Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika Sang Cucu Kecanduan Telepon Cerdas

13 Agustus 2018   08:54 Diperbarui: 13 Agustus 2018   09:04 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Minggu lalu saya kedatangan keponakan saya sekeluarga dari Padang yang mau berlibur beberapa hari di Jakarta. Saya tulis sekeluarga karena terdiri dari suami, istri, dan tiga orang anak perempuan, masing-masing berusia 6 tahun, 3 tahun 6 bulan, dan 1 tahun 4 bulan.

Jadilah selama beberapa hari di rumah saya ada tiga generasi, yakni generasi saya dan istri yang sudah berusia kepala lima, keponakan saya dan suaminya berusia kepala tiga, dan anak-anak itu tadi, yang memanggil saya "Atuk" (kakek dalam bahasa Minang). 

Alhamdulillah, dengan panggilan Atuk tersebut, saya jadi sadar kalau saya tidak lagi muda. Memang selama ini, mungkin karena belum punya cucu kandung, saya tetap saja merasa muda. Toh, anak dari keponakan, itu sudah terbilang cucu juga buat saya. 

Namun tulisan saya kali ini tidak secara langsung mengulas soal perbedaan gaya hidup antar generasi. Saya hanya mengambil satu aspek saja, yakni tentang pengaruh telepon cerdas terhadap anak kecil.

Begini, suatu ketika saya terperangah melihat sang cucu paling bungsu bertangisan sambil berteriak ke bundanya karena rebutan telepon cerdas milik sang ayah dengan kakaknya yang berumur 3 tahun. 

Akhirnya sang bunda tidak tahan lagi, memberikan telepon cerdasnya ke anak bungsunya yang berjalan saja masih belum kokoh dan masih sering berada di pangkuan orang tuanya. 

Sebetulnya anak yang sulung pun juga terlihat cemburu. Tapi karena sudah bisa menahan emosi, ia tidak ikut menangis atau berteriak, namun mencoba merayu ibunya agar ia juga kebagian memakai telepon setelah itu.

Lalu ketika saya tanya ke sang bunda apakah ini sudah sering terjadi? Jawabannya: "iya sudah biasa, karena melihat neneknya yang sehari-hari menjaga cucu-cucunya sambil pegang telepon". Memang, sang ayah dan sang bunda masing-masing bekerja, berangkat pagi, pulang sore atau malam.

Tentang sang nenek yang merupakan kakak tertua saya, dulu sama gagap teknologi seperti saya. Namun setelah beliau pensiun, hasil dari utak atik sendiri serta diajari cucu tertua, sekarang sudah mahir berselancar di dunia maya, termasuk aktif di beberapa media sosial.

Tentu saya tidak punya kekhawatiran terhadap sang nenek. Dengan bermain telepon cerdas, si nenek bertambah pengetahuannya karena sering mengikuti pengajian dari ustad kegemarannya.

Tapi terhadap sang cucu, saya betul-betul tidak bisa menyembunyikan kegusaran saya, apalagi ayah dan ibunya terlihat santai saja. Saya udah sering membaca bahaya kecanduan telepon cerdas untuk semua orang, dan secara khusus buat remaja dan anak-anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun