Mohon tunggu...
Irfan Fitroturrohman
Irfan Fitroturrohman Mohon Tunggu... Seseorang yang sedang mencari Ilmu

Husnudzon.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Langkah Awal Muslim Menuju Madinah: Sejarah dan Makna

30 Agustus 2025   11:47 Diperbarui: 30 Agustus 2025   11:51 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Hijrah Nabi Ke Madinah (Sumber: Erakini.id)

Perjalanan dakwah Nabi Muhammad saw. di Makkah selama bertahun-tahun menghadapi berbagai tantangan sosial, politik, dan tekanan dari kaum Quraisy, sehingga menuntut strategi dan peluang baru untuk menyebarkan ajaran Islam. Dalam konteks perjuangan tersebut, Perjanjian ‘Aqabah dan peristiwa hijrah menjadi salah satu momentum penting dalam sejarah perkembangan dakwah Islam yang memiliki implikasi besar terhadap terbentuknya masyarakat Muslim di Madinah.

Peristiwa ini tidak dapat dipahami hanya sebagai kesepakatan sederhana antara Nabi Muhammad saw. dengan sekelompok orang Yatsrib, melainkan sebagai titik balik strategis yang membuka jalan bagi hijrah kaum Muslimin dari Makkah menuju Madinah dan bagi pembentukan komunitas Muslim yang mandiri serta berdaulat di luar tekanan Quraisy. Untuk melihat signifikansinya, peristiwa ini harus ditempatkan dalam konteks dinamika sosial, politik, dan keagamaan Jazirah Arab pada awal abad ke-7 M.

Pada awal abad ke-7 M, dakwah Islam yang dibawa Nabi Muhammad saw. berkembang dalam konteks sosial, politik, dan keagamaan yang kompleks di Jazirah Arab. Makkah pada saat itu merupakan pusat perdagangan dan agama yang berada di bawah dominasi kaum Quraisy. Mereka memiliki struktur sosial yang kuat dan mempertahankan hegemoni melalui ikatan kesukuan serta praktik penyembahan berhala. Kehadiran Islam yang membawa pesan tauhid dipandang sebagai ancaman terhadap tatanan sosial-ekonomi yang menopang kekuasaan Quraisy. Akibatnya, kaum Muslimin mengalami diskriminasi, tekanan, bahkan kekerasan yang semakin mempersempit ruang gerak dakwah Nabi Muhammad saw.

Berbeda dengan Makkah, Yatsrib—yang kelak dikenal sebagai Madinah—sedang menghadapi persoalan sosial-politik internal. Masyarakatnya terdiri dari kabilah Aus, Khazraj, serta komunitas Yahudi. Hubungan antara Aus dan Khazraj sering diwarnai pertikaian panjang, termasuk Perang Bu‘ats yang meninggalkan luka sosial mendalam dan melemahkan tatanan politik mereka. Kondisi ini melahirkan kebutuhan akan figur pemersatu yang mampu mendamaikan kelompok-kelompok yang bertikai sekaligus memberikan arah baru dalam kehidupan sosial-religius.

Selain itu, keberadaan komunitas Yahudi di Yatsrib yang kerap menyampaikan nubuat tentang kedatangan nabi akhir zaman turut memengaruhi pandangan masyarakat setempat. Hal ini membuat sebagian penduduk Yatsrib lebih siap menerima kemungkinan hadirnya sosok pemimpin religius yang membawa visi moral dan universal. Dalam konteks tersebut, sekelompok kecil penduduk Yatsrib bertemu dengan Nabi Muhammad saw. di Makkah ketika mereka datang menunaikan ibadah haji—atau menurut sebagian riwayat, ibadah umrah.

Pertemuan ini menjadi titik awal pengenalan ajaran Islam bagi mereka. Karena itu, ketika dakwah Islam diperkenalkan, masyarakat Yatsrib menyambutnya dengan lebih terbuka dibandingkan masyarakat Makkah yang masih kuat terikat pada tradisi kesukuan Quraisy.

Dalam konteks inilah Perjanjian ‘Aqabah lahir. Perjanjian pertama, yang terjadi pada tahun ke-12 kenabian (621 M), berisi komitmen sekelompok orang Yatsrib untuk tidak menyekutukan Allah, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak, tidak melakukan fitnah, serta menaati Rasul dalam kebaikan. Perjanjian ini bersifat moral dan spiritual, menjadi fondasi awal penerimaan Islam di Yatsrib.

Setahun kemudian, pada musim haji berikutnya, dilaksanakan Perjanjian ‘Aqabah kedua (622 M). Dalam perjanjian ini, jumlah peserta jauh lebih banyak, dan isi kesepakatan pun semakin kuat, terutama karena adanya dimensi politik. Orang-orang dari Aus dan Khazraj menyatakan kesediaan melindungi Nabi Muhammad saw. sebagaimana mereka melindungi keluarga sendiri. Hal ini berarti mereka bukan hanya menerima Islam sebagai agama, tetapi juga mengakui Nabi Muhammad saw. sebagai pemimpin spiritual sekaligus pemimpin politik di Yatsrib.

Setelah perjanjian tersebut, Nabi memberikan izin kepada para sahabat untuk berhijrah ke Yatsrib. Proses hijrah dilakukan bertahap, penuh kehati-hatian karena Quraisy berusaha keras mencegahnya.

Hijrah Nabi Muhammad saw. dan kaum Muslimin dari Makkah ke Madinah berlangsung secara bertahap dan strategis, dengan durasi kurang lebih beberapa bulan hingga tahun 622 M. Gelombang pertama hijrah dilakukan secara diam-diam oleh kelompok kecil sahabat, termasuk tokoh-tokoh penting seperti Mus‘ab bin Umair dan beberapa sahabat awal yang sebelumnya telah diperkenalkan dengan masyarakat Madinah. Mereka memulai perjalanan dengan hati-hati untuk menghindari pengawasan ketat Quraisy, yang berupaya keras mencegah kaum Muslimin meninggalkan Makkah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun