"Eh Butet, jadi siapanya halletmu sekarang? Jangan lama-lama kali lah, biar cepatnya kita pesta. Ato maunya ko kukenalkan? Adanya keponakan kawan Amangborumu. Udah PNS dia, baik kali lho. Ganteng pula!"
Si Butet menanggapi celotehan Namborunya cuma mesem-mesem saja sambil mengupas kacang kulit di depannya. Di hadapannya berdiri rombongan peserta pesta membentuk satu baris rapi di tengah gedung, masing-masing membawa ulos berwarna-warni. Gondangpun mulai ditabuh.
Pembaca sekalian (khususnya wanita dari suku Batak) mungkin pernah mengalami momen yang mirip sepenggal kisah di atas?Â
Dulu saya sering! Ketika usia saya mulai menginjak 27 tahunan, beberapa anggota keluarga mulai sering pertanyaan macam itu. Ujung-ujungnya mereka menanyakan apakah saya mau dikenalkan dengan seseorang?
Dikenalkan di sini artinya bukan seperti kenalan dengan teman baru, tapi (hampir pasti) diperkenalkan dengan lawan jenis. Oleh sebab itu pertanyaan ini pastinya akan mengarah ke perjodohan.
Tidak hanya pertanyaan dari anggota keluarga, bahkan orangtua saya sendiri mulai suka memberi 'kode' ke sanak saudara supaya saya diperkenalkan dengan seseorang. Pokoknya setiap kali ada kandidat yang sekiranya cocok, pasti langsung tancap gas.
Memang sih, sekarang bukan zamannya Siti Nurbaya lagi. Standar usia pernikahan juga sudah meningkat seiring dengan perkembangan zaman, di mana standar pendidikan dan karier meningkat.Â
Tidak seperti dulu, pokoknya begitu usia anaknya sudah cukup untuk menikah, para orangtua mulai ketar-ketir mencarikan mereka jodoh. Oleh sebab itu sebagian muda-mudi zaman sekarang kurang cocok dengan tradisi perjodohan. Mereka tidak suka diatur-atur soal pasangan hidup.
Meski demikian pada etnis tertentu tradisi perjodohan masih dianggap lumrah. Apalagi kalau dibalik perjodohan tersebut ada tujuan politik tertentu, misal penyatuan bisnis keluarga. Oke kalau ini sih mungkin saya yang kebanyakan nonton drama Korea yah? Hihihi...
Alasan Kenapa Muda-Mudi Perlu Dijodohkan