Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Sisipan Iklan dalam Film Nasional Perlu Sentuhan Artistik

18 Juli 2018   17:18 Diperbarui: 19 Juli 2018   09:26 2656
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: http://vidoo.co.uk

Anda penggemar film nasional? Tentu anda tidak kaget bila menemui sisipan iklan yang seperti menyatu dengan skenario film. Contohnya pas lagi adegan seorang aktor naik motor, merek motor yang dikendarainya disorot sehingga jelas terbaca. 

Contoh berikutnya ada lagi adegan seseorang menggunakan kartu ATM yang dikeluarkan bank tertentu, sebelum masuk ke rumah makan dengan teman-temannya di sebuah gerai makanan cepat saji yang logonya di-close up.  Lalu sehabis makan ada seorang pemain yang digambarkan memakan obat merek tertentu.

Memang tidak ada kalimat ajakan seperti begini: "Saya selalu minum obat XYZ untuk meredakan sakit maag". Namun demikian, penonton biasanya langsung mengetahui bahwa adegan tersebut adalah sisipan iklan. Ada saja penonton yang menghela nafas pertanda tidak menyukai adegan iklan sisipan itu, karena kalau dihilangkan sama sekali tidak akan meNGubah kisah dalam film. 

Masalahnya adalah produser film pasti sudah punya kesepakatan dengan sponsor bahwa pada detik ke sekian saat muncul adegan tertentu, produk sponsor akan terlihat jelas bagi penonton. Sebagai imbalannya, sejumlah dana digelontorkan sponsor sehingga film tersebut dapat diproduksi.

Sebetulnya di film-film barat pun hal ini juga lazim. Dulu ada film yang berjudul "God Must be Crazy" yang secara tidak langsung mempromosikan sebuah merek dari minuman ringan dalam botol kaca. Di film yang diproduksi pada tahun 1980 dan sangat terkenal itu, ada berkali-kali "penampakan" produk minuman, namun tidak terlihat mengganggu karena tidak pernah di-close up.

Justru kehadiran minuman ringan tersebut menjadi penting, yang kalau dihilangkan akan "merusak" kisah dalam film, karena  menjadi simbol peradaban modern di tengah belantara Afrika dengan penduduk aslinya yang digambarkan masih hidup seperti di zaman primitif.

Film nasional era jadul juga sudah bagus, berhasil mengemas sisipan iklan secara artistik sehingga penonton tidak merasa melihat iklan. Karya Arifin C. Noer dalam film Taksi di tahun 1990, menampilkan Rano Karno sebagai aktor utama yang berseragam sopir taksi merek tertentu dan tentu saja sering muncul adegan ia lagi berada di belakang setir sebuah mobil taksi.

Namun, dalam perkembangannya pada beberapa tahun terakhir ini, terkadang muncul sisipan iklan yang kurang wajar. Misalnya ada film bertema sejarah atau biografi seorang tokoh di masa penjajahan, tapi kok muncul adegan sang pemain menggunakan produk sabun mandi atau shampo yang sangat kekinian. 

Untuk produk yang tidak pas dengan cerita film, sebetulnya bisa diakali dengan memberi tempat di awal dan di akhir film berupa ucapan terima kasih bagi para sponsor, sekaligus dengan memampangkan logonya secara jelas. Memang butuh diskusi panjang agar terdapat kesamaan pendapat antara sutradara dan produser film dengan para sponsornya. 

Kesimpulannya, asal sisipan iklan dapat "kawin" dengan cerita film, bukan sesuatu yang dipaksakan kemunculannya, maka hal ini sesuatu yang baik. Apalagi sekarang ini para sineas muda di tanah air terlihat mulai terpacu kreativitasnya, namun masih terkendala oleh keterbatasan sumber dana. Maka sisipan iklan sponsor menjadi salah satu alternatif dalam memecah kebuntuan untuk mencari dana.

Pihak bank masih enggan memberikan fasilitas kredit kepada film yang akan diproduksi, karena sulit menganalisisnya memakai parameter keuangan yang formatnya sudah standar bagi para pelaku usaha di sektor perdagangan atau manufaktur, bukan bagi pelaku industri kreatif seperti film. Memakai parameter personal loan seperti kredit bagi para profesional seperti dokter, notaris, akuntan, juga tidak bisa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun