Siapa yang tak mengenal kentang? Sayuran bernama latin Solanum tuberosum itu bisa diolah beragam cara, mulai digoreng sampai dibuat mashed. Kentang juga kaya serat, vitamin, dan mineral.
Sayangnya, kentang bukan jenis sayuran yang tahan disimpan lama-lama. Selain itu, kentang juga butuh metode penyimpanan yang tepat.Â
Mungkin Anda sering menemukan kentang yang disimpan ternyata sudah mulai bertunas. Mulai tumbuh akar-akar kecil. Biasanya, ketika sudah bertunas seperti, kentang tak lagi terasa keras, melainkan agak lunak. Lalu, ketika dikupas, kulitnya tak lagi terasa crispy, keriput pula.
Kalau sudah menemukan kentang dalam kondisi seperti itu, biasanya saya akan memeriksa terlebih dahulu, apakah tunasnya banyak, di berbagai tempat.
Kalau hanya ada di satu titik, maka potong saja bagian kentang yang bertunas itu. Potong sekira 1 atau 2 cm di bagian daging yang bertunas.
Kalau sudah terlalu banyak, maka tak ada gunanya dipotong-potong. Sebab, tak ada lagi kentang yang tersisa untuk diolah. Yang saya lakukan paling membuangnya ke tempat sampah atau melemparnya ke halaman, barangkali bisa tumbuh.
Kadang saya ragu juga untuk menyantap kentang yang sudah bertunas seperti itu, meski hanya sedikit.
Kebanyakan kentang sangat aman untuk disantap, meski demikian kentang memiliki racun alami, yang jika jumlahnya banyak, bisa membuat Anda sakit jika mengonsumsinya. Itu yang saya baca.
Menurut Lauren Harris-Pincus, penulis "The Everything Easy Pre-Diabetes Cookbook" dan "The Protein-Packed Breakfast Club", kentang mengadung dua jenis glycoalkaloid, di mana keduanya adalah racun alami, yaitu solanine dan chaconine.