Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Indonesia Membuang Sampah Makanan Terbesar Kedua di Dunia

3 Desember 2020   06:10 Diperbarui: 5 Desember 2020   18:26 672
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. halalfocus.net, dimuat hipwee.com

Luar biasa. Bukan luar biasa dalam arti positif, tapi luar biasa memprihatinkan. Itulah yang tergambar di benak saya setelah membaca berita di Kompas (21/11/2020) berkaitan dengan sampah makanan.

Disebutkan bahwa Indonesia menjadi negara pembuang sampah makanan (food waste) terbesar kedua di dunia dengan membuang 1,6 juta ton pada tahun 2018. Jika dilihat secara individu, setiap orang di negara kita rata-rata membuang 6 kilogram makanan per tahun.

Bila dilihat per daerah, maka yang paling parah adalah di Jakarta dan sekitarnya. Angkanya beberapa kali lipat di atas angka nasional, di mana setiap orang di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi, membuang sebanyak 28 kilogram per tahun.

Adapun sampah makanan di rumah tangga yang terbanyak di buang berupa sayuran dan buah-buahan. Sedangkan di restoran, sampah makanan berupa nasi, menjadi yang paling banyak terbuang. Artinya, pelanggan yang makan di restoran, banyak yang tidak menghabiskan nasinya.

Ini menjadi ironi di tengah masih tingginya gizi buruk dan tengkes (kerdil, tidak dapat tumbuh menjadi besar) pada anak-anak Indonesia. Di berbagai pelosok pedesaan, bahkan juga kelompok marjinal di perkotaan, gampang menemukan warga yang kekurangan makanan.

Tapi, di lain pihak, kebiasaan memesan makanan dalam jenis yang banyak dan porsi yang besar sewaktu makan di restoran, sudah jadi kebiasaan banyak orang yang berpunya. Ketika memesan makanan, mungkin karena laparnya, seakan-akan semua yang dipesan bisa dihabiskan. Ternyata, perut manusia ada kapasitasnya, tak mungkin diisi terlalu penuh.

Selain restoran, resepsi pernikahan juga menjadi produsen sampah makanan terbesar, tapi ini kesalahan dari yang punya hajat yang memesan dalam jumlah banyak ke pihak penyedia katering. Beruntung sekarang ada komunitas tertentu yang mengolah kembali sisa katering yang kemudian dibagikan secara gratis ke panti asuhan atau warga tidak mampu.

Tampaknya, nasihat nenek moyang kita untuk tidak membuang nasi, karena nasinya akan "menangis", sudah tidak diperhatikan masyarakat lagi. Demikian juga ceramah agama tentang berdosanya orang yang bertindak mubazir dalam makanan.

Makanlah sebelum lapar dan berhenti sebelum kenyang, demikian pedoman menurut tuntunan agama. Dengan demikian, makanan yang dituangkan ke dalam piring tidak akan banyak (karena belum begitu lapar), dan sudah berhenti ketika belum merasa kenyang. Lebih sering makan tapi dalam porsi sedikit lebih baik ketimbang hanya dua atau tiga kali tapi dalam porsi jumbo.

Dengan jadwal makan sebelum lapar, orang akan cenderung memilih makanan yang sehat, dan mengunyah makanan secara perlahan. Jika makan saat lapar, orang cenderung memilih sejenis fast food dengan rasa yang kuat (asin, manis, dan berlemak) dan dimakan secara terburu-buru.

Kemudian, demi kesehatan pula, kapasitas perut sebaiknya hanya sepertiga yang berisi makanan, sepertiga berisi air, dan sepertiga dibiarkan kosong atau untuk udara. Seperti itulah diet ala Rasulullah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun