mereka yang lemah, merusak ekosistem alam dan lain sebagainya.

Manusia bertindak jahat. Namun, kejahatan adalah sunnatullah yang selamanya akan terus ada hingga akhir pagelaran wayang semesta usai. Bahkan kejahatan sudah ada sejak dahulu. Ada cerita Qabil dan Habil, ada cerita Musa dan Fir'aun, ada cerita Pandawa pun Kurawa semuanya adalah cerita tentang kebaikan dan kejahatan yang selamanya tak akan pernah terlepas. Ibarat kebaikan adalah satu sisi koin, maka sisi koin yang lain adalah kejahatan.

Tak hanya itu, kejahatan dan kebaikan pun ada dan bersemayam di tiap-tiap makhluk yang bernama manusia. Manusia memiliki sisi kebaikan (takwa) dan sisi kejahatan (fujur) semua ithu merupakan fitrah manusia itu sendiri yang tak dapat dipungkiri. Pungkasnya hanya ihdinashiratal mustaqim (Tunjukan kami jalan yang lurus) disertai usaha sesuai kemampuannya.

Kesugihan:12-02-21

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun