Mohon tunggu...
Isharyanto Ciptowiyono
Isharyanto Ciptowiyono Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Pencari Pengetahuan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bagaimana Belanda Mengenang Van Heutsz?

26 Mei 2013   05:00 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:01 809
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dalam sejarah kehadiran Belanda di Nusantara, terdapat tiga gubernur jenderal yang menonjol, mereka adalah Jan Pieterszoon Coen, Herman Willem Daendels, dan Joannes Benedictus van Heutsz. Ketiga orang tersebut telah memberikan kontribusi dalam pendirian dan perluasan kekuasan kolonial Belanda di Hindia yang mewakili periode kehadiran Belanda di Indonesia. Coen pernah dua kali menjabat sebagai gubernur jenderal VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie). Daendels, yang hadir dalam masa transisi antara periode VOC dan periode kolonial, berkuasa di Jawa di masa Revolusi Perancis sebagai wakil kekaisaran Perancis di bawah Napoleon Bonaparte ketika Belanda diperintah oleh Louis Napoleon. Van Heutsz hadir sebagai representasi gubernur jenderal di Hindia Belanda dalam periode kolonial, tatkala sebagian wilayah di Nusantara secara resmi di bawah kekuasaan administrasi kerajaan Belanda.

Representasi ketiga gubernur jenderal dalam bentuk patung, bust dan relief, dulu cukup umum di Belanda. Patung Coen berdiri di kota kelahirannya, Hoorn. Berbicara tentang Daendels, seakan terdapat ketidakadilan yang dilakukan atas kemasyhurannya karena hanya terdapat sebuah representasi dia dalam bentuk patung di Belanda. Patung ini dapat dilihat di bagian depan gedung Nederlands Handelsmaatschappij (NHM). Di tanah kelahirannya, dia juga dihargai dengan sebuah plakat bertuliskan “de Tinne” pada rumahnya dulu. Berbeda dengan Daendels, representasi Van Heutsz dalam bentuk monumen, bust, atau relief sangatlah menonjol. Monumen Van Heutsz dibangun di Amsterdam, Belanda. Terdapat patung setengah badannya di kota kelahirannya di Coevorden dan di museum KNIL (Koninklijk Nederlands Indische Lager) di Bronbeek.

Mengenang Van Heustz

Van Heutsz, seorang figur dalam sejarah kolonial di abad ke-20, terkenal atas perannya dalam aneksasi Aceh, yang juga merupakan langkah menuju penuntasan penaklukan wilayah geografis dari yang sekarang bernama Indonesia. Dia juga antusias dalam menerapkan Politik Etis bersama dengan koleganya yang pada waktu itu menjadi Menteri Urusan Koloni, Idenburg. Namun demikian, nama Van Heutsz kurang dikenal bagi kebanyakan orang Indonesia yang belajar sejarah Indonesia hanya pada tingkat sekolah dasar dan menengah. Sementara, Snouck Hurgronje, penasihatnya terutama pada perang Aceh, lebih dikenal ketimbang Van Heutsz.

Van Heutsz adalah yang paling kontroversial di antara ketiga gubernur jenderal dalam tulisan ini. Sejak semula, pendirian monumennya di Amsterdam mengundang kontroversi. Dalam sebuah pertemuan perencanaan pendirian monumen Van Heutsz di Amsterdam, terdapat perdebatan tentang layak tidaknya dia mendapatkan penghormatan dalam bentuk monumen. Kelompok sosial-demokrat bersikukuh bahwa Van Heutsz bukanlah figur nasional yang penting yang layak mendapatkan monumen.

Kelompok sosial-demokrat ini menyatakan bahwa Snouck Hurgronje yang lebih berperan dalam Perang Atjeh. Hurgronje adalah orang yang berada di belakang layar. Dia adalah penasihat Van Heutsz dalam pemenangan Perang Atjeh, sementara Van Heutsz hanya menjalankan apa yang sudah disarankan padanya, namun pihak yang pro dengan pendirian monumen Van Heutsz mengelak dengan mengatakan bahwa monumen untuk Van Heutsz tersebut dibuat bukan karena peran dia di Atjeh, namun karena prestasi yang dibuatnya selama menjadi Gubernur Jenderal di Hindia Belanda. Akhirnya, monumen Van Heutsz pun didirikan di persimpangan Olympiaplein dan Apollolaan di Amsterdam yang menghadap ke arah sekolah menengah di Amsterdam (het Amsterdams Lyceeum).

Pada tanggal 10 Maret 1967, protes lain dilayangkan pada monumen Van Heutsz di Amsterdam. Protes ini dilakukan oleh sekeompok mahasiswa yang disebut de Provo Protes ini sebetulnya dilakukan bertepatan dengan ulang tahun pernikahan pertama Putri Beatrix dengan seorang bangsawan Belanda, Pangeran Claus von Amsberg. Pangeran Claus adalah seorang perwira dalam rezim Nazi Jerman. Akibat tindakan protes ini, salah satu kaki dari singa dan lampu- lampu dari monumen Van Heutsz rusak. Dua orang yang melakukan protes ini dipenjara selama delapan bulan. Setelah keluar dari penjara, pada tanggal 3 Februari 1968 mereka melakukan protes kembali tepat dalam peringatan 170 tahun kelahiran Van Heutsz . Sebuah protes lain terhadap monumen Van Heutsz terjadi juga di tanah kelahirannya, Coevorden. Pada tanggal 9 April 1965 seorang editor koran lokal di provinsi Drenthe, Rooie Drentse Courant, Alard van Lenthe dan Relus ter Beek, meletakkan sebuah plakat pada patung setengah bandan Van Heutsz di Coevorden.

Seorang anak Van Heutsz menyatakan keberatannya terhadap plakat tersebut. Seorang pegawai pengadilan, Baron van Dedem, mendenda kedua orang pemasang plakat tersebut sebesar f 50. W. H. Nagel, yang mempunyai nama populer J. B. Charles, yang menghadiri pengadilan tersebut sebagai seorang saksi ahli, mendukung penghancuran seluruh monumen Van Heutsz. Terdapat beberapa keberatan dan usulan untuk mengubah monumen Van Heutsz di Amsterdam. Seorang anak Van Heutsz yang menjadi seorang perwira Waffen SS selama pendudukan Belanda oleh Jerman, menulis sebuah surat kepada walikota Amsterdam yang meminta untuk menghancurkan patung ayahnya (Gewenst en niet Geliefd). Namun usulan tersebut tidak direspons oleh sang walikota. W. H. Nagel mengusulkan agar menghapus seluruh memori tentang Van Heutsz dan perlu digantinya nama monumen Van Heutsz. Seorang anak Van Heutsz menyatakan keberatannya terhadap plakat tersebut. Seorang pegawai pengadilan, Baron van Dedem, mendenda kedua orang pemasang plakat tersebut sebesar f 50. W. H. Nagel, yang mempunyai nama populer J. B. Charles, yang menghadiri pengadilan tersebut sebagai seorang saksi ahli, mendukung penghancuran seluruh monumen Van Heutsz. Terdapat beberapa keberatan dan usulan untuk mengubah monumen Van Heutsz di Amsterdam. Seorang anak Van Heutsz yang menjadi seorang perwira Waffen SS selama pendudukan Belanda oleh Jerman, menulis sebuah surat kepada walikota Amsterdam yang meminta untuk menghancurkan patung ayahnya (Gewenst en niet Geliefd). Namun usulan tersebut tidak direspons oleh sang walikota. W. H. Nagel mengusulkan agar menghapus seluruh memori tentang Van Heutsz dan perlu digantinya nama monumen Van Heutsz.

Respon yang lebih serius dalam mengganti monumen tersebut baru dimulai pada tahun 1998. Usul awal perubahan fungsi dan nama monumen ini disampaikan oleh Ny. Van der Linden- Schadd. Dia menulis surat pada pada pemerintah distrik Amsterdam Zuid. Di dalam surat tersebut ia meminta agar monumen itu didedikasikan untuk tujuan lain. Pada bulan Juni 1997, K. Borghouts menulis proposal serupa melalui sebuah koran lokal, de Voldelpark-Concertgebouwbuurt. Pada tanggal 1 Juli 1998, sebuah panitia yang bernama Comité Herdenking Gevallenen in Nederlands- Indië di Amstelveen menulis surat yang meminta untuk mempertimbangkan kembali nama monumen Van Heutsz. Akhirnya, sebuah kepanitian lain yang bernama Amsterdam Anders/De Groen mengorganisir sebuah malam diskusi dan penyebaran informasi tentang monumen ini pada tanggal 29 Oktober 1998. Pemerintah kota Amsterdam kemudian juga menyelenggarakan berbagai diskusi untuk merespons usulan-usulan tersebut. Sejarawan guru, para aktivis LSM, wakil-wakil dari beberapa organisasi dari Belanda dan Indonesia (termasuk dari Aceh) terlibat dalam berbagai diskusi yang diselenggarakan pada berbagai kesempatan. Dalam rentetan diskusi tersebut, para hadirin setuju untuk setidaknya merubah nama monumen tersebut. Beberapa nama kemudian diusulkan untuk mengganti nama monumen Van Heutsz. Inge Lavalette mengusulkan untuk mengganti nama monumen tersebut agar memiliki makna yang berbeda, sebagai misal untuk mengenang para korban Aksi Polisionil (istilah Belanda) di Indonesia. Comité Herdenking Gevallenen in Nederlands-Indië, Amstelveen mengusulkan nama “Indië Monument Amsterdam."

Hasil akhir dari rangkaian diskusi tersebut ialah perubahan nama monumen tersebut menjadi “Monument Indië-Nederland, 1596-1949” pada tahun 2004. Untuk memberikan kesan yang lebih kuat atas perubahan-perubahan ini, dibangun dua dinding kecil di sebelah Timur area monumen ini. Pada setiap dinding tersebut terdapat plakat. Plakat pertama bertuliskan kata-kata “INNIG NEDERLANDS INDIE”. Plakat pada dinding yang lain bertuliskan angka-angka “1596 1935 1945 1949 2001 2007”. Nama yang dipilih untuk pengganti nama monumen Van Heutsz tersebut menggambarkan hubungan antara Indonesia dan Belanda sejak 1596, tahun tatkala orang- orang Belanda pertama datang ke Banten, hingga 1949, tahun ketika penyerahan kedaulatan (istilah Belanda). Akhir tahun pada nama pengganti monumen ini mungkin semestinya 1945, jika saja pergantian nama monumen ini terjadi pada tahun 2006 ketika pemerintah Belanda secara resmi mengakui kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945.



Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun