Mohon tunggu...
Irfan Dani
Irfan Dani Mohon Tunggu... Pembelajar -

Cinta merupakan akar dari semua kehidupan.. Jadikan Cinta sebagai landasan bertumpu untuk "menuju" kesempurnaan...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Riuh Kepemimpinan

22 September 2018   13:56 Diperbarui: 22 September 2018   14:35 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Ilustrasi (sumber: Marketeers.com)

Kegaduhan yang terjadi di negeri ini dalam rangkaian kontestasi politik yang merupakan ajang memperebutkan kursi kekuasaan bukanlah hal yang asing terkhusus bagi Indonesia. Dalam realitas politik yang sering kali terjadi pada tahun - tahun politik memicu kemunculan gemuruh dinamika perpolitikan yang kadang kala berdampak menimbulkan perpecahan.

Tak dapat dipungkiri, perbedaan pandangan politik tentu sesuatu yang tak dapat dihindari dalam negara majemuk. Perbedaan bukanlah sesuatu yang salah, akan tetapi tingkah dalam menentukan sikap atas perbedaan tersebutlah yang masih perlu didewasakan dalam konteks bangsa Indonesia masa kini. Mirisnya banyak masyarakat yang dewasa secara usia namun masih "bayi" dalam bersikap karena perbedaan pilihan pemimpin.

Adu argumen di media sosial karena kubu A menjelekkan calon pemimpin dari kubu B atau sebaliknya, kemudian kubu B membalas menjelekkan calon pemimpin dari kubu A begitu seterusnya. Saling menghina, saling mencaci, memfitnah dan bahkan adu fisik hingga menimbulkan korban jiwa. Entah apa yang salah ?.. Begitu tegangkah negara demokrasi?..

Jika pemimpin bukan berasal daerahnya, maka yang terjadi adalah konflik. Jika pemimpin bukan berasal dari agamanya, konfliklah yang akan terjadi.. jika pemimpin bukan berasal dari kepentingannya, konflik lagi yang akan terjadi...

Cikal bakal konflik akan semakin meluas jika masyarakat tak dapat membesarkan jiwa toleransi dalam menyikapi perbedaan pandangan ataupun pilihan politik. Belakangan muncul gerakan-gerakan tagar (#) yang juga membuat kedua kubu bersitegang saling sikut menyikut yang berpotensi konflik apabila kedua kubu saling berhadapan.

Dalam perspektif sejarah, pasca Rasulullah SAW wafat, terjadi kebingungan diantara para sahabat dan kaum muslimin, siapa yang akan menggantikan tongkat kepemimpinan selanjutnya karena semasa hidup Rasulullah tidak pernah berwasiat mengenai siapa yang akan menggantikan kepemimpinannya, atau hanya sekedar memberikan arahan teknis tata cara menentukan atau memilih pemimpin yang baik dan benar.

Begitupun di dalam Al-Qur'an tidak pernah dijelaskan secara eksplisit mengenai aturan teknis dalam menentukan seorang pemimpin, hal ini barangkali yang membuat khususnya umat islam buta dalam tata cara dan tata sikap dalam pemilihan seorang pemimpin. Pasca meninggalnya Rasulullah, umat islam bermusyawarah dalam menentukan siapa yang pantas menggantikan Rasulullah sebagai pemimpin.

Dari diskusi panjang dan sempat terjadi konflik sampai - sampai jenazah rasulullah di diamkan hingga tiga hari dan pada akhirnya disepakati bahwa Abu Bakar Assidiq lah yang akan memegang tongkat estafet kepemimpinan selanjutnya. Setelah Abu Bakar jatuh sakit, ia menunjuk Umar Bin Khatab sebagai khalifah yang akan menggantikan posisinya dengan meminta penilaian kepada para sahabat.

Dalam prosesnya pun tidak mudah, ada yang menganggap bahwa Umar adalah orang yang keras yang nantinya akan memimpin secara otoriter dan seterusnya. Zaman kekhalifahan Ustman Bin Affan semua jajaran pemerintahan diduduki oleh anggota keluarganya, disinilah cikal bakal "Nepotisme" mulai muncul yang masih sering diterapkan sampai pada era saat ini, berakhirnya kepemimpinan Ustman sampai pada saat ia terbunuh ketika sedang shalat.

Kemudian masa kepemimpinan Ali Bin Abi Thalib, pada masa khalifah Ali umat islam pecah menjadi dua yaitu Sunni dan Syiah (untuk lebih jelas dan lengkapnya dapat di baca pada buku Sirah Nabawiyah).

Dalam pandangan sejarah dapat kita lihat bahwa begitu rumit proses regenerasi dan dinamika kepemimpinan sejak zaman Rasulullah, jadi barangkali wajar saja jika pada era millennial zaman sekarang sering kali terjadi konflik dalam menentukan seorang pemimpin yang layak menduduki kursi kekuasaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun