Kabut tipis, pepohonan yang rindang, angin yang sejuk, suasana yang damai, di sebuah bukit yang indah, kegiatan mendaki adalah kegiatan yang sangat cocok untuk dilakukan disana, terkhusus untuk para mahasiswa. Tapi mendaki bukit di pagi hari menjelang siang dengan niat berziarah sepertinya bukanlah hal yang lazim untuk dilakukan oleh mahasiswa terkhususnya mahasiswa program studi ilmu komunikasi pada umumnya. Tapi sebagai mahasiswa UIN Sunan Kalijaga, hal yang dipelajari mahasiswa tidak hanya soal ilmu umum juga, tapi juga spiritualitas dan juga agama.
Pada hari Sabtu tanggal 24 Mei 2025, sekitar 39 orang mahasiswa semester 2 dari program studi Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta mengadakana kunjungan ke bukit Turgo yang terletak di Dusun Turgo, Kapanewon pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kunjungan ini diinisiasi oleh kaprodi  program studi Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Dr. Mokhamad Mahfud sekaligus dosen pengampu mata kuliah sejarah peradaban islam yang juga dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah sejarah peradaban islam.
Kunjungan ini tidak sekedar diadakan untuk jalan jalan semata, meskipun menjadi spot untuk tracking yang bagus pemula, kunjungan ini juga ditujukan untuk bertadabbur alam serta menghayati perjalanan spititual dari Syekh Jumadil Kubro yang juga merupakan tokoh penting dalam penybaran agama islam di Indonesia.
Rombongan berangkat dari Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada pukul 9 pagi, dilanjut dengan perjalanan sekitar 45 menit dengan menggunakan motor. Melewati atea hutan yang rimbun hingga jalan yang agak terjal, para mahasiswa telah sampai di kaki bukit turgo dan parkir di sebuah warung. Disana para mahasiswa bersantai serta menunggu persiapan untuk mendaki. Ada yang memesan makanan dan minuman, ada yang berbincang hangat dengan kawan kawan, ada juga yang mengabadikan momen dengan berfoto foto sambil mengagumi keindahan alam di sekitar kaki bukit turgo.
Setelah semuanya sudah bersiap, sebelum pergi ke tempat pendakian, para mahasiswa pertam berkunjung dulu ke tempat para warga warga memberi sesajen atau yang bisa dibilang tempat berdoa dan tempat mencari ketenangan spiritual oleh masyarakat sekitar. Lalu dilanjut ke loket pendaftaran dan pembayaran, sampailah para mahasiswa di titik awal pendakian, yang dimana pada saat itu para mahasiswa di briefing oleh salah satu pengelola dari maqom tersebut yaitu Musdi. Musdi memberi himbauan kepada para mahasiswa bahwa tempat ini bukanlah sekedar tempat tracking, melainkan juga tempat yang juga memiliki nilai spiritual. Jadi dihimbau kepada seluruh pengunjung terkhususnya para mahasiswa untuk menjaga sikap dan juga lisan selama mendaki di bukit turgo. Dan juga para perempuan dan mahasiswi yang sedang haid atau berhalangan untuk dihimbau agartidak memasuki area petilasan saat dipuncak, karena disitu juga termasuk tempat yang suci.
Para mahasiswa pun mulai mendaki bukit dengan menaiki sekitar 1750 anak tangga. Ada yang bisa naik ke puncak dengan mudah dan cepat, ada juga yang membutuhkan waktu cukup lama untuk bisa sampai ke puncak. Itu semua tergantung dari persiapan dan kesiapan para mahasiswa yang hendak mendaki di bukit turgo. Tapi meski begitu tetap terdapat sekitar dua rest area yang ada di sepanjang jalan menuju bukit Turgo agar para pengunjung tetap bisa beristirahat bila dirasa kurang mampu untuk menyelesaikan perjalanan secara langsung.
 Saat sudah mencapai puncak para pengunjung disambut oleh pemandangan yang menakjuban dari atas bukit turgo, dan juga terdapat maqom dari syekh jumadil kubro. Di situ terdapat para pengunjung yang melantunkan mulai dari doa doa, sholawatan, hingga tahlilan di maqom tersebut. Suasana terasa sangat damai dan tentram selama berada dipuncak dan para pengunjung pun menghayati perjalanan spiritualitas tersebut. Setelah sampai di puncak, para mahasiswa juga ada yang melantunkan doa dan tahlil, ada juga yang tidak, dan disitu para mahasiswa mengadakan sholat Dhuhur saat Maqom sudah mulai sepi. Dilanjut oleh penyampaian materi yang disampaikan oleh mokhamad mahfud bahwa sebanarnya maqom ini bukanlah kuburan, melainkan tempat bekas bertapa nya Syekh Jumadil Kubro sekaligus untuk menghayati perjalanan spiritualnya, karena kata makom sendiri juga berasal dari bahasa arab yatu adalah tempat berdiri. Mahfud menekankan pentingnya aspek spiritualitas dalam perjalanan ini. Lalu kegiatan dilanjutkan dengan sholawatan bersama dan juga foto bersama.