Mohon tunggu...
IrfanPras
IrfanPras Mohon Tunggu... Freelancer - Narablog

Dilarang memuat ulang artikel untuk komersial. Memuat ulang artikel untuk kebutuhan Fair Use diperbolehkan.

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Bukankah Puasa Itu Soal Lapar dan Haus?

26 April 2020   22:11 Diperbarui: 26 April 2020   22:26 755
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh Hatice EROL dari Pixabay

Alhamdulillah. Puasa Ramadan yang kita tunggu-tunggu akhirnya datang juga. Marhaban ya ramadan. Tapi, baru juga masuk hari ketiga, tapi sudah beberapa kali badan ini tidak bersahabat.

Beberapa kali tubuh menunjukkan reaksi akan kebutuhan asupan makanan, ya, lapar itu namanya. Beberapa kali juga rasanya seperti ingin ada air segar yang mengalir melewati tenggorokan. Nah, kalau yang ini haus kan namanya. Begitulah kiranya kondisi puasa ramadan saya kali ini, padahal tahun-tahun sebelumnya biasa saja. Apalagi kondisi sebagai anak kos yang serba terbatas (finansial maksudnya) menuntut penghematan, jadi harusnya dah kebal dong?

Ah, tapi saya jadi sadar. Kini kita sedang berada di kondisi pandemi covid-19. Kondisi ini menuntut kita untuk melakukan segala aktivitasnya di rumah/kos.kontrakan dan ga kemana-mana kecuali mendesak. Akhirnya tubuh ini secara tak sadar menjadi terbiasa untuk, rebahan saja. Huftt... menyedihkan memang. Kondisi tubuh saya yang tadinya terlatih hemat (baca: jarang makan) menjadi terbiasa tidur-makan-ibadah-tidur lagi. Apalagi stok makanan ringan bertambah karena kiriman saudara yang peduli kondisi kritis ini.

Tapi, bukankah puasa ramadan itu memang soal lapar dan haus bukan? Ada yang mengatakan puasa itu tak sekadar menahan lapar dan haus. Tapi bukankah sifat lapar dan haus itu merupakan sifat alami manusia?

Bagi saya, tak memiliki lapar dan haus justru tak akan mampu menjalankan puasa dengan baik. Puasa ramadan berjalan selama satu bulan (bisa 28 hari-30 hari), ada masa atau periode tertentunya. Nah dalam bulan ramadan itu, segala aktivitas kebaikan termasuk ibadah akan dilipat gandakan pahalanya. Pintu ampunan pun terbuka lebar. Jadi kenapa kita tidak memanfaatkan rasa lapar dan haus kita itu untuk mendapatkan ridho Allah SWT?

Rasa haus dan lapar justru sangat wajar ketika kita berpuasa. Justru itulah kita berpuasa. Merasakan begitu lapar dan haus di siang hari dan mengucap syukur setelah berbuka di petang hari. Kalau berdasarkan pelajaran agama islam waktu SD, saya diajari kalau lapar dan haus yang dirasakan waktu puasa adalah pengingat kita akan nikmat Allah yang kadang kita lupa untuk mensyukurinya dan agar kita jadi lebih peduli kepada orang lain yang mungkin selama ini harus menderita akibat kelaparan.

Maka di bulan yang suci ini, marilah kita ubah rasa lapar dan haus kita menjadi pahala. Maksudnya marilah kita ubah hawa nafsu yang mungkin saja di bulan-bulan selain ramadan tak terkendali seperti lapar dan haus menjadi kebaikan. Yang tadinya banyak makan dan minum sekarang cukup secukupnya saja. Rasa lapar dan haus yang tadinya berorientasi pada makanan minuman kita ubah menjadi aktivitas berpahala seperti solat, tadarus, zakat, sedekah, dll. Intinya bukankah di bulan ramadan ini kita harusnya lapar dan haus akan asupan iman dan taqwa yang bakal terus dipupuk selama bulan ramadan. Jadi, setelah ramadan usai kita bisa mengubah kebiasaan buruk menjadi baik dan menjadi pribadi yang baik pula.

Sekian. Salam.

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun