Mohon tunggu...
Ircham Arifudin
Ircham Arifudin Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasianer Brebes Club (KBC-53): penulis receh sekaligus penikmat kopi tanpa gula

menjadi tua itu pasti, menjadi dewasa itu pilihan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hakikat Bahagia dan Kesuksesan

5 Maret 2020   08:00 Diperbarui: 6 Maret 2020   14:51 515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar hanya ilustrasi

Kebahagiaan merupakan sebuah keadaan yang selalu dicari oleh manusia secara hakiki. Dalam kehidupan sehari-hari, kebahagiaan dapat mempunyai pengertian sebagai kelezatan / kenikmatan (pleasure), kegembiraan (joy), dan bahagia (happiness).

Banyak orang mengatakan bahwa kaya tak selalu identik dengan bahagia, atau sebaliknya miskin tak selamanya disimpulkan sengsara. Ungkapan itu artinya bahwa kakayaan itu tidak bisa diukur dengan harta atau kebahagiaan tidak bisa diukur dengan kekayaan. Kebahagiaan dan Kesengsaraan  itu ada dalam hati, yaitu terletak pada penyikapan seseorang terhadap kenyataan hidup yang dijalani.

Kesuksesan juga tidak bisa dimaknai dengan banyaknya harta, jabatan yang tinggi ataupun prestasi yang kasat mata. Sukses adalah tentang being and becoming. Seseorang dikatakan sukses  jika Ia mempunyai sikap hidup dan keyakinan untuk tidak mudah menyerah dan selalu nyaman dengan kondisi apapun.

Hakikat Kesuksesan menurut  paradigma Islam yaitu ketika manusia  mencapai derajat mulia di mata Allah SWT, yang diukur dari amal ibadah dan Ketaqwaan seseorang. Dalam Al-Qur'an, kata" sukses" di wakili oleh kata faza yang berarti beruntung, sukses, menang. Diantara yang di sebut Al-Qur'an sebagai orang sukses adalah mereka yang dijauhkan dari api neraka dan dimasukan ke dalam surga. Kesuksesan yang disebut oleh Al-Qur'an ini menempati puncak tujuan dari seluruh rangkaian perjuangan hidup di dunia, yaitu kebahagiaan. 

Dalam pandangan etika Islam, kebahagiaan memiliki dua dimensi, yaitu : dimensi dunia dan dimensi akhirat. Dua dimensi tersebut saling berkaitan erat sekali, dimana kebahagiaan akhirat sangat dipengaruhi oleh tingkah laku seseorang dalam hidup di dunia. 

Untuk sampai pada kebahagiaan dunia dan akhirat, seseorang harus selalu taat dan patuh terhadap ketentuan dan peraturan yang datang dari Allah SWT dan Rasul-Nya, karena tanpa ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, seseorang tidak akan memperoleh kebahagiaan secara hakiki. 

Etika Islam juga menggariskan bahwa kebahagiaan yang hakiki (sebenarnya) bukanlah bersifat material (duniawi), melainkan bersifat im-material (bukan duniawi), yaitu berupa ketenangan jiwa.

Karena itulah orang yang sukses secara materi di dunia belum tentu sukses di akhirat. Misalnya, berharta tapi tak bersedekah, berilmu tapi tak diamalkan, dipercaya sebagai pejabat tapi tak amanah. Mereka inilah orang-orang "sukses" yang (sejatinya) tidak sukses memaknai kesuksesan. Ketika orang mengalami disorientasi dari mencari ridha Allah menjadi sekedar mencari dunia, itulah gagal. Jadi, Allah-lah standar kegagalan dan kesuksesan Kita.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun