Mohon tunggu...
Irmayani
Irmayani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Irmayani

Saya, Irmayani. Seorang mahasiswi di Prodi Psikologi Universitas Syiah Kuala.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menikah Dini Bukan Solusi, Yuk Siapkan Diri agar Pernikahan Lebih Berarti

14 Juni 2021   06:35 Diperbarui: 14 Juni 2021   06:52 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan oleh pasangan yang umurnya masih belum legal untuk menikah. Di Indonesia, sesuai dengan UU No. 16/2019 tentang Perubahan atas UU No. 1/1974 tentang Perkawinan telah menaikkan usia minimal kawin perempuan dari 16 tahun menjadi 19 tahun. Dengan demikian, usia kawin perempuan dan laki-laki sama-sama 19 tahun. Jadi, pernikahan dini di Indonesia adalah pernikahan antara laki-laki dan perempuan yang usianya belum mencapai 19 tahun. Alasan pernikahan memiliki batas usia minimal adalah karena usia dibawah 19 tahun masih belum matang untuk menghadapi pernikahan yang merupakan ikatan sepanjang sisa hidup seseorang. Banyak hal yang melatarbelakangi pernikahan dini diantaranya yaitu, pendidikan rendah, kultur nikah muda, seks bebas pada remaja dan kebutuhan ekonomi. Pernikahan dini umumnya dilakukan karena adanya masalah ekonomi dalam keluarga, hal tersebut yang menyebabkan pernikahan dini lebih sering ditemukan pada kehidupan masyarakat ekonomi kalangan bawah daripada ekonomi kalangan atas.

Selain perasaan cinta dan keinginan untuk berbagi hidup bersama pasangan, tentu saja ada hal-hal yang perlu disiapkan sebelum menjalani kehidupan pernikahan. Ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam mempersiapkan seseorang dalam menghadapi pernikahan. Aspek tersebut adalah aspek emosi, peran, sosial, finansial, spiritual, reproduksi, dan komunikasi. Masing-masing aspek sangat berperan besar dalam mengukur kesiapan seseorang untuk melakukan pernikahan.

  • Aspek emosi, individu harus mampu mengontrol emosinya, memiliki kesiapan untuk berkomitmen, mampu menghadapi masalah yang akan mendatanginya, memiliki kedewasaan, memiliki kesiapan untuk menerima kekurangan pasangan, dan siap untuk mencintai.
  • Aspek peran, individu harus memiliki kesiapan untuk menjalankan peran dalam kehidupan pernikahannya, memiliki pengetahuan yang tinggi tentang pernikahan dan pengasuhan, memiliki kemampuan untuk merancang masa depan, dan mampu bertanggung jawab.
  • Aspek sosial, individu harus memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya dengan baik, memiliki kesiapan untuk membangun hubungan sosial dan juga kemandirian.
  • Aspek finansial, individu harus memiliki kemampuan untuk mengatur kehidupan ekonominya, memiliki pekerjaan agar mendapatkan penghasilan, dan memiliki kesiapan materi.
  • Aspek spiritual, individu harus memiliki pengetahuan tentang agama dan keimanan, melakukan seluruh ibadah keagamaan, dan mampu membangun keluarga yang religius.
  • Aspek reproduksi, individu harus memiliki kesiapan fisik dan kesehatan, mampu mengontrol perubahan yang berkaitan dengan hormonnya, serta memiliki kesiapan dan kematangan organ reproduksi.
  • Aspek komunikasi, individu harus memiliki kesiapan komunikasi yang baik untuk membicarakan segala hal dalam kehidupan pernikahan.

Aspek-aspek tersebut akan lebih siap ketika individu menginjak usia dewasa muda, karena menikah adalah salah satu tugas perkembangan masa dewasa muda. Erickson (1963) menambahkan bahwa masa dewasa muda merupakan masa keintiman melawan isolasi. Oleh karena itu, dewasa muda akan lebih memikirkan dan mencari informasi mengenai hal-hal yang perlu disiapkan untuk menikah. Bahkan pada usia dewasa muda, seseorang juga tidak pasti memiliki kesiapan pernikahan yang baik. Data yang didapatkan Badan Pusat Statistik (BPS) terkait jumlah pasangan yang menikah sebelum umur 18 menurut provinsi tahun 2019 adalah 10,82%. Usia yang ditetapkan sebagai batas minimal pernikahan di Indonesia adalah 19 tahun dan ternyata masih sangat tinggi persentase pasangan yang menikah di bawah usia 19 tahun di Indonesia.

"Mengapa pernikahan dini ini tidak dianjurkan?"

Sangat banyak dampak negatif dari pernikahan dini dan sangat kecil angka kesuksesan dalam pernikahan dini. Ada beberapa dampak negatif yang berpengaruh jika seseorang melakukan pernikahan dini.

Secara biologis, alat-alat reproduksinya masih dalam proses pertumbuhan menuju kematangan sehingga belum siap untuk melakukan hubungan seksual, apalagi sampai terjadi hamil dan melahirkan. Jika dipaksakan justru akan terjadi trauma robekan jalan lahir yang luas dan infeksi yang akan membahayakan organ reproduksinya dan membahayakan nyawa. Penting untuk diketahui bahwa kehamilan pada usia kurang dari 17 tahun meningkatkan risiko komplikasi medis, baik pada ibu maupun pada anak. Kehamilan di usia yang sangat muda ini ternyata berkorelasi dengan angka kematian dan kesakitan ibu. Disebutkan bahwa anak perempuan berusia 10-14 tahun berisiko lima kali lipat meninggal saat hamil maupun bersalin dibandingkan kelompok usia 20-24 tahun, sementara risiko ini meningkat dua kali lipat pada kelompok usia 15-19 tahun.

Selain itu, ketidaksetaraan gender memiliki konsekuensi yang sangat tinggi dalam pernikahan dini. Pasangan yang melakukan pernikahan dini memiliki kapasitas yang terbatas untuk menyuarakan pendapat, menegosiasikan keinginan berhubungan seksual, memakai alat kontrasepsi, dan mengandung anak. Dominasi pasangan seringkali menyebabkan anak rentan terhadap kekerasan dalam rumah tangga. Perempuan yang menikah di usia yang lebih muda seringkali mengalami kekerasan dan cenderung tidak melakukan perlawanan, sebagai akibatnya mereka pun tidak mendapat pemenuhan rasa aman baik di bidang sosial maupun finansial.

Pernikahan dini juga sangat mempengaruhi aspek psikososial dan emosional karena pasangan harus menjalani kehidupan mereka sebagai orang tua pada usia dini. Pasangan yang menikah dini juga akan memiliki masalah kedepannya dalam menjaga perkembangan anak dengan baik nantinya. Hal ini dikarenakan mereka memiliki tingkat pengetahuan yang masih sangat rendah tentang kesiapan menikah. Tingkat kemampuan berkomunikasi dan cara memecahkan masalah pasangan yang menikah di usia dini juga masih sangat rendah dikarenakan usia yang belum terlalu matang.

Dampak negatif pernikahan dini tersebut akan mendorong munculnya ketidakpuasan dalam pernikahan yang kemudian akan berujung pada perceraian di usia muda. Inilah mengapa individu yang ingin menikah harus mempersiapkan segala hal yang akan dihadapinya saat kehidupan pernikahan, agar mampu mencapai kepuasan dalam pernikahan dan kehidupan pernikahan akan berjalan dengan harmonis. Usia dini bukanlah usia ideal untuk memiliki kematangan dalam pernikahan, maka dari itu pernikahan dini sangat tidak dianjurkan karena memiliki banyak dampak negatif pada kehidupan seseorang.

Penulis: Irmayani, Siti Baizura & Via Fadilla

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun